Ilustrasi Mansa Musa sedang memegang koin emas, dari Atlas Katalan 1375 (Paris, BnF, Espagnol 30, lembar 6). Labelnya berbunyi: Penguasa Hitam ini disebut Musse Melly dan merupakan penguasa tanah orang kulit hitam Gineva (Ghana). Raja ini adalah yang terkaya dan termulia di antara semua tanah ini karena banyaknya emas yang ditambang dari tanahnya.
Musa Keita I (lahir sekitar tahun 1280 - meninggal tahun 1337) adalah mansa kesepuluh Kekaisaran Mali (yang dapat diterjemahkan menjadi "sultan", "penakluk",[2] atau kaisar[3][4][5][6][7]). Ia berkuasa selama 25 tahun dari tahun 1312 sampai tahun 1337. Pada saat Mansa Musa naik tahta, wilayah Kekaisaran Mali mencakup bekas wilayah Kekaisaran Ghana di Mauritania selatan dan di Melle (Mali) serta wilayah-wilayah sekitarnya. Musa memiliki banyak gelar, seperti "Amir Melle", Penguasa Tambang-Tambang Wangara", dan "Penakluk Ghanata".[8] Mansa Musa konon telah menaklukkan 24 kota.[9]
Pada masanya, negara Mali merupakan penghasil emas terbesar di dunia, dan Mansa Musa merupakan salah satu orang terkaya dalam sejarah. Konon jumlah kekayaannya terlalu besar sehingga tidak dapat diperkirakan secara pasti.[10] Salah satu kisahnya yang paling dikenal adalah saat ia pergi untuk menunaikan ibadah haji di Mekkah.[11] Dalam perjalanannya, ia sangat dermawan dan membagi-bagi emasnya, tetapi tindakannya ini konon malah merusak ekonomi di Kairo, Medina, Mekkah dan kota-kota lain yang dilintasinya, karena nilai emas langsung jatuh dan harga-harga pun naik. Untuk memperbaiki keadaan ini, dalam perjalanan pulangnya, ia mencoba meminjam semua emas yang dapat ia bawa dari peminjam uang di Kairo dengan bunga yang tinggi, tetapi upaya ini kurang berhasil. Ini merupakan satu-satunya peristiwa dalam sejarah ketika satu orang mampu mengendalikan harga emas secara langsung di kawasan Laut Tengah.[11]
Mansa Musa meninggal pada tahun 1337 dan diteruskan oleh anaknya, Maghan I. Mansa Maghan adalah salah satu penguasa destruktif yang memulai kemunduran pelan kekaisaran Mali sampai disintegrasi penuh pada awal abad ke-17.
Catatan kaki
^Niane, D. T.: "Recherches sur l'Empire du Mali au Moyen âge". Presence Africaine. Paris, 1975.
^Jansen, Jan (1998). "Hot Issues: The 1997 Kamabolon Ceremony in Kangaba (Mali)". The International Journal of African Historical Studies. 31 (2): 253–278. JSTOR221083. On page 256, Jan Jansen writes: "Mansa is generally translated as 'king,' 'ruler' or 'ancestor.' The Griaulians, however, often translate mansa as 'God,' 'the divine principle' or 'priest king,' although they never argue the choice for this translation, which has an enormous impact on their analysis of the Kamabolon ceremony."