Di nu kiwari ngancik nu bihari, seja ayeuna sampeureun jaga (Sunda) ᮓᮤ ᮔᮥ ᮊᮤᮝᮛᮤ ᮍᮔ᮪ᮎᮤᮊ᮪ ᮔᮥ ᮘᮤᮠᮛᮤ ᮞᮨᮏ ᮃᮚᮩᮔ ᮞᮙ᮪ᮕᮩᮛᮩᮔ᮪ ᮏᮌ (Segala hal di masa kini adalah pusaka masa silam, dan ikhtiar hari ini adalah untuk masa depan)[1]
Kota Bogor (bahasa Sunda: ᮘᮧᮌᮧᮁ, bahasa Belanda: Buitenzorg) adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota Bogor terletak sekitar 51 km arah selatan dari Provinsi DKI Jakarta dan 120 km arah barat laut dari Kota Bandung, serta merupakan enklave dari Kabupaten Bogor. Pada akhir tahun 2024, jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 1.144.108 jiwa, dengan kepadatan 10.271 jiwa/km².[2][4]
Kota Bogor dikenal dengan julukan Kota Hujan, karena memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan. Pada masa Kolonial Hindia Belanda, Kota Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg yang berarti tanpa kecemasan atau aman tentram.
Sejarah
Kerajaan Tarumanagara
Pada awal abad ke-5 Masehi, Kota Bogor merupakan pusat Kerajaan Tarumanagara dengan raja yang bernama Purnawarman.[5] Beberapa kerajaan lainnya lalu memilih untuk bermukim di tempat yang sama dikarenakan daerah pegunungannya yang secara alamiah membuat lokasi ini mudah untuk bertahan terhadap ancaman serangan, dan di saat yang sama adalah daerah yang subur serta memiliki akses yang mudah pada sentra-sentra perdagangan saat itu.
Kerajaan Sunda
Di antara prasasti-prasasti yang ditemukan di Kota Bogor tentang kerajaan silam, salah satunya adalah prasasti Batutulis menceritakan kekuasaan Prabu Surawisesa dari Kerajaan Sunda.
Kerajaan Sunda yang memiliki ibukota di Pajajaran diyakini terletak di Kota Bogor, dan menjadi pusat pemerintahan Prabu Siliwangi yang dinobatkan pada 3 Juni 1482. Hari penobatannya ini diresmikan sebagai Hari Jadi Kota Bogor dan Kabupaten Bogor pada tahun 1973 dan diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.
Setelah penyerbuan tentara Banten, catatan mengenai Kota Pakuan hilang, dan baru ditemukan kembali oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeeck pada tahun 1687. Mereka melakukan penelitian atas Prasasti Batutulis dan beberapa situs lainnya, dan menyimpulkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran terletak di Kota Bogor.
Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff membangun Istana Bogor seiring dengan pembangunan Jalan Raya Daendels yang menghubungkan Jakarta dengan Bogor. Bogor direncanakan sebagai sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal. Dengan pembangunan-pembangunan ini, wilayah Bogor pun mulai berkembang.
Setahun kemudian, van Imhoff menggabungkan 9 distrik (Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga, dan Kampung Baru) ke dalam satu pemerintahan yang disebut Regentschap Kampung Baru Buitenzorg.
Di kawasan itu van Imhoff kemudian membangun sebuah Istana Gubernur Jenderal. Dalam perkembangan berikutnya, nama Buitenzorg dipakai untuk menunjuk wilayah Puncak, Telaga Warna, Megamendung, Ciliwung, Muara Cihideung, hingga puncak Gunung Salak, dan puncak Gunung Gede.
Pada masa pendudukan Inggris, yang menjadi Gubernur Jendralnya adalah Thomas Stamford Raffles, beliau cukup berjasa dalam mengembangkan Kota Bogor, dimana Istana Bogor direnovasi dan sebagian tanahnya dijadikan Kebun Raya (Botanical Garden), beliau juga mempekerjakan seorang arsitek yang bernama Carsens yang menata Bogor sebagai tempat peristirahatan yang dikenal dengan Buitenzorg.
