Muhammad Hatta Ali
Muhammad Hatta Ali (lahir 7 April 1950) adalah Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia periode 2012—2017 yang selanjutnya terpilih kembali pada periode 2017—2022. Mengawali karier sebagai hakim tingkat pertama di Pengadilan Negeri Sabang. Riwayat HidupPada periode 2012—2017 Hatta Ali terpilih menggantikan Harifin A. Tumpa, dengan mendapatkan suara mayoritas yaitu 28 suara dari 54 hakim agung. Urutan kedua, Ahmad Kamil 15 suara, Abdul Kadir Mappong 5 suara dan M. Saleh 3 suara dan Paulus Effendi Lotulung 1 suara sedangkan suara tidak sah ada 3 orang.[3][4] Sebelum menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung, ia menjadi Ketua Muda Pengawasan dan juga sebagai Juru Bicara (Jubir) MA. Selain itu ia juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI).[5] Pada 31 Januari 2015, ia meraih gelar guru besar bidang hukum dari Universitas Airlangga, Surabaya.[6] Saat ini aktif menjadi penguji program doktor ilmu hukum pada sejumlah universitas di Indonesia. Atas kiprahnya di dunia hukum, pada tanggal 31 Januari 2015 beliau mendapatkan penghargaan sebagai guru besar dari Universitas Airlangga, Surabaya.[7] KarierSebelum menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung beberapa jabatan penting yang pernah dijabatnya antara lain pernah menjadi:
OrganisasiAdapun jabatan strategis pada organisasi yakni;
Pendidikan
KontroversiSemasa menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung RI, Hatta Ali pernah membuat suatu kontroversi dalam sistem pengorganisasian Advokat di Indonesia. Pada mulanya, sistem pengorganisasian Advokat di Indonesia menganut konsep Single-Bar (Satu Organisasi Advokat yang diakui dalam peradilan dan penegakan hukum di Indonesia). Tetapi setelah Hatta Ali mengeluarkan semacam surat perintah, yaitu Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 73 Tahun 2015 perihal Penyumpahan Advokat pada tanggal 25 September 2015, konsep Single-Bar dalam sistem pengorganisasian Advokat di Indonesia, menjadi tidak diakui lagi.[8] Konsep Single-Bar telah diganti dengan Konsep Multi-Bar (Lebih dari satu organisasi Advokat yang diakui dalam peradilan dan penegakan hukum di Indonesia), sebagaimana isi dari Poin 6 dalam Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 73 Tahun 2015 ini: "6. Bahwa terhadap Advokat yang belum bersumpah atau berjanji, Ketua Pengadilan Tinggi berwenang melakukan penyumpahan terhadap Advokat yang memenuhi persyaratan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 atas permohonan dari beberapa Organisasi Advokat yang mengatasnamakan Peradi dan pengurus Organisasi Advokat lainnya hingga terbentuknya Undang-Undang Advokat yang baru". PenghargaanCatatan kaki
|