Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Ronggeng Melayu


Ronggeng Melayu merupakan kesenian tari Melayu di Tanah Deli (Kota Medan dan beberapa kota di Sumatera Utara). Seni tari ini merupakan penggabungan dari beberapa unsur seni selain seni tari seperti nyanyian, musik, dan pantun. Ronggeng Melayu sempat dikatakan "mati suri" karena adanya penggusuran pemukiman seniman ronggeng pada 1992 dan kembali digerakkan pada 2015. Sejarah Ronggeng Melayu telah ada sejak adanya orang Melayu di Sumatera Utara, ribuan tahun sebelum masehi. Dikenal sebagai Ronggeng (sebelumnya dikenal sebagai Joget) setelah adanya pengaruh penduduk Jawa yang dibawa ke Sumatera oleh Kolonial Belanda.[1]

Sejarah

Ronggeng Masa Hindu Budha

Tradisi ronggeng diperkirakan muncul sejak abad ke-14 pada masa Hindu-Buddha, yang dibuktikan dengan relief di Candi Borobudur yang menggambarkan tarian berpasangan. Ronggeng Melayu dan Ronggeng Jawa memiliki kesamaan, yaitu penarinya terdiri dari laki-laki dan wanita, serta penggunaan kain selendang sebagai pelengkap busana. Pada masa awal kemunculannya, Ronggeng Melayu masih mengandung unsur animisme dan dinamisme dalam syairnya, yang bermakna penyembahan terhadap penguasa laut. Perbedaan antara Ronggeng Jawa dan Ronggeng Melayu terletak pada gerakan, di mana Ronggeng Jawa cenderung lebih erotis, sementara Ronggeng Melayu lebih menonjolkan seni berbalas pantun yang dilakukan secara spontan.[1]

Ronggeng Melayu Pengaruh Islam

Kesenian Ronggeng Melayu mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam berbagai aspeknya. Penggunaan istilah Islami seperti "bismillah" menjadi pembuka pertunjukan. Tata busana penari pun mencerminkan budaya Islam, dengan penari wanita mengenakan pakaian kurung Melayu dan penari pria memakai baju muslim serta peci. Makna dalam pantun yang dilantunkan juga mengandung ajaran Islam. Dalam pertunjukannya, penari laki-laki dan wanita tidak diperbolehkan bersentuhan, sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan, alat musik yang digunakan, Gendang Melayu, memiliki kemiripan dengan alat musik Islam, Rebana. Dengan demikian, kebudayaan Islam menjadi identitas yang melekat dalam kesenian Ronggeng Melayu.

Ronggeng Melayu Masa Kolonialisme

Beberapa penulis berpendapat bahwa Ronggeng terpengaruhi oleh musik serta tarian Portugis pada abad ke-16, dengan akar budaya Melayu pra-Islam. Kolonialisme tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga pada kesenian. Ada pandangan bahwa tarian pergaulan Portugis memiliki kemiripan dengan Ronggeng Melayu dalam gerakan tangan dan hentakan kaki, serta penggunaan alat musik seperti akordion, gendang, dan biola.

Ronggeng Melayu Masa Kemerdekaan

Pada tahun 1950-an, muncul kesenian joget modern yang sejenis dengan Ronggeng Melayu. Pada masa ini, terjadi perkembangan dalam penggunaan alat musik Ronggeng Melayu dengan masuknya alat-alat musik Barat. Kesenian Ronggeng Melayu terus berkembang dan melakukan banyak pementasan.

Referensi

  1. ^ a b Namira, Namira (2020-01-01). "Rekonstruksi Ronggeng Melayu DI Sumatera Utara (1992-2016)". SEUNEUBOK LADA: Jurnal ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan.
Kembali kehalaman sebelumnya