Pada tahun 1903, terbit Undang-undang Desentralisasi yang bertujuan menghapus sistem pemerintahan tradisional diganti dengan sistem administrasi pemerintahan modern sebagai realisasinya dibentuk Staadsgemeente diantaranya adalah:
1. Gemeente Batavia (S. 1903 No.204)
2. Gemeente Meester Cornelis (S. 1905 No.206)
3. Gemeente Buitenzorg (S. 1905 No.208)
4. Gemeente Bandoeng (S. 1906 No.121)
5. Gemeente Cirebon (S. 1905 No.122)
6. Gemeente Soekabumi (S. 1914 No.310)
(Regerings-Almanak Voor Nederlandsch Indie 1928 : 746-748)
Pembentukan Gemeente tersebut bukan untuk kepentingan penduduk Pribumi tetapi untuk kepentingan orang-orang Belanda dan masyarakat Golongan Eropa dan yang dipersamakan (yang menjadi Burgermeester atau Wali kota dari Staatsgemeente Buitenzoorg selalu orang-orang Belanda dan baru tahun 1940 diduduki oleh orang Bumiputra yaitu Mr. Soebroto).
Pada tahun 1922 sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap peran desentralisasi yang ada, maka terbentuklah Bestuursher Voorings Ordonantie atau Undang-undang perubahan tata Pemerintahan Negeri Hindia Belanda (Staatsblad 1922 No. 216), sehinga pada tahun 1922 terbentuklah Regentschaps Ordonantie (Ordonantie Kabupaten) yang membuat ketentuan-ketentuan daerah Otonomi Kabupaten (Staatsblad 1925 No. 79).
Provinsi Jawa Barat dibentuk pada tahun 1925 (Staatsblad 1924 No. 378 bij Propince West Java) yang terdiri dari 5 Keresidenan, 18 Kabupaten (Regentscape) dan Kotapraja (Staads Gemeente), dimana Buitenzorg (Bogor) salah satu Staads Gemeente di Provinsi Jawa Barat di bentuk berdasarkan (Staatsblad 1905 No. 208 jo. Staatsblad 1926 No. 368), dengan prinsip Desentralisasi Modern, dimana kedudukan Burgermeester menjadi jelas.
Pada masa pendudukan Jepang kedudukan pemerintahan di Kota Bogor menjadi lemah karena pemerintahan dipusatkan pada tingkat keresidenan yang berkedudukan di Kota Bogor, pada masa ini nama-nama lembaga pemerintahan berubah namanya yaitu: Keresidenan menjadi Syoeoe, Kabupaten/Regenschaps menjadi Ken, Kota/Staads Gemeente menjadi Si, Kewedanaan menjadi/Distrik menjadi Gun, Kecamatan/Under Districk menjadi Soe dan desa menjadi Koe.
Setelah kemerdekaan
Pada masa setelah kemerdekaan, yaitu setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, terjadi upaya pemisahan secara lebih tegas antara pemerintahan kota dengan kabupaten di Bogor, terlebih setelah peleburan Kawedanan Jonggol pada 1938 (kemudian dibubarkan total pada tahun 1963 berdasarkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 1963)[6] menjadi otonomi dibawah kabupaten, membuat nomenklatur Kota Bogor berubah namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarakan Udang-undang Nomor 16 Tahun 1950.[7]
Selanjutnya pada tahun 1957 nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1957, kemudian dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 berubah kembali menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor.
