Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Banua Toru

Banua Toru atau adalah istilah dalam kosmologi tradisional masyarakat Batak Toba yang merujuk pada dunia bawah atau alam di bawah permukaan bumi. Konsep ini merupakan bagian dari struktur kosmologi Batak yang membagi alam semesta menjadi tiga lapisan, yaitu Banua Ginjang (dunia atas), Banua Tonga (dunia tengah), dan Banua Toru (dunia bawah).[1]

Kosmologi

Bendera Batak terdiri dari tiga warna utama: putih, merah, dan hitam. Ketiga warna ini bukan hanya simbol budaya, tetapi juga merepresentasikan tiga lapisan dunia dalam kosmologi Batak. Putih (Banua Ginjang), Merah (Banua Tonga), Hitam (Banua Toru).

Dalam kepercayaan Batak Toba, Banua Toru merupakan tempat berdiamnya makhluk halus, arwah leluhur, dan entitas gaib, termasuk sosok mitologis bernama Naga Padoha, seekor naga raksasa yang diyakini tinggal di alam bawah. Banua Toru dipandang sebagai wilayah yang berada di luar jangkauan manusia biasa dan memiliki kekuatan supranatural.

Ketiga lapisan dunia dalam kosmologi Batak dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Banua Ginjang: dunia atas, tempat para dewa dan makhluk ilahi.
  • Banua Tonga: dunia tengah, tempat kehidupan manusia berlangsung
  • Banua Toru: dunia bawah, tempat kekuatan gelap dan roh-roh tak terlihat bersemayam.

Makna Simbolik dan Arsitektur

Dalam konteks arsitektur tradisional Batak Toba, konsep Banua Toru tercermin pada bagian kolong rumah adat (rumah Bolon). Ruang ini biasanya digunakan untuk menyimpan peralatan pertanian atau sebagai kandang ternak. Meskipun berfungsi praktis, kolong rumah juga memiliki makna simbolis sebagai penghubung antara manusia dan dunia bawah, mencerminkan filosofi kosmologis yang diyakini masyarakat.[1]

Fungsi Kultural

Banua Toru tidak hanya dimaknai sebagai tempat bersemayam roh-roh, tetapi juga berperan penting dalam praktik adat dan ritus spiritual. Dalam beberapa upacara, kekuatan dari Banua Toru dipanggil atau dihindari, tergantung pada jenis ritual yang dilakukan. Konsep ini menggambarkan bagaimana masyarakat Batak memandang hubungan yang seimbang antara dunia atas, dunia manusia, dan dunia bawah.[1]

Referensi

  1. ^ a b c "Jejak Batak, Siraja Batak – BPODT – Badan Pelaksana Otorita Danau Toba". bpodt.kemenpar.go.id. Diakses tanggal 2025-06-10.


Kembali kehalaman sebelumnya