Kejadian 1:2
Kejadian 1:2 adalah ayat kedua dari pasal pertama Kitab Kejadian, yaitu kitab pertama dalam Alkitab Ibrani maupun Alkitab Kristen. Menyatakan keadaan alam semesta pada waktu penciptaan oleh Allah. Ayat ini merupakan kelanjutan kalimat dari ayat 1.
Bahasa Kuno![]()
Transliterasi
Terjemahan harfiah:
Bahasa Yunani
Bahasa LatinVulgata (abad ke-4 M)
Bahasa Indonesia![]()
Bahasa asingBahasa InggrisVersi Raja James (1610)
AnalisisBelum berbentuk dan kosongKejadian 1:2 menunjukkan kondisi awal penciptaan, yaitu bumi (atau "materi") itu dalam keadaan tohu wa-bohu, "tidak berbentuk dan kosong". Ini merupakan pendahuluan dari isi pasal seterusnya, yang menggambarkan proses pembentukan dan pengisian (alam semesta).[3] Selanjutnya, dalam tiga hari pertama, langit, cakrawala dan daratan terbentuk, kemudian pada hari keempat sampai keenam diisi berturut-turut dengan benda-benda langit, burung-burung, ikan-ikan, hewan-hewan dan akhirnya manusia. Hubungan ini ditekankan dalam suatu penafsiran kerangka panjangnya hari dalam Kejadian 1. Craig Rusbult mencatat
Sebelum Allah mulai menciptakan terang, dunia ini adalah tohu wa-bohu (bahasa Ibrani: תֹהוּ וָבֹהוּ). Kata tohu sendiri berarti "kekosongan, kesia-siaan"; biasanya digunakan untuk menggambarkan padang gurun liar. Bohu tidak mempunyai arti jelas dan tampaknya dipakai untuk memberikan bunyi sajak yang memperkuat kata tohu.[5] "Tohu" digunakan seluruhnya 20 kali dalam Alkitab Ibrani dalam makna "kesia-siaan" atau "kehancuran total".[6] "Bohu" muncul hanya tiga kali dalam Alkitab Ibrani (Kejadian 1:2; Yesaya 34:11; Yeremia 4:23) -- selalu bersama-sama dengan kata "tohu" dan selalu mengutip dari Kejadian 1:2.[7] Pada Yeremia 4:23, nabi Yeremia memperingatkan Israel bahwa pemberontakan terhadap Allah akan membawa kepada kembalinya kegelapan dan kekacauan, "seakan-akan bumi dihancurkan menjadi sebelum penciptaan."[8] Tohu wa-bohu, "kekacauan" atau "chaos", merupakan kondisi yang berlawanan dengan bara, "pengaturan, pemberesan".[9] Rabbi Judah mengajarkan teori Akiva mengenai Tohu waBohu, menggambarkan Tohu sebagai sebuah garis hijau yang memutari dunia di mana kegelapan memancar, sedangkan Bohu adalah gumpalan batu-batu berlendir yang terbenam dalam Kedalaman (=Abyss) perdana dari mana semua air memancar ke luar.[10] Tohu waBohu juga dianggap sebagai dua dari 10 unsur fundamental yang digunakan Allah untuk menjabarkan struktur dasar alam semesta yang dikenal. Dalam bahasa Prancis modern, "tohu-bohu" digunakan sebagai suatu pepatah untuk "kebingungan" atau "kesimpang-siuran". Juga dalam bahasa Jerman percakapan, "Tohuwabohu" berarti "kebingunan besar"; "tohuvabohu" mempunyai makna yang sama dalam bahasa Estonia dan bahasa Hungaria. Kegelapan dan samudera rayaKegelapan dan "Samudera raya" atau "kedalaman" (bahasa Ibrani: תְהוֹם tehôm, Tehom) adalah dua dari tiga unsur "kekacauan" yang dinyatakan dalam tohu wa-bohu (yang ketiga adalah bumi yang tidak berbentuk). Dalam legenda kuno Sumeria, Enuma Elish, "Kedalaman" dipersonifikasikan dengan dewi Tiamat, musuh dewa Marduk;[9] di sini badan tak berbentuk dari air zaman purba menyelubungi bumi yang dapat didiami, kemudian akan dilepaskan padea waktu Air bah, ketika "semua sumber-sumber dari kedalaman besar menyembur ke luar: dari air yang berada di bawah bumi dan dari "tingkap-tingkap" di langit.[11] William Dumbrell mencatat bahwa rujukan kepada "kedalaman" pada ayat ini "menyiratkan detail kosmologi Timur Dekat kuno" di mana "suatu ancaman besar untuk pengaturan datang dari laut yang tak teratur dan kacau, di mana akhirnya dijinakkan oleh seorang dewa perwira." Dumbrell berpendapat bahwa Kejadian 1:2 "mencerminkan suatu karakteristik pergumulan kekacauan/pengaturan kosmologi kuno".[12] Roh Allah"Roh Allah" yang melayang-layang di atas air datang dari frasa bahasa Ibrani ruakh elohim, yang dapat pula diartikan "angin besar".[13] Victor Hamilton setuju dengan terjemahan "Roh Allah", tetapi tidak sependapat bahwa ini dapat diidentifikasikan dengan Roh Kudus pada teologi Kristen.[14] Rûakh (רוּחַ) dapat diartikan "angin, roh, napas," dan elohim dapat bermakna "besar, agung" maupun "Allah, ilah, dewa". Jadi, ruakh elohim yang melayang di atas "Kedalaman" dapat diartikan "angin/napas Allah" (angin ribut adalah napas Allah dalam Mazmur 18:16 dan bagian Alkitab lain, angin Allah kembali dalam kisah Air bah dalam artian Allah memulihkan bumi), atau "roh " Allah, suatu konsep yang agak kabur dalam Alkitab Ibrani, atau sekadar "angin topan besar".[15] AirSuatu komentari Yahudi mengenai Kitab Kejadian mengartikan "air" sebagai "plasma".[16] Lihat pulaReferensi
Daftar pustaka
Pustaka tambahan
Pranala luar
|