Nasabnya Abu Muhammad Al-Hajjaj Kulaib bin Yusuf bin al-Hakam bin Abi Aqil bin Mas'ud bin Amir bin Mu'tab bin Malik bin Ka'ab bin Amr bin Saad bin Auf bin Tsaqif bin Munabbih bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Ailan bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan ats-Tsaqafi.[2] Ia menguasai wilayah Irak selama 20 tahun.
Hajjaj bin Yusuf mati karena sakit pada 95 H / 714 M, 15 hari setelah memenggal kepala seorang Tabiin bernama Said bin Jubair, karena menolak mendukung Pemerintahan Umayyah.[1] Said mendoakan kematian bagi Hajjaj, “Ya Allah jangan engkau beri kesempatan ia melakukannya atas orang lain setelah aku.”[4]
Dialog Hajjaj dan Said dikenal luas dalam sejarah konflik penguasa dan ulama yang melawannya. Saat Sa’id berada di hadapan Hajjaj, dengan pandangan penuh kebencian Hajjaj bertanya,
“Siapa namamu?”
“Sa’id (bahagia) bin Jubair (perkasa).” Jawab Sa’id.
“Yang benar engkau adalah Syaqi (celaka) bin Kasir (lumpuh).” Ucap Hajjaj.
“Ibuku lebih mengetahui namaku daripada engkau.” Kata Sa’id.
Hajjaj, “Bagaimana pendapatmu tentang Muhammad?”
Sa’id, “Apakah yang engkau maksud Muhammad bin Abdullah?”
Hajjaj, “Benar.”
Sa’id, “Manusia utama di antara keturunan Adam dan nabi yang terpilih. Yang terbaik di antara manusia yang hidup yang paling mulia di antara yang telah mati. Beliau telah mengemban risalah dan menyampaikan amanat, beliau telah menyampaikan nasihat Allah, kitab-Nya, bagi seluruh kaum muslimin secara umum dan khusus.”
Hajjaj, “Bagaimana pendapatmu tentang Abu Bakar?”
Sa’id, “Ash-Shidiq khalifah Rasulullah. Beliau wafat dengan terpuji dan hidup dengan bahagia. Beliau mengambil tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa mengubah ataupun mengganti sedikitpun darinya.”
Hajjaj, “Bagaimana pendapatmu tentang Umar?”
Sa’id, “Beliau adalah Al-Faruq, dengannya Allah membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Beliau adalah manusia pilihan Allah dan rasul-Nya, beliau melaksanakan dan mengikuti jejak kedua pendahulunya, maka dia hidup terpuji dan mati sebagai syuhada.”
Hajjaj, “Bagaimana dengan Ustman?”
Sa’id, “Beliau yang membekali pasukan ‘Usrah dan meringankan beban kaum muslimin dengan membeli sumur ‘Ruumah’ dan membeli rumah untuk dirinya di surga. Beliau adalah menantu Rasulullah atas dua orang putri beliau dan dinikahkan karena wahyu dari langit, lalu terbunuh di tangan orang zhalim.”
Hajjaj, “Bagaimana dengan Ali?”
Sa’id, “Beliau adalah putra paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pemuda pertama yang memeluk Islam. Beliau adalah suami Fatimah Az-Zahrah putri Rasulullah, ayah dari Hasan dan Husein yang merupakan dua pemimpin pemuda ahli surga.”
Hajjaj, “Khalifah yang mana dari Bani Umayyah yang paling kau sukai?”
Sa’id, “Yang paling diridhai Pencipta mereka.”
Hajjaj, “Manakah yang paling diridhai Rabb-nya?”
Sa’id, “Ilmu tentang itu hanyalah diketahui oleh Yang Maha Mengetahui yang zhahir dan yang tersembunyi.”
Hajjaj, “Bagaimana pendapatmu tentang diriku?”
Sa’id, “Engkatu lebih tahu tentang dirimu sendiri.”
Hajjaj, “Aku ingin mendengar pendapatmu.”
Sa’id, “Itu akan menyakitkan dan menjengkelkanmu.”
Hajjaj, “Aku harus tahu dan mendengarnya darimu.”
Sa’id, “Yang kuketahui, engkau telah melanggar Kitabullah, engkau mengutamakan hal-hal yang kelihatan hebat padahal justru membawamu ke arah kehancuran dan menjerumuskanmu ke neraka.”
Hajjaj, “Kalau begitu, demi Allah aku akan membunuhmu.”
Sa’id, “Bila demikian, maka engkau merusak duniaku dan aku merusak akhiratmu.”
Hajjaj, “Pilihlah bagi dirimu cara-cara kematian yang engkau sukai.”
Sa’id, “Pilihlah sendiri wahai Hajjaj. Demi Allah untuk setiap cara yang engkalu lakukan, Allah akan membalasmu dengan cara yang setimpal di akhirat nanti.”
Hajjaj, “Tidakkah engkau menginginkan ampunanku?”
Sa’id, “Ampunan itu hanyalah dari Allah, sedangkan engkau tak punya ampunan dan alasan lagi di hadapan-Nya.”
Hajjaj semakin murka. Algojonya diperintahkan, “Siapkan pedang dan alasnya!”
Sa’id bin Jubair kemudian tersenyum.
Hajjaj, “Mengapa engkau tersenyum?”
Sa’id, “Aku takjub atas kecongkakanmu terhadap Allah dan kelapangan Allah terhadapmu.”
Hajjaj, “Bunuh dia sekarang!”
Sa’id, (menghadap kiblat sambil membaca firman Allah), “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,” (Al-An’am: 79).
Hajjaj, “Palingkan dia dari kiblat!”
Sa’id, (membaca firman Allah Ta’ala), “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah,” (Al-Baqarah: 115).
Hajjaj, “Sunggkurkan dia ke tanah!”
Sa’id, (membaca firman Allah Ta’ala), “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain,” (Thaha: 55).
Hajjaj, “Sembelihlah musuh Allah ini! Aku belum pernah menjumpai orang yang suka berdalih dengan ayat-ayat Allah seperti dia.”
Said lalu mendoakan kematian bagi Hajjaj, “Ya Allah jangan engkau beri kesempatan ia melakukannya atas orang lain setelah aku.”[4]