Prasasti ini pertama kali dibaca oleh Stutterheim dengan bantuan Djajaningrat (1936), dan dikomentari dan diteliti ulang oleh banyak ahli sejarah dan epigrafi, antara lain de Casparis (1975), Marrison (1951), van der Molen (2007), serta Guillot dan Kalus (2008). Prasasti ini dianggap penting antara lain karena memperlihatkan bentuk terawal dari syair Melayu pada abad ke-14; jauh lebih tua dari pendapat yang merujuk pada karya-karya Hamzah Fansuri pada abad ke-16.
Prasasti Minye Tujoh
Alihaksara
Terjemahan bebas
hijrat nabi mungstapa yang prasaddha
Setelah hijrah Nabi, kekasih yang telah wafat
tujuh ratus asta puluh savarssa
Tujuh ratus delapan puluh satu tahun
hajji catur dan dasa vara sukra
Bulan Dzulhijjah empat belas hari, hari Jumat
raja iman varda rahmatallah
Raja Iman rahmat Allah bagi Baginda (warda)
gutra barubasa mpu hak kedak pasema
Dari keluarga Barubasa mempunyai hak atas Kedah dan Pasai/ Pasema (Jambi? diperlukan kajian lebih lanjut)