Dyah Lembu TalLembu Tal atau Sri Harsawijaya atau Mahisa Tal adalah Seorang Putra dari Mahisa Campaka dan cucu dari Mahisa Wong Ateleng putra Ken Dedes dengan Ken Arok, pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Singasari. Dyah Lembu Tal merupakan seorang Ksatria dan merupakan etnis Jawa dan bukan merupakan seorang perempuan. menurut Kitab Negarakertagama[1] Lembu tal adalah seorang Ksatria Yudha.[2][3] Lembu Tal Adalah Ayah dari Raden Wijaya Sang Raja Majapahit Pertama Asal-UsulMenurut Negarakertagama ,Kitab yang ditulis hingga selesai tahun 1365 M.Raden Wijaya memiliki ayah Dyah Lembu Tal yang dijuluki Sang Ksatria Yudha dan didharmakan dalam patung Buddha (lelaki) di candi Mireng.[4] Dalam Negarakertagama pupuh 46-47 juga dijelaskan Dyah Lembu Tal [5]adalah Bapa Baginda Nata atau bapak Raden Wijaya. Dalam Kidung Harsawijaya, Narasingamurti memiliki putra bernama Sri Harsawijaya yang juga bergelar nama Lembu Tal. Menurut Prasasti Kudadu [6]tahun 1294 , Lembu Tal adalah Anak Laki Laki /Suta Atmaja dari Narasingamurthi yang tertulis dalam kalimat : "narasinghamurtti suta atmaja" artinya : " Suta Atmaja (Putra/Anak Laki Laki) nya Narashinghamurtti" Dalam Naskah Wangsakerta , Dyah Lembu Tal dianggap sebagai perempuan dan menikah dengan raja dari Kerajaan Sunda.[7] Naskah ini dianggap palsu oleh sejarahwan.[8] Karena bertentangan dengan kitab dan prasasti era Majapahit maupun kerajaan sebelumnya. Serta Gelar "Dyah" dalam Jawa kuno umumnya hanya digunakan untuk laki laki bukan untuk perempuan. Naskah ini memuat banyak informasi lebih modern dari klaim tahun pembuatannya yang diperkirakan dibuat pada abad ke 19. Raja Majapahit tidak pernah berkunjung ke Pasundan. Padahal bila itu leluhurnya pasti pernah berkunjung kesana. Perbedaanya banyak ditemui pada candi era kerajaan Jawa yang berbeda coraknya dengan kerajaan Sunda, serta jarang terdapat percandian di Sunda, itupun tidak sebesar dan semegah candi-candi di kerajaan Jawa. Membuktikan sifat mereka tidak sama. Prasasti era Majapahit ditulis dengan bahasa Jawa Kuno. Prasasti era Sunda Galuh ditulis dengan bahasa Sunda Kuno. Prasasti Kudadu (1294 M) dan Negarakertagama (1365 M) dan Pararaton merupakan sumber sejarah yang valid dikarenakan ditulis pada tahun yang kuno bila dibandingkan dengan Naskah wangsakerta yang ditulis pada thn 1760 -1800. Bacaan terkait
Referensi
|