Kerajaan RantebulahanKerajaan Rantebulahan adalah sebuah kerajaan yang pernah didirikan pada abad ke-16 Masehi oleh suku Mandar di wilayah pegunungan bagian hulu sungai Saddang.[1][2] Kerajaan Rantebulahan tergabung dalam Persekutuan Pitu Ulunna Salu dan berperan menjadi pelindung bagi wilayah persekutuannya.[3] Dalam Persekutuan Pitu Ulunna Salu, Kerajaan Rantebulahan berperan dalam memprakarsai kerja sama perdagangan dengan Persekutuan Pitu Baqbana yang diketuai oleh Kerajaan Balanipa.[4] Pada masa penjajahan Belanda, wilayah Kerajaan Rantebulahan digabungkan dengan seluruh wilayah Persekutuan Pitu Ulunna Salu untuk membentuk Onderafdeling Mamasa. Pusat pemerintahan Onderafdeling Mamasa di daerah Mamasa dan menjadi bagian dari wilayah Afdeling Mandar.[5] PendirianKerajaan Rantebulahan didirikan pada kawasan hulu sungai di pegunungan yang dihuni suku Mandar.[1] Pada awalnya, Rantebulahan merupakan sebuah banua yang dipimpin oleh penguasa bergelar tamakaka yang kemudian menjadi penguasa lokal. Pemimpinnya diyakini oleh masyarakat Mandar sebagai keturunan dari Tumanurung yang tinggal di hulu sungai Saddang.[2] Hubungan politikKerajaan Rantebulahan tergabung dalam persekutuan secara adat yang disebut Persekutuan Pitu Ulunna Salu. Dalam Persekutuan Pitu Ulunna Salu, Kerajaan Rantebulahan bersekutu dengan Kerajaan Tabulahan, Kerajaan Mambi, Kerajaan Bambang, Kerajaan Aralle, Kerajaan Matangnga, dan Kerajaan Tabang. Pembentukan Persekutuan Pitu Ulunna Salu didasari oleh pembagian gelar dalam kepemimpinan adat pada masing-masing penguasa kerajaan tersebut. Gelar tersebut ialah indo'na lembang yang berarti penguasa daerah atau penguasa lembah.[3] Dalam Persekutuan Pitu Ulunna Salu, Persekutuan Pitu Ulunna Salu bergelar Indo'na Rantebulahan yang berperan sebagai penjaga wilayah adat Kondo Sapata' dari musuh yang memasuki wilayah Persekutuan Pitu Ulunna Salu.[6] Kerajaan Rantebulahan sebagai salah satu kerajaan dalam Persekutuan Pitu Ulunna Salu menyepakati Perjanjian Luyo pada abad ke-16 Masehi. Perjanjian ini merupakan kesepakatan bersama antara Persekutuan Pitu Ulunna Salu dengan Persekutuan Pitu Baqbana Binanga untuk saling bekerja sama antarpersekutuan satu sama lain. Wilayah kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam Persekutuan Pitu Baqbana Binanga terletak di bagian muara sungai atau pesisir pantai yang dihuni oleh suku Mandar.[7] Tomampu atau Londong Dehata sebagai tomakaka di Kerajaan Rantebulahan menjadi salah satu pemrakarsa diadakannya pertemuan yang menghasilkan Perjanjian Luyo. Sementara itu, pemrakarsa Perjanjian Luyo dari pihak Persekutuan Pitu Baqbana Binanga ialah Tomepayung dari Kerajaan Balanipa.[4] Persekutuan Pitu Baqbana Binanga dan Persekutuan Pitu Baqbana Binanga kemudian bekerja sama dalam mendirikan bandar-bandar pelabuhan perdagangan. Hubungan perdagangan dijalin antara kedua persekutuan tersebut dengan kerajaan yang didirikan oleh suku-suku lain di pantai barat Pulau Sulawesi terutama dengan suku Bugis dan suku Makassar.[8] Masa penjajahanPada masa penjajahan Belanda, seluruh wilayah Persekutuan Pitu Ulunna Salu termasuk Kerajaan Rantebulahan digabungkan untuk membentuk Onderafdeling Mamasa. Pemerintahan Onderafdeling Mamasa dipusatkan di daerah Mamasa. Onderafdeling Mamasa merupakan salah satu onderafdeling yang dibentuk sebagai bagian dari wilayah Afdeling Mandar.[5] ReferensiCatatan kakiDaftar pustaka
|