Kolaborasionisme![]() Kolaborasi masa perang atau kolaborasionisme adalah tindakan bekerja sama dengan musuh negara di masa perang.[1] Sejarawan Gerhard Hirschfeld menyatakan bahwa hal ini "sudah setua perang itu sendiri dan pendudukan wilayah asing".[2] Istilah kolaborator berasal dari abad ke-19 dan digunakan di Prancis pada masa Perang Napoleon. Maknanya bergeser selama Perang Dunia II untuk merujuk pada kolaborasi yang dianggap sebagai pengkhianatan dengan musuh. Istilah terkait, kolaborasionisme, digunakan oleh sejarawan untuk membatasi makna pada sekelompok kolaborator ideologis di Prancis Vichy yang secara aktif mendukung kemenangan Jerman. Definisi![]() Kolaborasi dalam masa perang dapat berbentuk berbagai macam, termasuk kolaborasi politik, ekonomi, sosial, seksual, budaya, atau militer. Kegiatan yang dilakukan bisa bersifat pengkhianatan dalam tingkat yang berbeda-beda, dan dalam konteks Perang Dunia II umumnya berarti bekerja sama secara aktif dengan musuh.[3] Stanley Hoffmann membagi kolaborasi menjadi dua jenis: secara terpaksa (pengakuan terpaksa atas suatu kebutuhan) dan secara sukarela (untuk mengeksploitasi kebutuhan tersebut). Menurutnya, kolaborasi dapat bersifat servil atau ideologis. Servil adalah pelayanan kepada musuh berdasarkan kebutuhan untuk bertahan hidup atau kenyamanan pribadi, sedangkan ideologis adalah dukungan terhadap kerja sama dengan kekuatan musuh.[4] Sebaliknya, Bertram Gordon menggunakan istilah "kolaborator" dan "kolaborasionis" masing-masing untuk kolaborasi ideologis dan non-ideologis di Prancis.[5] James Mace Ward menyatakan bahwa, meskipun kolaborasi sering disamakan dengan pengkhianatan, ada juga "kolaborasi yang sah" antara para tahanan sipil (kebanyakan orang Amerika) di Filipina dan para penjajah Jepang mereka demi keuntungan bersama, dan untuk meningkatkan kemungkinan para tahanan tetap bertahan hidup.[6] Kolaborasi dengan Blok Poros di Eropa dan Asia terjadi dalam tingkat yang bervariasi di semua negara yang diduduki. Kolaborasi dengan musuh dalam masa perang sudah ada sejak prasejarah dan selalu hadir. Sejak Perang Dunia II, para sejarawan menggunakannya untuk merujuk pada pendudukan Jerman atas Prancis dalam Perang Dunia II. Tidak seperti negara-negara lain yang kalah dan menyerah kepada Jerman, di mana para pemimpinnya melarikan diri ke pengasingan, Prancis menandatangani gencatan senjata, bekerja sama dengan Reich Jerman secara ekonomi dan politik, serta memanfaatkan situasi baru untuk mewujudkan perpindahan kekuasaan ke Prancis Vichy yang bekerja sama di bawah Marsekal Philippe Pétain.[2] Dalam konteks Eropa pada Perang Dunia II, khususnya di Prancis Vichy, para sejarawan membedakan antara kolaborasi dan kolaborator di satu sisi, serta istilah terkait kolaborasionisme dan kolaborasionis di sisi lain. Stanley Hoffmann pada tahun 1974[7] dan sejarawan lainnya menggunakan istilah collaborationnistes untuk merujuk pada kaum fasis dan simpatisan Nazi yang karena alasan anti-komunis atau ideologis lainnya, menginginkan kolaborasi yang diperkuat dengan Jerman di bawah Hitler. Kolaborasionisme merujuk pada mereka, terutama dari golongan kanan fasis di Prancis Vichy, yang menganggap tujuan kemenangan Jerman sebagai tujuan mereka sendiri, sedangkan kolaborasi merujuk pada orang-orang Prancis yang karena alasan lain memilih bekerja sama dengan Jerman.[8][9] SejarahKolonialisme![]() Dalam beberapa konflik kolonial atau pendudukan, prajurit yang berasal dari kalangan pribumi dianggap sebagai kolaborator. Hal ini bisa terjadi pada mamluk dan yanisari di Kekaisaran Ottoman. Dalam beberapa kasus, makna tersebut pada awalnya tidak bersifat merendahkan, tetapi berubah dalam penggunaan kemudian ketika dipinjam oleh pihak lain: istilah Ottoman untuk prajurit sipahi menjadi sepoy di India Britania, yang kemudian diadaptasi menjadi cipayo dalam bahasa Spanyol atau zipaio dalam bahasa Basque dengan makna yang lebih merendahkan, yaitu "tentara bayaran".[butuh rujukan] Harki adalah istilah untuk orang-orang Muslim Aljazair pribumi yang bertugas sebagai pasukan pembantu di Tentara Prancis selama Perang Aljazair dari tahun 1954 hingga 1962. Kata ini kadang-kadang berlaku untuk semua Muslim Aljazair (termasuk warga sipil) yang mendukung Aljazair Prancis selama perang. Motif untuk mendaftar beragam. Di Aljazair yang merdeka, mereka dianggap sebagai pengkhianat.[10] Perang NapoleonAfrancesados (“berperancis” atau “menyerupai Prancis”) adalah kaum pendukung kelas menengah dan atas Spanyol terhadap pendudukan Prancis di Spanyol. Kaum afrancesados memandang diri mereka sebagai pewaris absolutisme yang tercerahkan, dan melihat kedatangan Napoleon sebagai kesempatan untuk memodernisasi negara.[11] Referensi
|