Sebelum perubahan batas wilayah Kotamadya Bogor, Kotamadya Bogor dibagi menjadi 6 kecamatan (awalnya terdiri dari 5 kecamatan) yang terdiri dari 22 kelurahan dengan total luas wilayah 21,56 km², yaitu:[8]
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 1995,[10] terjadi pemekaran wilayah Kotamadya Bogor yang menyebabkan perubahan batas-batas wilayah antara Kabupaten dan Kotamadya, beberapa desa dari kecamatan sekitar yang menjadi bagian Kotamadya Bogor adalah:
Kecamatan Ciomas (masih berdiri hingga kini), dari 25 desa yang ada terdapat 6 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:[11]
Desa Cikaret
Desa Pasir Jaya
Desa Pasir Kuda
Desa Pasir Mulya
Desa Gunung Batu
Desa Loji
Kecamatan Dramaga (masih berdiri hingga kini), dari 15 desa yang ada terdapat 5 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:
Desa Sindang Barang
Desa Bubulak
Desa Margajaya
Desa Balumbang Jaya
Desa Situ Gede
Kecamatan Semplak (dihilangkan status kecamatannya, sebagian wilayah menjadi bagian Kec. Bogor Barat, Tanah Sareal, Kemang, dan Sukaraja), dari 21 desa yang ada terdapat 10 desa masuk wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:[12][13]
Desa Cilendek Barat
Desa Cilendek Timur
Desa Curug
Desa Curug Mekar
Desa Semplak
Desa Kayu Manis
Desa Mekar Wangi
Desa Kencana
Desa Sukadamai
Desa Sukaresmi
Kecamatan Kedung Halang (dihilangkan status kecamatannya, sebagian wilayah menjadi bagian Kec. Bogor Utara, Bogor Timur, Tanah Sareal, dan Sukaraja), dari 19 desa yang ada terdapat 8 desa masuk wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:[14]
Desa Katulampa
Desa Cimahpar
Desa Tanah Baru
Desa Ciluar
Desa Ciparigi
Desa Kedung Halang
Desa Kedung Badak
Desa Kedung Waringin
Kecamatan Ciawi (masih berdiri hingga kini), dari 24 desa yang ada terdapat 11 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:[15]
Desa Cipaku
Desa Pakuan
Desa Tajur
Desa Sindangrasa
Desa Sindangsari
Desa Muarasari
Desa Harjasari
Desa Bojongkerta
Desa Rancamaya
Desa Kertamaya
Desa Genteng
Kecamatan Cijeruk (masih berdiri hingga kini), dari 21 desa yang ada terdapat 3 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:
Desa Mulyaharja
Desa Ranggamekar
Desa Pamoyanan
Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor diubah menjadi Kota Bogor.[16] Hal ini juga berlaku pada seluruh wilayah lainnya yang ada di Indonesia.
Geografis
Gambar Wilayah Kota Bogor beserta batas-batasnya (Kecamatan dan Wilayah Kabupaten)
Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT–106°51’00”BT dan 6°30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 km.
Seperti wilayah lain di Indonesia, Bogor memiliki iklim tropis dengan tipe Hutan Hujan Tropis. Kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 26 °C dengan suhu terendah 21,8 °C dan suhu tertinggi 30,4 °C.
