Hemolisis—dari bahasa Yunaniαἷμα (aima, haema, hemo-) berarti "darah" dan λύσις (lusis, lysis, -lysis) berarti "lepas", "menjadi bebas" atau "mengeluarkan"[1]—adalah pecahnya membraneritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutanhipotonis atau hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsurkimia tertentu, pemanasan atau pendinginan, serta rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutanNaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Penyebab Hemolisis
Hemolisis, yaitu penghancuran sel darah merah yang mengakibatkan pelepasan hemoglobin ke dalam plasma, dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang bersifat fisik maupun kimia. Beberapa penyebab utama hemolisis meliputi:[2][3]
Larutan Hipotonis atau Hipertonis Penambahan larutan dengan konsentrasi osmotik yang berbeda dapat menyebabkan perubahan volume sel eritrosit. Pada larutan hipotonis, sel eritrosit akan mengalami pembengkakan karena air masuk ke dalam sel, sedangkan pada larutan hipertonis, sel eritrosit akan mengkerut karena kehilangan air. Perubahan bentuk ini dapat menyebabkan kerusakan pada membran sel dan memicu hemolisis.
Kondisi Patologis Beberapa kondisi medis dapat meningkatkan risiko hemolisis, antara lain infeksi, anemia hemolitik autoimun, dan kelainan genetik seperti defisiensi enzim G6PD. Infeksi dapat mempengaruhi integritas sel darah merah, sedangkan pada anemia hemolitik autoimun, sistem kekebalan tubuh menyerang sel darah merah yang sehat. Faktor keturunan, seperti kelainan struktur hemoglobin (misalnya dalam kasus sickle cell anemia), juga dapat menyebabkan peningkatan kerusakan sel darah merah.
Prosedur Laboratorium Hemolisis dapat terjadi selama prosedur pengambilan darah atau pengolahan sampel darah di laboratorium. Penggunaan jarum yang terlalu kecil atau pengocokan sampel yang terlalu keras dapat menyebabkan kerusakan fisik pada sel darah merah, yang akhirnya mengarah pada hemolisis in vitro. Selain itu, penanganan sampel yang tidak tepat, seperti pemanasan atau pendinginan yang ekstrem, juga dapat memicu proses penghancuran sel darah merah.
Jika Anda ingin memeriksa artikel ini, Anda boleh menggunakan mesin penerjemah. Namun ingat, mohon tidak menyalin hasil terjemahan tersebut ke artikel, karena umumnya merupakan terjemahan berkualitas rendah.
Hemolisis pada darah. Sel darah merah tanpa (di kiri dan tengah) dan dengan (di kanan) hemolisis. Apabila 0.5% pun dari sel darah merahnya terhemolisis, hemoglobin yang terlepas akan menyebabkan serum ataupun plasma berwarna merah keputihan atau merah tua.[4] Perhatikan, bahwa sampel terhemolisis di gambar terlihat bening dan tidak kabur, karena sampelnya tidak terdapat sel-sel darah.
^Terjemahan dari bahasa Yunani ke Inggris, lalu ke Indonesia — An Intermediate Greek-English Lexicon Founded Upon The Seventh Edition Of Liddell And Scott's Greek-English Lexicon. Oxford University Press.