Terdapat sedikit bukti sejarah tentang praktik homoseksual di antara masyarakat Muslim pada abad pertama dan paruh awal sejarah Islam (abad ke-7 M),[10] meskipun hubungan homoseks laki-laki dikenal[11] dan didiskriminasi, tetapi jarang dihukumi, di Jazirah Arab.[9] Pada saat yang sama, hubungan homoseksual dalam praktik umumnya ditoleransi dalam masyarakat Islam pra-modern,[2][9][11][10][12] dan catatan sejarah menunjukkan bahwa undang-undang pelarangan homoseksualitas jarang diterapkan, dan cenderung mengutamakan kasus-kasus pemerkosaan atau "pelanggaran yang sangat mencolok terhadap moral publik" lainnya.[10] Tema-tema homoerotisme dan pederastisme banyak muncul dalam puisi dan genre sastra lain yang ditulis dalam bahasa-bahasa utama dunia Muslim dari abad ke-8 M hingga era modern.[9][10][13][12] Konsepsi homoseks yang ditemukan dalam naskah klasik Islam lebih mirip dengan tradisi Yunani-Romawi kuno daripada pemahaman modern tentang orientasi seksual.[9][10][14]
Pada era modern, sikap publik terhadap homoseksualitas di dunia Muslim berubah drastis mulai dari abad ke-19 akibat penyebaran gerakan fundamentalis Islam seperti Salafisme dan Wahhabisme secara global.[15] Dunia Muslim juga dipengaruhi oleh gagasan seksual dan batasan norma yang berlaku di Eropa pada saat itu, dan hari ini, sejumlah negara mayoritas Muslim mempertahankan ketentuan pidana untuk tindakan homoseksual yang pertama kali diberlakukan di bawah pemerintahan kolonial Eropa.[15] Saat gerakan LGBT mendapatkan daya tarik di Eropa dan Barat, politikus fundamentalis Islam mengasosiasikan peradaban Barat dengan homoseksualitas dan "kerusakan moral".[16] Dalam masyarakat kontemporer, prasangka, kekerasan, dan diskriminasi anti-LGBT, juga peraturan perundang-undangannya, bertahan di sebagian besar dunia Muslim,[1] juga didukung dengan konservatisme sosial dan kebangkitan gerakan Islamisme baru-baru ini di beberapa negara.[15][17][18] Ada undang-undang yang melarang aktivitas homoseks di sejumlah besar negara mayoritas Muslim, yang menetapkan hukuman mati di beberapa negara.[19]
Sebagian besar negara mayoritas Muslim dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) telah menentang dukungan atas hak-hak LGBT baik di Majelis Umum atau Komisi HAM PBB. [1] Pada tahun 2008, 57 negara anggota PBB, kebanyakan di antara mereka mayoritas Muslim, mendukung pernyataan menentang hak-hak LGBT di Majelis Umum PBB.[20] Pada Mei 2016, sebuah kelompok yang terdiri dari 51 negara bagian mayoritas Muslim memblokade 11 organisasi gay dan transgender untuk menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi tentang Pemberantasan AIDS 2016.[21][22][23][24] Ada juga beberapa organisasi Muslim LGBT yang mendukung hak-hak LGBT, dan lainnya yang menganjurkan terapi konversi.[25]
Indonesia tidak memiliki hukum sodomi dan saat ini tidak mengkriminalisasi tindakan homoseksual di ranah privat dan nonkomersial pada dua orang dewasa yang saling suka, terkecuali di provinsi Aceh di mana homoseksualitas merupakan tindakan ilegal bagi umat Islam berdasarkan hukum Syariah Islam, dan dapat dihukum cambuk hingga penjara.[26] Indonesia tidak mengakui pernikahan sesama jenis.[27] Pada bulan Juli 2015, Kementerian Agama menyatakan bahwa di Indonesia ini sulit untuk melegalkan pernikahan Sesama Jenis, karena norma agama yang dianut secara kuat menentangnya.[28]Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menepis anggapan penerapan hukuman mati bagi pelaku hubungan sesama jenis, dengan alasan kebijakan tersebut mustahil dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia.[29]
^Siraj, Asifa (September 2012). ""I Don't Want to Taint the Name of Islam": The Influence of Religion on the Lives of Muslim Lesbians". Journal of Lesbian Studies. 16 (4: Lesbians, Sexuality, and Islam). Taylor & Francis: 449–467. doi:10.1080/10894160.2012.681268. PMID22978285.
^Worsnip, Patrick (December 18, 2008). "UN divided over gay rights". Reuters. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal March 21, 2019. Diakses tanggal June 1, 2021.