Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Kutipan paksa

Kutipan paksa atau sitasi paksa (coercive citation) adalah praktik penerbitan ilmiah ketika editor atau peninjau (reviewer) jurnal ilmiah memaksa seorang penulis untuk menambahkan kutipan 'palsu' ke artikel sebelum jurnal diterbitkan. Kutipan diambil dari jurnal yang sama (intra-journal citations), tanpa mempertimbangkan aspek relevansi dan biasanya tidak ada indikasi bahwa manuskrip kekurangan rujukan.[1] Hal ini bertujuan untuk meningkatkan faktor dampak jurnal (journal impact factor), sehingga secara artifisial meningkatkan reputasi ilmiah jurnal tersebut. Penulis biasanya terpaksa melakukan kutipan paksa demi bisa menerbitkan artikel di jurnal yang berdampak tinggi (high impact journals).[2]

Manipulasi faktor dampak dan kutipan dari jurnal yang sama telah lama dilakukan di lingkungan akademis.[3] Hasil survei tahun 2012 menunjukkan bahwa sekitar 20% akademisi yang bekerja di bidang ekonomi, sosiologi, psikologi, dan berbagai disiplin ilmu bisnis telah mengalami kutipan paksa.[4] Kasus-kasus tersendiri juga telah dilaporkan dalam disiplin ilmu lain.[5] Berdasarkan laporan penelitian yang diterbitkan di jurnal Research Policy, peneliti yang bersedia menambahkan kutipan yang tidak perlu dalam manuskrip mereka lebih mungkin berhasil menerbitkan artikel daripada mereka yang menolak.[6] Kutipan paksa merupakan salah satu bentuk pelanggaran etika dalam praktik editorial jurnal akademik.

Latar belakang

Faktor dampak (impact factor) jurnal adalah seberapa sering artikel di jurnal tersebut dikutip dalam publikasi ilmiah lainnya. Faktor dampak mulai digunakan pada 1950-an sebagai metode sederhana untuk mengukur peringkat jurnal ilmiah. Saat ini, dalam beberapa disiplin ilmu, reputasi sebuah jurnal sebagian besar ditentukan oleh faktor dampaknya.[7]

Penggunaan faktor dampak sebenarnya tidak selalu dipandang buruk. Sistem ini memberikan insentif yang wajar bagi editor untuk meningkatkan kualitas jurnal mereka melalui publikasi sains yang baik. Dua jurnal akademik bidang sains yang terkenal di dunia, Nature dan Science, masing-masing memiliki faktor dampak sebesar 36 dan 31. Jurnal bereputasi dalam sub-disiplin, seperti sains kognitif, mungkin memiliki faktor dampak sekitar 3.[8]

Namun, faktor dampak telah lama menjadi sumber kontroversi, bahkan hingga saat ini. Sejak 1999, dalam esai berjudul Scientific Communication – A Vanity Fair?, Georg Franck mengkritik sistem penghitungan jumlah kutipan. Hitungan sitasi, menurutnya, menciptakan pasar di mana "kesuksesan dalam bidang sains hanya dihargai oleh perhatian yang diterima (success in science is rewarded with attention)". Secara khusus, ia memperingatkan tentang adanya "pasar bayangan" di masa depan di mana editor jurnal mungkin menaikkan jumlah kutipan secara masif dengan mewajibkan kutipan 'palsu'.[9] Pada 2005, sebuah artikel di The Chronicle of Higher Education menyebutnya "angka yang melahap sains (the number that's devouring science)".[10]

Definisi

Ketika penulis mengirimkan naskah untuk diterbitkan di jurnal ilmiah, editor dapat meminta penambahan jumlah kutipan sebelum dipublikasikan. Praktik ini merupakan bagian dari proses peer review standar dan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas artikel.

Namun, kutipan paksa berbeda dengan konteks di atas. Kutipan paksa adalah praktik bisnis tidak etis saat editor meminta penulis untuk menambahkan kutipan ke artikel yang dipublikasikan di jurnal yang sama dengan mengabaikan aspek relevansi.[8] Kutipan paksa biasanya dicirikan dengan perilaku editor dan reviewer sebagai berikut:

  • Tidak memberikan indikasi bahwa sitasi dalam naskah masih kurang memadai
  • Tidak memberikan saran khusus untuk bagian tertentu dalam naskah yang masih memerlukan tinjauan
  • Mengarahkan penulis untuk menambahkan kutipan hanya dari jurnal mereka

Contoh kasus

Dalam sebuah kasus yang sering dicontohkan sebagai kutipan paksa yang sangat mencolok, seorang editor jurnal menulis di hasil tinjauan seperti berikut:

"Anda mengutip Leukemia (nama jurnal ilmiah) hanya satu kali dari 42 referensi. Oleh karena itu, kami dengan hormat meminta Anda untuk menambahkan referensi artikel yang diterbitkan dalam Leukemia ke artikel Anda saat ini."[4][5]

