Severity: Notice
Message: Undefined offset: 1
Filename: infosekolah/leftmenudasboard.php
Line Number: 33
Line Number: 34
Dalam trigonometri, aturan sinus, rumus sinus, atau hukum sinus adalah sebuah persamaan yang memperbandingan panjang sisi-sisi segitiga terhadap sinus sudut-sudutnya. Aturan ini menyatakan bahwa a sin α = b sin β = c sin γ = 2 R , {\displaystyle {\frac {a}{\sin {\alpha }}}\,=\,{\frac {b}{\sin {\beta }}}\,=\,{\frac {c}{\sin {\gamma }}}\,=\,2R,} dengan a, b, dan c menyatakan panjang-panjang sisi dari segitiga, dan α, β, dan γ adalah besar sudut-sudut yang menghadap sisi-sisi tersebut (lihat gambar sebagai ilustrasi), sedangkan R adalah radius dari lingkaran luar segitiga. Jika radius lingkaran tidak digunakan, aturan sinus terkadang dinyatakan dalam bentuk sin α a = sin β b = sin γ c . {\displaystyle {\frac {\sin {\alpha }}{a}}\,=\,{\frac {\sin {\beta }}{b}}\,=\,{\frac {\sin {\gamma }}{c}}.} Aturan sinus berguna untuk menghitung sisi yang belum diketahui dari suatu segitiga apabila besar dua sudut dan panjang satu sisinya diketahui. Ini adalah masalah yang umum terjadi ketika melakukan triangulasi. Rumus ini juga dapat digunakan bila diketahui panjang dua sisi dan besar sudut yang tak diapit kedua sisi tersebut. Dalam kasus ini, data mungkin tidak dapat menghasilkan segitiga yang unik, sehingga rumus dapat memberikan dua nilai yang mungkin untuk sudut yang diapit. Aturan sinus juga dapat dipakai untuk menghitung jari-jari lingkaran luar segitiga.
Aturan sinus adalah salah satu dari dua persamaan trigonometrik yang umum digunakan untuk menentukan besar panjang dan sudut pada segitiga, persamaan lain yang digunakan adalah aturan kosinus.
Aturan sinus dapat diperumum ke dimensi yang lebih tinggi, yakni pada permukaan dengan kurvatur yang bernilai konstan.[1]
Hukum sinus bagi segitiga yang terletak pada bola ditemukan pada abad ke-10. Penemuan ini banyak diatribusikan kepada Abu-Mahmud Khojandi, Abul Wafa Muhammad Al Buzjani, Nashiruddin ath-Thusi, dan Abu Nashr Mansur.[2]
Pada abad ke-11, buku Ibn Muʿādh al-Jayyānī' mengandung hukum sinus secara umum.[3][4] Hukum sinus pada bidang [datar] kemudian dinyatakan oleh Nashiruddin ath-Thusi pada abad ke-13.[4] Dalam karyanya Tentang Gambar Sektor, ia menuliskan hukum sinus untuk bidang datar dan untuk permukaan bola, dan memberikan rumus untuk kedua hukum ini.[5]
Pada abad ke-15, matematikawan Jerman Regiomontanus menggunakan hukum sinus sebagai fondasi solusi tentang masalah yang berkaitan dengan segitiga siku-siku. Solusi yang tertulis pada Buku IV-nya pada gilirannya menjadi dasar solusi masalah yang berkaitan dengan segitiga secara umum.[6]
Perhatikan segitiga dengan sisi a, b, dan c, dan sudut yang berhadapan A, B, dan C. Tarik garis tinggi h dari sudut C ke sisi c sehingga segitiga ABC terbagi menjadi dua segitiga siku-siku.
Dapat diamati bahwa:
Dari persamaan tersebut, dapat diturunkan dua bentuk dari h
sehingga diperoleh
Memperlakukan garis tinggi dari sudut A dengan cara yang sama, kemudian akan diperoleh:
Ketika menggunakan aturan sinus untuk menentukan panjang sisi suatu segitiga, kasus ambigu dapat terjadi ketika terdapat dua segitiga dapat dibuat dari informasi yang diketahui (dengan kata lain, akan menghasilkan dua solusi berbeda). Kasus ini mungkin saja terjadi karena ada dua nilai sudut yang benar antara 0° dan 180° yang memiliki nilai sinus yang sama.
