Isoniazid, atau isonikotinilhidrazida (INH), merupakan antibiotik yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis.[1] Obat ini digunakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap dengan beberapa obat lain antara lain rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin.[2]Untuk tuberkulosis yang bersifat laten, isoniazid digunakan sebagai agen tunggal.[1]Isoniazid juga dapat digunakan untuk mengobati infeksi Mycobacterium lainnya seperti M. avium, M. kansasii, dan M. xenopi.[1] Isoniazid diberikan dalam bentuk tablet dan diminum.[1]
Isoniazid pertama kali ditemukan pada tahun 1952.[5]Isoniazid masuk dalam Daftar Obat Esensial Organisasi Kesehatan Dunia.[6]Isoniazid tersedia dalam bentuk generik.[1] Biaya pengobatan dengan isoniazid di negara berkembang adalah sekitar US$ 0,60-4,75 per bulan.[7]Di Amerika Serikat biaya pengobatan selama sebulan kurang dari $25.[8] Di Indonesia, pengobatan untuk tuberkulosis ditanggung oleh pemerintah sepenuhnya dan pasien dapat berobat secara gratis.[9][10]
Indikasi
Tuberkulosis
Isoniazid umunya digunakan untuk mengobati tuberkulosis baik yang bersifat aktif maupun laten.Pada pasien yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis yang masih peka terhadap isoniazid, isoniazid efektif untuk mengobati tuberkulosis selama pasien patuh dengan pengobatan yang ditentukan.Namun, pada pasien yang resisten terhadap isoniazid, isoniazid tidak dapat digunakan karena tingkat kegagalan pengobatan yang tinggi.[11]
Mycobacterium non-TB
Isoniazid juga digunakan untuk pengobatan Mycobacterium avium dan digunakan bersamaan dengan rifampisin dan etambutol.[12]Isoniazid dapat mencegah sintesis asam mikolat pada M. avium sama seperti pada M. tuberculosis.[13] Walau tidak dapat membunuh bakteri M. avium, isoniazid dapat meningkatkan efektivitas pengobatan rifampisin. Hanya saja, setelah dikembangkan antibiotik golongan makrolida membuat penggunaan kombinasi obat tersebut menurun.[14]
Pasien tertentu
Isoniazid direkomendasikan untuk pasien TB aktif yang sedang hamil atau menyusui.[15]INH terdapat dalam ASI dengan kadar yang rendah dan tidak menimbulkan efek toksisitas, sehingga kemungkinan terjadinya efek samping pada bayi relatif rendah.Baik wanita hamil dan bayi yang disusui oleh ibu yang memakai INH harus mengonsumsi vitamin B6 dalam bentuk piridoksin untuk meminimalkan risiko kerusakan saraf perifer.[16]Vitamin B6 digunakan untuk mencegah defisiensi B6 yang disebabkan isoniazid dan neuropati pada pasien yang memiliki faktor risiko, seperti hamil, menyusui, infeksi HIV, alkoholisme, diabetes, gagal ginjal, atau kekurangan gizi.[17]
Pasien dengan gangguan hati berisiko lebih tinggi untuk mengalami hepatitis yang disebabkan oleh INH, sehingga memerlukan penyesuaian dosis.[15]
Kadar enzim hati dalam aliran darah harus sering diperiksa pada peminum alkohol, wanita hamil, pengguna narkoba suntik, pasien berusia di atas 35, dan pasien dengan penyakit hati kronis, gangguan ginjal berat, neuropati perifer, atau infeksi HIV karena mereka lebih berisiko mengalami hepatitis akibat penggunaan INH.[15][18]
Referensi
^ abcdefgh"Isoniazid". The American Society of Health-System Pharmacists. Diarsipkan dari asli tanggal 20 December 2016. Diakses tanggal 8 December 2016.
^"Treatment of isoniazid-resistant tuberculosis with first-line drugs: a systematic review and meta-analysis". Lancet Infect Dis. 17 (2): 223–234. February 2017. doi:10.1016/S1473-3099(16)30407-8. PMID27865891.
^Mdluli, K; Swanson, J; Fischer, E; Lee, R. E; Barry Ce, 3rd (1998). "Mechanisms involved in the intrinsic isoniazid resistance of Mycobacterium avium". Molecular Microbiology. 27 (6): 1223–33. doi:10.1046/j.1365-2958.1998.00774.x. PMID9570407. Pemeliharaan CS1: Nama numerik: authors list (link)
^Van Ingen, J; Egelund, E. F; Levin, A; Totten, S. E; Boeree, M. J; Mouton, J. W; Aarnoutse, R. E; Heifets, L. B; Peloquin, C. A (2012). "The pharmacokinetics and pharmacodynamics of pulmonary Mycobacterium avium complex disease treatment". American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 186 (6): 559–65. doi:10.1164/rccm.201204-0682OC. PMID22744719.
^Saukkonen, J.J.; Cohn, D.L.; Jasmer, R.M. (October 15, 2006). "An official ATS statement: hepatotoxicity of antituberculosis therapy". American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 174 (8): 935–952. doi:10.1164/rccm.200510-1666ST. PMID17021358.