Kelembaban udara ≥70%, curah hujan rata-rata setiap tahun di Kota Bogor sangatlah tinggi, yaitu sekitar 3.500–4.500 mm dengan rerata curah hujan terbesar pada bulan November, karenanya Kota Bogor dijuluki sebagai "Kota Hujan".[17]
Kota Bogor memiliki 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Pada tahun 2022, jumlah penduduknya mencapai 1.114.018 jiwa dengan luas wilayah 118,50 km² dan sebaran penduduk 10.001 jiwa/km².[21][22]
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Bogor, adalah sebagai berikut:
The New American Cyclopaedia pada 1867 melaporkan bahwa Buitenzorg (nama Bogor pada saat itu) memiliki populasi sebesar 320.756, termasuk 9.530 Etnis Tiongkok, 650 Etnis Eropa, and 23 Etnis Arab.[24]
Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2023 sebanyak 1.070,72 ribu jiwa terdiri atas 542,41 ribu jiwa laki-laki dan 528,31 ribu jiwa perempuan, dengan sex ratio sebesar 103. Kecamatan dengan penduduk terbanyak adalah Bogor Barat sejumlah 239,98 ribu jiwa dan terendah adalah Bogor Tengah sejumlah 96 ribu jiwa. Penduduk usia produktif 15–64 tahun berjumlah 753,23 ribu jiwa atau 70,34 persen, sedangkan rasio ketergantungan usia non produktif terhadap produktif sebesar 42 persen. Angkatan kerja sebanyak 534,53 ribu jiwa dan bukan angkatan kerja sebanyak 290,23 ribu jiwa. Penduduk bekerja sebagian besar berstatus buruh atau karyawan sebesar 61,06 persen, disusul berusaha sendiri 22,20 persen. Lapangan pekerjaan utama penduduk didominasi sektor jasa-jasa sebesar 77 persen, sisanya tersebar di sektor manufaktur dan pertanian. Kecamatan dengan kepadatan tertinggi adalah Bogor Tengah 11,47 ribu jiwa/km², diikuti Tanah Sereal 10,97 ribu jiwa/km² dan terendah adalah Bogor Selatan 6,90 ribu jiwa/km².[25]
Agama
Penduduk Kota Bogor tahun 2023 memeluk agama Islam sebanyak 985.672 jiwa, Kristen 53.269 jiwa, Katolik 20.146 jiwa, Hindu 1.056 jiwa, Buddha 10.367 jiwa, dan Konghucu 210 jiwa. Penduduk Islam tersebar dominan di semua kecamatan dengan jumlah terbanyak di Bogor Barat sebesar 222.348 jiwa, Kristen terbanyak di Tanah Sereal sebanyak 12.267 jiwa, dan Katolik terbanyak di Bogor Timur sebesar 4.340 jiwa. Hindu terbanyak berada di Bogor Selatan sebanyak 234 jiwa, Buddha di Tanah Sereal sebanyak 4.458 jiwa, dan Konghucu terbanyak di Bogor Tengah sejumlah 83 jiwa. Proporsi penduduk beragama non-Islam relatif kecil dibandingkan keseluruhan jumlah penduduk di tiap kecamatan. Total keseluruhan rumah ibadah terdiri atas 832 masjid, 695 musala, 120 gereja, 6 pura, dan 4 vihara. Rumah ibadah terbanyak terdapat di Kecamatan Bogor Barat untuk masjid dan musala, sementara gereja paling banyak terdapat di Tanah Sereal.[26]
Bahasa utama yang digunakan di Kota Bogor adalah bahasa Sunda dialek Bogor dan penggunaannya meliputi seluruh wilayah Kota Bogor.[28] Di bagian utara, tepatnya di beberapa kelurahan dalam lingkup kecamatan Tanah Sareal, bahasa Sunda dan bahasa Betawi digunakan secara bersamaan dan dianggap sebagai wilayah peralihan bahasa.[29][30]
Pada tahun 2023, Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor tercatat sebesar Rp1.337,75 miliar atau 45 persen dari total pendapatan daerah yang mencapai Rp2.966,61 miliar, sementara pendapatan transfer sebesar Rp1.628,86 miliar. Belanja daerah mencapai Rp3.028,98 miliar dengan 82 persen digunakan untuk belanja tidak langsung meliputi belanja pegawai, barang dan jasa, bunga, hibah, dan bantuan sosial. Inflasi year-on-year tercatat sebesar 3,36 persen dengan kontribusi tertinggi dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,09 persen, sedangkan kelompok pengeluaran informasi