Untuk sembarang segitiga, kasus ambigu terjadi apabila kondisi-kondisi berikut terpenuhi:
Jika semua kondisi tersebut terpenuhi, maka sudut β dan β′ menghasilkan dua segitiga yang valid tapi berbeda, mengartikan dua persamaan berikut benar: γ ′ = arcsin c sin α a atau γ = π − arcsin c sin α a . {\displaystyle {\gamma }'=\arcsin {\frac {c\sin {\alpha }}{a}}\quad {\text{atau}}\quad {\gamma }=\pi -\arcsin {\frac {c\sin {\alpha }}{a}}.} Dari persamaan di atas, dapat ditentukan besar sudut β dan panjang sisi b, atau besar sudut β′ dan panjang sisi b′, jika diperlukan.
Diberikan informasi: panjang sisi a = 20, sisi c = 24, dan sudut γ = 40°, sedangkan nilai sudut α ingin dicari. Menggunakan aturan sinus, disimpulkan bahwa sin α 20 = sin ( 40 ∘ ) 24 . {\displaystyle {\frac {\sin \alpha }{20}}={\frac {\sin(40^{\circ })}{24}}.} Sehingga dengan menggunakan invers dari fungsi sinus, arcsinus, didapatkan α = arcsin ( 20 sin ( 40 ∘ ) 24 ) ≈ 32.39 ∘ . {\displaystyle \alpha =\arcsin \left({\frac {20\sin(40^{\circ })}{24}}\right)\approx 32.39^{\circ }.} Solusi lain dari arcsin adalah nilai α = 147.61°. Namun ini tidak digunakan karena akan menghasilkan solusi dengan total sudut segitiga α + β + γ > 180°.
Pada identitas a sin α = b sin β = c sin γ , {\displaystyle {\frac {a}{\sin {\alpha }}}={\frac {b}{\sin {\beta }}}={\frac {c}{\sin {\gamma }}},} ketiga pecahan tersebut memiliki nilai yang sama dengan panjang diameter dari lingkaran luar segitiga. Bukti mengenai hal ini dapat ditelusuri sampai ke Ptolemy.[7][8]
Seperti terlihat pada gambar, misalkan ada sebuah lingkaran yang memuat segitiga △ A B C {\displaystyle \triangle ABC} , dan memuat segitiga lain △ A D B {\displaystyle \triangle ADB} yang sisinya melewati pusat lingkaran O.[nb 1] Sudut ∠ A O D {\displaystyle \angle AOD} memiliki sudut pusat sebesar 180 ∘ {\displaystyle 180^{\circ }} , sehingga sudut ∠ A B D = 90 ∘ {\displaystyle \angle ABD=90^{\circ }} . Karena merupakan segitiga siku-siku, pada segitiga △ A B D {\displaystyle \triangle ABD} berlaku sin δ = depan miring = c 2 R , {\displaystyle \sin {\delta }={\frac {\text{depan}}{\text{miring}}}={\frac {c}{2R}},}
dengan R = d 2 {\textstyle R={\frac {d}{2}}} adalah jari-jari dari lingkaran yang memuat segitiga.[8] Sudut γ {\displaystyle {\gamma }} dan δ {\displaystyle {\delta }} memiliki sudut pusat yang sama, sehingga besar sudut mereka sama: γ = δ {\displaystyle {\gamma }={\delta }} . Maka disimpulkan, sin δ = sin γ = c 2 R . {\displaystyle \sin {\delta }=\sin {\gamma }={\frac {c}{2R}}.} Dengan menyusun kembali suku-suku, dihasilkan 2 R = c sin γ . {\displaystyle 2R={\frac {c}{\sin {\gamma }}}.} Proses di atas dapat diulangi dengan membentuk △ A D B {\displaystyle \triangle ADB} yang berbeda, sehingga menghasilkan persamaan
a sin α = b sin β = c sin γ = 2 R . {\displaystyle {\frac {a}{\sin {\alpha }}}={\frac {b}{\sin {\beta }}}={\frac {c}{\sin {\gamma }}}=2R.}
Menggunakan notasi yang sama dengan bagian sebelumnya, luas dari segitiga △ A B C {\displaystyle \triangle ABC} adalah L = 1 2 a b sin γ {\textstyle L={\frac {1}{2}}ab\sin \gamma } , dengan γ {\displaystyle \gamma } adalah sudut yang diapit oleh sisi a dan b. Mensubtitusi aturan sinus pada persamaan luas segitiga menghasilkan[9] L = 1 2 a b ⋅ c 2 R = a b c 4 R . {\displaystyle L={\frac {1}{2}}ab\cdot {\frac {c}{2R}}={\frac {abc}{4R}}.} Dapat ditunjukkan bahwa persamaan tersebut mengimplikasikan a b c 2 L = a b c 2 s ( s − a ) ( s − b ) ( s − c ) = 2 a b c ( a 2 + b 2 + c 2 ) 2 − 2 ( a 4 + b 4 + c 4 ) , {\displaystyle {\begin{aligned}{\frac {abc}{2L}}&={\frac {abc}{2{\sqrt {s(s-a)(s-b)(s-c)}}}}\\[6pt]&={\frac {2abc}{\sqrt {{(a^{2}+b^{2}+c^{2})}^{2}-2(a^{4}+b^{4}+c^{4})}}},\end{aligned}}} dengan s {\displaystyle s} adalah panjang setengah keliling segitiga, yakni s = a + b + c 2 . {\textstyle s={\frac {a+b+c}{2}}.} Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi rumus Heron untuk menghitung luas segitiga.