Permintaan seperti itu menyiratkan pesan yang jelas kepada penulis: "tambahkan kutipan atau (naskah) berisiko ditolak."[4]

Pada November 2024, kasus serupa pernah menimpa sejumlah peneliti Tiongkok saat akan menerbitkan artikel di International Journal of Hydrogen Energy terbitan Elsevier.[11] Di artikel yang sekarang sudah diretraksi, dalam sebuah paragrafnya mereka menulis sebagai bentuk protes:

"Sesuai permintaan para reviewer, di sini kami mengutip beberapa referensi [35–47] meskipun referensi tersebut sama sekali tidak relevan dengan studi ini."[11]

Dampak

Kutipan paksa bisa meningkatkan faktor dampak jurnal, tetapi hanya secara artifisial. Kutipan dari jurnal sendiri dapat memiliki dampak yang cukup besar. Menurut hasil riset yang telah diterbitkan, faktor dampak sebuah jurnal bisa turun dari 2,731 menjadi 0,748 ketika kutipan ke jurnal sendiri dihapus dari pertimbangan.[12] Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa tidak semua kutipan dari jurnal yang sama bersifat memaksa, atau bahkan tidak etis.

Kutipan paksa merupakan praktik yang berisiko karena dapat merusak reputasi sebuah jurnal ilmiah, dan karenanya berpotensi mengurangi faktor dampak. Jurnal juga bisa dikeluarkan sementara dari Thomson Reuters' Journal Citation Reports, sebuah daftar yang memuat faktor dampak jurnal yang dikenal luas di dunia akademik.[8]

Daftar rujukan

  1. ^ Foo, Jong Yong Abdiel (2009-12). "A study on journal self-citations and intra-citing within the subject category of multidisciplinary sciences". Science and Engineering Ethics. 15 (4): 491–501. doi:10.1007/s11948-009-9118-5. ISSN 1471-5546. PMID 19247812.
  2. ^ Jones, Emily J; Mahony, Deborah Lind (2012). "Coercive Self-Citation: A New Concern in the Ethics of Publishing". Nurse Author & Editor (dalam bahasa Inggris). 22 (3): 1–4. doi:10.1111/j.1750-4910.2012.tb00129.x. ISSN 1750-4910.
  3. ^ McLeod, Sam (2020-09-25). "Should authors cite sources suggested by peer reviewers? Six antidotes for handling potentially coercive reviewer citation suggestions". Learned Publishing (dalam bahasa Inggris). 34 (2): 282–286. doi:10.1002/leap.1335. ISSN 0953-1513. Pemeliharaan CS1: DOI bebas tanpa ditandai (link)
  4. ^ a b c Wilhite, Allen W.; Fong, Eric A. (2012-02-03). "Coercive Citation in Academic Publishing". Science (dalam bahasa Inggris). 335 (6068): 542–543. doi:10.1126/science.1212540. ISSN 0036-8075.
  5. ^ a b Smith, R. (1997-02-15). "Journal accused of manipulating impact factor". BMJ (dalam bahasa Inggris). 314 (7079): 461–461. doi:10.1136/bmj.314.7079.461d. ISSN 0959-8138.
  6. ^ Fong, Eric A.; Patnayakuni, Ravi; Wilhite, Allen W. (2023-06-01). "Accommodating coercion: Authors, editors, and citations". Research Policy. 52 (5): 104754. doi:10.1016/j.respol.2023.104754. ISSN 0048-7333.
  7. ^ Repiso, Rafael. Impact factor, a scientific indicator to measure scientific journals https://doi.org/10.3916/school-of-authors-041. Diakses tanggal 2025-07-07.
  8. ^ a b c "Cite my journal or else: Coercive self-citation in academic publishing // Cogsci". www.cogsci.nl (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2025-07-07.
  9. ^ Franck, Georg (1999-10). "Scientific Communication--A Vanity Fair?". Science. 286 (5437): 53–55. doi:10.1126/science.286.5437.53.
  10. ^ "The Number That's Devouring Science". The Chronicle of Higher Education (dalam bahasa Inggris). 2005-10-14. Diakses tanggal 2025-07-07.
  11. ^ a b Yang, Fan-Xi; Zhu, Yi-Fei; Cao, Shuo; Wang, Chao-Ming; Ma, Ying-Jie; Yang, Rui; Hu, Qing-Miao (2024-11-19). "RETRACTION: Origin of the distinct site occupations of H atom in hcp Ti and Zr/Hf". International Journal of Hydrogen Energy. 91: 933–941. doi:10.1016/j.ijhydene.2024.10.197. ISSN 0360-3199.
  12. ^ http://www.revfin.org/reports/2011_RoF_Report.pdf
Kembali kehalaman sebelumnya