dan komunikasi memiliki laju inflasi terendah sebesar 0,74 persen. Kredit konsumsi dari bank umum Kota Bogor mencapai Rp27,76 triliun, terbesar digunakan untuk pemilikan rumah tinggal sebesar Rp19,7 triliun, diikuti pembelian peralatan rumah tangga lainnya sebesar Rp6,5 triliun. Pinjaman untuk sektor non-UMKM tercatat sebesar Rp36 triliun, sementara pinjaman untuk sektor UMKM sebesar Rp11 triliun. Kredit produktif berdasarkan lapangan usaha terbesar disalurkan ke perdagangan besar dan eceran, disusul sektor real estat, usaha persewaan, dan jasa perusahaan.[31]
Jumlah koperasi tahun 2023 sebanyak 946 unit terdiri dari 377 koperasi produksi, 44 koperasi konsumsi, 72 koperasi simpan pinjam, dan 453 koperasi serba usaha. Kota Bogor memiliki 101 hotel dengan total kamar sebanyak 4.031 unit dan tempat tidur sebanyak 5.844 unit. Jumlah rumah makan atau restoran sebanyak 923 unit tersebar di seluruh kecamatan, terbanyak di Bogor Tengah sejumlah 268 unit dan paling sedikit di Bogor Selatan sejumlah 97 unit. Dalam sektor industri, pinjaman terbesar diberikan ke sektor perdagangan, diikuti oleh sektor properti dan jasa perusahaan. Kredit konsumsi mendominasi penyaluran dana perbankan dibandingkan kredit modal kerja dan investasi.[32]
Alun-Alun Kota Bogor eks taman topi yang merupakan alun-alun terluas di Bogor Raya (1,7 ha), meskipun alun-alun tertua di Bogor Raya adalah Alun-alun Jonggol.
Hotel
Agria Hotel
Arch Hotel
Amaris Hotel
Amaroosa Royal Bogor
Aston Hotel
Bogor Icon Hotel Convention
Bogor Valley Hotel
Favehotel Bogor
Grand Savero Hotel
Grand Pangrango Hotel
Grande Padjadjaran Hotel Bogor
Green Forest Bogor
Ibis Style Bogor
Làska Premiera Hotel Bogor
Nola Inn Hotel Bogor
Hotel Pangrango 3
Royal Hotel Bogor
Swiss-Belinn Hotel
Swiss-Belhotel
Hotel Salak The Heritage
Hotel Santika
Whiz Prime Hotel m Bogor
Zest Hotel Bogor
Kuliner
Bogor memiliki beberapa makanan khas, antara lain:
Selain itu, Kota Bogor juga memiliki 1 stasiun yang sudah berhenti beroperasi, 3 stasiun KA Pangrango, 1 stasiun KRL Commuter Line, dan 1 stasiun LRT Jabodebek yang sedang dalam usulan, yaitu:[33]
Pada tahun ajaran 2023/2024, Kota Bogor memiliki 153 Taman Kanak-Kanak, 137 Raudhatul Athfal, 282 Sekolah Dasar, 61 Madrasah Ibtidaiyah, 126 Sekolah Menengah Pertama, 50 Madrasah Tsanawiyah, 54 Sekolah Menengah Atas, 103 Sekolah Menengah Kejuruan, dan 21 Madrasah Aliyah. Persentase penduduk usia 7–12 tahun yang masih bersekolah sebesar 99,90 persen, usia 13–15 tahun sebesar 95,32 persen, dan usia 16–18 tahun sebesar 63,50 persen. Angka Partisipasi Murni (APM) pada jenjang SD/MI/sederajat sebesar 99,59 persen, jenjang SMP/MTs sebesar 87,68 persen, dan jenjang SMA/SMK/MA sebesar 58,63 persen.[41]
Perguruan Tinggi
Institut Pertanian Bogor
Politeknik AKA Bogor
Politeknik Kesehatan Bandung
Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hidayah
Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pandu Madaniyah
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Triguna
Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Binaniaga
Sekolah Tinggi Ilmu Komputer El-Rahma
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Albana
Sekolah Tinggi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Bogor
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor
Sekolah Tinggi Sandi Negara
Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor
^"Tepas Salapan Lawang Dasakerta". Pemerintah Kota Bogor. 2016-12-07. Diarsipkan dari asli tanggal 2021-12-29. Diakses tanggal 2021-12-29. Sedangkan di puncaknya tertulis semboyan 'Di nu kiwari ngancik nu bihari, seja ayeuna sampeureun jaga'.