Longsor Sukabumi 2018
Longsor Sukabumi 2018 adalah Tanah longsor yang terjadi pada pada tanggal 31 Desember 2018, di Kampung Cigarehong, Dusun Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.[1] Sebanyak 33 orang yang tertimbun material tanah longsor, hingga akhir waktu pencarian, 32 orang berhasil ditemukan meninggal dunia dan 1 orang dinyatakan hilang[2] Latar belakangKampung Cimapag, yang berada di bawah Kasepuhan Sirnaresmi berada di lereng, dekat dengan perbatasan Banten dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sejak semula, para penduduknya hidup secara nomaden sampai akhirnya kampung itu didirikan antara 1941-1942, dan terus berkembang. Penduduknya hidup dari pertanian dan peternakan. Sekitar 20 tahun yang lalu, sempat terjadi longsor —ketika sawah belum begitu sebanyak sekarang.[3] Sejatinya, daerah yang masuk Kampung Sirnaresmi merupakan bagian dari desa wisata yang berkontur daerah bergunung-gunung, terletak di ketinggian 300-600 mdpl dan berjarak 23 km dari kecamatan utama, Cisolok. Selain dari bertani, masyarakat di sini menyadap nira, pengukir bedog (sejenis golok), pandai besi, dan pengrajin.[4] Pada dasarnya, Sukabumi merupakan daerah yang rawan longsor, dan bencana itulah yang paling sering terjadi selama 10 tahun terakhir.[5] Termasuk daerah Cimapag ini, juga banyak dari daerah di Sukabumi yang berasal dari material gunung api muda yang belum mengalami pemadatan sehingga bertanah gembur dan rawan longsor. Sutopo dari BNP juga menyebut, daerah ini masuk zona merah yang rawan bencana. Terlebih lagi, masyarakatnya masih banyak yang belum mendapat pengetahuan kebencaanaan.[6][7] Selain itu pula, lereng yang berkemiringan 30 derajat,[8] tanah yang gembur lagi mudah menyerap air, alih fungsi lahan dan pemakaian lahan untuk persawahan juga jadi penyebab terjadinya longsor.[9][10] Kondisi tanah yang hanya ditanami tanaman berusia singkat berupa tanaman pertanian yang tak berakar kuat, maka itulah yang juga jadi penyebab longsor.[7] LongsorLongsor berlangsung di tempat kejadian pada pukul 17.00 WIB, pada tanggal 31 Desember 2018.[11] Longsor yang terjadi di Sukabumi ini diawali oleh kemunculan hujan yang menimbulkan keretakan pada tanah. Setelah terjadinya keretakan, maka mulailah terjadi kelongsoran dari mahkota longsor, menerjang, dan terus menuruni perbukitan.[12] Keretakan yang terjadi di sana telah lama muncul sejak 24 Desember 2018. Semakin banyaknya air yang tertahan, maka longsor pun tak terhindarkan, mengikuti gaya gravitasi turun, dengan panjang mahkota longsor 800 m dan tebal ada yang sampai 10 m.[13] Menurut warga yang diwawancarai BBC, hujan deras terjadi sebelum longsor, dan menjelang salat Magrib terdengar bunyi mendengung. Begitu dilihat telah terjadi longsor.[7] Di tengah evakuasi, longsor susulan masih terjadi. Terlebih lokasi longsor masih diguyur hujan setiap hari.[14] Longsor susulan terjadi antara pukul 10 sampai setengah 11 malam, dengan pergeseran tanah yang signifikan, yang menyebabkan perubahan kontur tanah.[15] DampakSebanyak 30 rumah dengan 32 kepala keluarga, dengan 101 jiwa, juga lahan pertanian terdampak longsor.[5] Di awal evakuasi, pada 1 Januari 2019, didapati 2 orang meninggal dunia, 3 luka-luka, 61 orang mengungsi, dan 41 lainnya belum ditemukan.[16] Perkembangan pada Sabtu, 5 Januari 2019, pada penanganan hari ke-6, Viva mencatat dari Joshua Banjarnahor, Humas dan Protokoler Basarnas Jawa Barat bahwa korban meninggal 31 orang, luka-luka tiga orang, yang selamat 64 orang. 2 orang dinyatakan hilang/dalam pencarian.[17] Sementara Kompas.com memberitakan pada 6 Januari 2019 di akhir masa tahap tanggap darurat operasi pencarian mencatat bahwa 32 orang berhasil ditemukan meninggal dunia dan 1 orang dinyatakan hilang. Pasca longsorPasca longsor, diadakan evakuasi di daerah sekitar tempat kejadian. Evakuasi diadakan secara sederhana, mengingat minimnya alat berat, cuaca yang terus berhujan, dan jalan yang berbatu lantaran padamnya listrik.[18] Sekitar 200 meter dari rumah tertimbun longsor, diketahui jika tak berhati-hati bisa terkena tanah lumpur berkedalaman 50 sentimeter. Keesokan harinya, di Sukabumi, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang juga meninjau kondisi lapangan juga menyebut bahwa ⅔ daerah Sukabumi memang termasuk zona merah, atau rawan bencana.[19] Referensi
|