Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Blongket

Asal-usul dan Konsep Blongket

Blongket merupakan salah satu bentuk inovasi tekstil tradisional Palembang yang lahir dari keinginan untuk mempertahankan sekaligus memperbarui tradisi. Istilah blongket sendiri berasal dari singkatan Blongsong Limar Songket. Nama ini sudah memberi gambaran jelas mengenai konsep dasar yang mendasarinya: sebuah upaya menggabungkan dua warisan tekstil, yaitu blongsong yang dikenal sederhana dan ringan, dengan songket yang mewah dan sarat makna simbolik.

Pada dasarnya, blongsong merupakan kain tenun Palembang dengan motif tajung atau sarung yang penggunaannya lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari maupun upacara adat tertentu. Namun, seiring perkembangan selera masyarakat dan tuntutan estetika, muncul kebutuhan untuk memperkaya blongsong agar mampu menyaingi popularitas songket yang lebih dikenal luas. Dari sinilah lahir inovasi berupa penggabungan teknik dasar tenun blongsong dengan ornamen khas songket. Hasilnya adalah blongket, sebuah kain baru yang tidak hanya mempertahankan identitas lama, tetapi juga menawarkan daya tarik visual yang lebih gemerlap. Dengan kata lain, blongket dapat dipandang sebagai simbol pertemuan antara tradisi dan inovasi: tetap berakar pada budaya lama, tetapi berani bertransformasi demi relevansi pada masa kini.[1]

Teknik Pembuatan dan Karakteristik Motif

Blongket memiliki keunikan yang sangat menonjol pada aspek teknik dan motif. Proses pembuatannya masih menggunakan dasar teknik tenun blongsong, yang dicirikan oleh pola tenun sederhana dan keteraturan benang. Namun, pada tahap berikutnya kain ini diperkaya dengan ornamen benang emas atau perak yang biasanya hanya ditemui pada songket. Hal ini membuat permukaan blongket tampak lebih bercahaya, mendekati kemewahan songket, tetapi tetap menyimpan kesan ringan dari blongsong.

Dari segi motif, blongket tidak lagi terbatas pada pola tajung seperti blongsong tradisional. Motif yang digunakan cenderung mengambil inspirasi dari songket, bahkan sampai meniru pola populer seperti motif Gajah Mada. Perubahan ini menjadikan blongket berada di antara dua dunia: tidak sepenuhnya blongsong, tetapi juga tidak sepenuhnya songket. Ia menjadi sebuah genre kain hibrida yang berdiri di atas warisan tetapi dengan identitas baru.

Sejak tahun 2016, perkembangan blongket semakin signifikan dengan masuknya teknik cukit emas. Teknik ini awalnya dikenal sebagai salah satu ciri khas pembuatan songket mewah, di mana benang emas ditambahkan dengan detail tertentu untuk mempertegas motif. Ketika diaplikasikan ke dalam blongket, cukit emas memberikan sentuhan baru: motif lebih kompleks, tekstur lebih dinamis, dan kesan visual lebih berkelas. Kehadiran teknik ini tidak hanya meningkatkan nilai estetika, tetapi juga menjadikan blongket sebagai bukti nyata bahwa tekstil tradisional mampu beradaptasi dengan inovasi teknik.[1]

Fungsi Kontemporer dan Nilai Budaya

Blongket pada awalnya mengikuti fungsi blongsong, yaitu sebagai kain sarung dan selendang yang digunakan dalam aktivitas adat maupun sosial. Namun, dalam perkembangannya, peran blongket semakin meluas seiring dengan keterlibatan para perajin dan desainer modern. Kain ini kini tidak hanya terbatas pada fungsi tradisional, tetapi juga diolah menjadi berbagai jenis busana kontemporer seperti blazer, celana, gaun, hingga pakaian kasual bernuansa etnik. Dengan demikian, blongket menjadi salah satu media penting dalam menghubungkan warisan tradisi dengan gaya hidup modern.

Nilai budaya blongket tidak hanya terletak pada fisik kainnya, tetapi juga pada makna simbolis di balik proses penciptaannya. Ia merepresentasikan kreativitas masyarakat Palembang dalam menjaga tradisi tanpa menutup diri dari perkembangan zaman. Melalui blongket, kita dapat melihat bagaimana kain tradisional bukanlah artefak statis yang hanya disimpan di museum, melainkan sesuatu yang hidup, berkembang, dan terus beradaptasi.

Lebih jauh lagi, kehadiran blongket juga membuka peluang ekonomi bagi perajin lokal. Dengan inovasi ini, mereka mampu menawarkan produk yang segar dan unik di pasar tekstil tradisional, baik dalam negeri maupun mancanegara. Dengan daya tarik visual dan fleksibilitas penggunaannya, blongket berpotensi menjadi ikon baru tekstil Palembang yang menegaskan bahwa warisan budaya tidak hanya dipelihara, tetapi juga diberdayakan untuk menjawab tantangan masa kini.[1]

  1. ^ a b c "Wayback Machine". ojs.fkip.ummetro.ac.id. Diakses tanggal 2025-08-30.
Kembali kehalaman sebelumnya