Laurent Nkunda
Laurent Nkunda (lahir 2 Februari 1967) adalah seorang bekas jenderal dalam Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (RDK) yang saat ini menjadi pemimpin sebuah kelompok pemberontak yang beroperasi di provisni Nord-Kivu. Nkunda, yang saat ini memimpin sekitar 3.000 orang pasukan sebelumnya adalah bagian dari Brigade Pasukan ke-83 RDK, telah dikenai tuduhan melakukan kejahatan perang pada September 2005 dan diselidiki oleh Pengadilan Kejahatan Internasional.[1] Genosida RwandaPada saat berlangsungnya Genosida Rwanda, bekas mahasiswa psikologi ini pergi ke Rwanda, dan bergabung dengan Front Patriotik Rwanda (FPR} suku Tutsi yang berjuang melawan Angkatan Bersenjata Fwanda (FAR), pasukan militer dari pemerintah yang dipimpin suku Hutu pelaku genosida.[2] Perang Kongo PertamaSetelah FPR mengalahkan FAR dan menjadi pemerintah pemerintah Rwanda yang baru, Nkunda kembali ke RDK. Selama Perang Kongo Pertama, ia berjuang bersama Laurent-Désiré dan Joseph Kabila yang berhasil menggulingkan Mobutu dari kekuasaannya.[2] Perang Kongo KeduaPada permulaan Perang Kongo Kedua, Nkunda bergabung dan menjadi mayor dalam Perhimpunan Kongo untuk Demokrasi (RDC), berjuang di pihak pasukan-pasukan Rwanda, Uganda, Burundi, dan yang beraliansi dengan pihak Tutsi {kaum Tutsi adalah sebuah kelompok relatif kecil dalam RDC, yang jumlahnya sekitar setengah hingga satu juta, tetapi secara militer signifikan). Pada Mei 2002, ia dituduh membantai 160 orang di Kisangani, sehingga Komisioner Hak-hak Asasi Manusia PBB Mary Robinson menyerukan agar ia ditangkap setelah menculik dan memukuli dua penyelidik PBB oleh pasukan-pasukannya.[1] Jenderal yang menjadi pemberontakPada 2003, setelah perang resmi berakhir, Nkunda bergabung dengan tentara nasional baru yang terintegrasi dari Pemerintahan Transisional Republik Demokratik Kongo sebagai kolonel dan pada 2004 ia naik pangkat menjadi jenderal. Namun ia segera menolak otoritas pemerintah dan mengundurkan diri bersama sejumlah pasukan GOMA RDC ke hutan-hutan Masisi di Nord-Kivu.[1] Penyerangan Bukavu 2004Belakangan pada 2004, pasukan-pasukan Nkunda mulai bentrokan dengan pasukan Republik Demokratik Kongo di Sud-Kivu dan pada Mei 2004, menduduki Bukavu; di sana ia dituduh melakukan kejahatan-kejahatan perang.[3] Nkunda mengaku bahwa ia berusaha mencegah genosida terhadap suku Tutsi di wilayah itu,[4] namun klaim ini ditolak oleh MONUC,[5] dan menyangkal klaim bahwa ia hanya mengikuti perintah dari Rwanda. Setelah perundingan PBB yang menghasilkan penarikan mundur pasukan-pasukan Nkunda dari Bakuvu kembali ke hutan-hutan Masisi, bagian dari pasukannya terpecah, dan dipimpin oleh Kolonel Jules Mutebusi,[3] berangkat ke Rwanda. Sekitar 150.000 suku berbahasa Kinyarwanda (bahasa Nkunda) dilaporkan telah melarikan diri dari Sud-Kivu ke Nord-Kivu karena khawatir akan serangan balasan dari pasukan Republik Demokratik Kongo.[6] Bentrokan dengan pasukan RD Kongo 2005Pada 2005, Nkunda menyerukan digulingkanya pemerintah PR Kongo karena korupsi dan semakin banyak tentara RCD-Goma yang meninggalkan tentara RD Kongo untuk bergabung dengan pasukan-pasukannya.[7] Pada Januari 2006, pasukan-pasukannya bentrokan dengan tentara RD Kongo,juga dituduh oleh MONUC telah melakukan kejahatan perang.[8] Bentrokan-bentrokan lebih lanjut berlangsung selama Agustus 2006 di sekitar kota Sake.[9] Namun MONUC menolak menangkap Nkunda setelah perintah penangkapan internasional dikeluarkan untuknya, dan mengatakan bahwa: "Laurent Nkunda tidak menjadi ancaman terhadap penduduk setempat, jadi kami tidak dapat membenarkan pengambilan tindakan apapun terhadapnya." [10] Pada Juni 2006, Nkunda dikenai pembatasan oleh Dewan Keamanan PBB.[11] Pemilihan umum 2006Pada putaran pertama dan kedua pemilu 2006, Nkunda mengatakan bahwa ia akan menghormati hasilnya.[12] [13][14] Tapi pada 25 November hampir sehari sebelum Mahkamah Agung menetapkan Joseph Kabila sebagai pemenang putaran kedua pemilihan presiden, pasukan-pasukan Nkunda merebut bentrokan dengan Brigade ke-11 tentara RD Kongo a sizable offensive di Sake,[15] juta bentrokan dengan pasukan penjaga perdamaian MONUC.[16] SErangan ini mungkin tidak terkait dengan pemilu itu namun disebabkan oleh "pembunuhan seorang warga sipil Tutsi yang dekat dengan salah seorang komandan dalam kelompok ini." PBB menyerukan kepada pemerintah RD Kongo untuk berunding dengan Nkunda dan Menteri Dalam Negeri RD Kongo, Jenderal Denis Kalume, dikirim ke RD Kongo timur untuk memulai perundingan.[17] Serangan Desember 2006Pada 7 Desember 2006, pasukan-pasukan RCD-Goma menyerang posisi-posisi pasukan RD Kongo di Nord-Kivu. Denban bantuan militer dari MONUC, tentara RD Kongo dilaporkan berhasil merebut kembali posisi-posisi mereka, dengan sekitar 150 pasukan RCD-Goma terbunuh. Sekitar 12.000 warga sipil Kongo telah meninggalkan RD Kongo ke Distrik Kisoro, Uganda.[18] Pada hari itu, sebuah roket ditembakkan dari RD Kongo ke Distrik Kisoro yang menewaskan 7 orang.[19] Rujukan
|