Legomoro
Legomoro adalah makanan khas Kotagede, Yogyakarta, yang terbuat dari ketan, daging ayam, dan dibungkus daun pisang, mirip dengan lemper, tetapi cara membungkusnya berbeda. Legomoro dibungkus daun pisang dan diikat dengan tali bambu yang disebut tutus, biasanya dua hingga tiga tutus. Nama "legomoro" berasal dari bahasa Jawa, "lego" yang berarti lega dan "moro" yang berarti datang, sehingga secara keseluruhan bermakna "kedatangan yang membawa kelegaan".[1] Asal-usulKotagede, bekas pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, dikenal sebagai kawasan yang kaya akan warisan budaya, mulai dari arsitektur bangunan, seni kerajinan, hingga berbagai sajian kuliner yang sarat makna filosofis. Salah satu contoh kuliner legendaris dari daerah ini adalah legomoro.Istilah legomoro sendiri terdiri dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu lego yang berarti ‘lega’, dan moro yang berarti ‘datang’. Jika digabungkan, kata ini dapat diartikan sebagai ‘kedatangan yang membawa kelegaan hati’.Menurut tradisi, legomoro merupakan salah satu hantaran wajib dari pihak mempelai pria kepada mempelai wanita. Hidangan ini menyiratkan makna bahwa kedatangan mempelai pria untuk meminang dilandasi oleh keikhlasan dan perasaan lega yang tulus.[2] BahanPada proses pengolahan beras ketan, diperlukan tahap pendahuluan berupa perendaman dalam air. Perendaman ini bertujuan untuk mempersingkat waktu pemasakan, melunakkan lapisan luar biji ketan, serta menghasilkan tekstur yang lebih legit. Selain beras ketan, bahan cair juga memegang peranan penting dalam pembuatan legomoro. Cairan yang digunakan terdiri dari santan, dengan takaran air dan kelapa yang disesuaikan agar santan yang dihasilkan lebih maksimal. Misalnya, untuk resep dengan kebutuhan santan 150 cc, digunakan air sebanyak 100 cc, mengingat kandungan air alami dari kelapa sebesar kurang lebih 50 cc. Disarankan untuk menggunakan air hangat dalam proses pemerasan guna mendapatkan santan dengan jumlah dan kekentalan yang lebih baik.[3] Proses pemerasan santan dilakukan secara bertahap, di mana perasan pertama dan kedua menghasilkan santan kental, sedangkan perasan selanjutnya menghasilkan santan dengan tingkat kekentalan yang lebih rendah. Agar santan tidak pecah selama proses pemasakan, disarankan untuk mengaduk santan secara terus-menerus hingga mendidih dengan api kecil. Penambahan garam, sedikit gula pasir, dan daun pandan juga digunakan untuk memberikan cita rasa gurih dan aroma harum pada ketan yang diolah.[3] Ciri khasLegomoro memiliki karakteristik khusus dan tidak dijumpai pada daerah lain. Keunikan legomoro terlihat dari bentuk, teknik pembungkusannya, serta penggunaan alat pengikat dari bahan alami berupa tali bambu dan semat.Komposisi legomoro terdiri atas empat unsur pokok, yakni bahan utama berupa ketan, bahan isian berupa abon, bahan pembungkus dari daun pisang, serta bahan pengikat dari tali bambu.[3] FungsiDalam tradisi yang dahulu berkembang di Kotagede, legomoro digunakan sebagai simbol penerimaan lamaran. Pihak calon mempelai yang dilamar biasanya menerima legomoro sebagai bentuk tanda persetujuan. Setelah kesepakatan dicapai, pihak keluarga calon mempelai yang menerima lamaran juga akan mengirimkan kembali hantaran legomoro sebagai jawaban resmi atas lamaran tersebut.[4] Rujukan
|