Aturan sinus juga dapat digunakan untuk menghasilkan rumus berikut untuk menghitung luas lingkaran. Dengan menyatakan S = sin A + sin B + sin C 2 {\textstyle S={\frac {\sin A+\sin B+\sin C}{2}}} , dapat ditunjukkan[10]
T = 4 R 2 S ( S − sin A ) ( S − sin B ) ( S − sin C ) {\displaystyle T=4R^{2}{\sqrt {S\left(S-\sin A\right)\left(S-\sin B\right)\left(S-\sin C\right)}}}
Dalam geometri hiperbolik dengan kurvatur bernilai −1, aturan sinus berubah menjadi sin A sinh a = sin B sinh b = sin C sinh c . {\displaystyle {\frac {\sin A}{\sinh a}}={\frac {\sin B}{\sinh b}}={\frac {\sin C}{\sinh c}}\,.} Pada kasus khusus dengan B berupa sudut siku-siku, dihasilkan sin C = sinh c sinh b {\displaystyle \sin C={\frac {\sinh c}{\sinh b}}} yang mirip dengan rumus pada geometri Euklides, yang menyatakan sinus sebagai perbandingan panjang sisi berlawanan dengan sisi hipotenusa.
Aturan sinus pada permukaan bola memberikan hubungan trigonometrik pada segitiga yang sisi-sisinya berupa lingkaran besar.
Misalkan radius dari bola adalah 1. Misalkan pula a, b, dan c adalah panjang dari segmen-segmen lingkaran besar yang menjadi sisi-sisi segitiga. Karena bola berupa bola satuan, panjang a, b, dan c sama dengan besar-besar sudut (dalam radian) dari pusat bola, yang membentuk segmen-segmen lingkaran besar. Misalkan juga A, B, dan C adalah sudut-sudut yang berhadapan dengan masing-masing sisi segitiga. Aturan sinus pada permukaan bola menyatakan bahwa sin A sin a = sin B sin b = sin C sin c . {\displaystyle {\frac {\sin A}{\sin a}}={\frac {\sin B}{\sin b}}={\frac {\sin C}{\sin c}}.}
Pada permukaan secara umum, fungsi sinus dapat diperumum sebagai berikut: sin K x = x − K x 3 3 ! + K 2 x 5 5 ! − K 3 x 7 7 ! + ⋯ . {\displaystyle \sin _{K}x=x-{\frac {Kx^{3}}{3!}}+{\frac {K^{2}x^{5}}{5!}}-{\frac {K^{3}x^{7}}{7!}}+\cdots .} yang nilainya juga bergantung kurvatur K di posisi x {\displaystyle x} berada. Aturan sinus pada permukaan kurvatur bernilai konstan K menyatakan bahwa[1] sin A sin K a = sin B sin K b = sin C sin K c . {\displaystyle {\frac {\sin A}{\sin _{K}a}}={\frac {\sin B}{\sin _{K}b}}={\frac {\sin C}{\sin _{K}c}}\,.} Mensubtitusi nilai K = 0, K = 1, dan K = −1, secara berurutan akan menghasilkan aturan sinus pada permukaan Euklides, bola, dan hiperbolik, yang dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya. Misalkan pK(r) menyatakan keliling lingkaran berdiameter r pada ruang dengan kurvatur konstan K. Maka pK(r) = 2π sinK r. Akibatnya, aturan sinus juga dapat ditulis ulang sebagai: sin A p K ( a ) = sin B p K ( b ) = sin C p K ( c ) . {\displaystyle {\frac {\sin A}{p_{K}(a)}}={\frac {\sin B}{p_{K}(b)}}={\frac {\sin C}{p_{K}(c)}}\,.} Rumus ini ditemukan oleh János Bolyai.[11]