Mikrobiologi tanah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang termasuk dalam subdisiplin mikrobiologi lingkungan. Bidang ini secara khusus memfokuskan penelitiannya pada mikroorganisme yang mendiami ekosistem tanah, termasuk bakteri, arkea, virus, fungi, dan protozoa.[1] Bakteri dan fungi memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekosistem melalui partisipasinya dalam proses pembusukan dan siklus nutrisi. Kedua mikroorganisme ini juga mampu berfungsi sebagai penunjuk penting terhadap perubahan dalam penggunaan lahan dan kesehatan ekosistem. Mereka secara khusus berkumpul di habitat tanah, sebuah matriks kompleks yang terdiri dari pori-pori dan agregat dengan ukuran yang bervariasi. Di area tanah yang berdekatan dengan akar tanaman atau rizosfer, bakteri dan fungi tertentu berkumpul untuk memanfaatkan gula yang dikeluarkan oleh akar tanaman. Interaksi ini menciptakan simbiosis mutualistik, di mana mikroorganisme tersebut secara fisik terasosiasi dengan sistem akar tanaman. Selama pertukaran nutrisi, terbentuklah keseimbangan saling menguntungkan antara mikroorganisme dan tanaman, contohnya dalam hubungan simbiotik mikoriza. Komunitas tanah dan habitatnya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan tingkat keasaman atau alkalinitas tanah (pH). Variabilitas dalam parameter-parameter ini dapat memengaruhi komposisi dan aktivitas mikroorganisme tanah, serta secara keseluruhan memengaruhi kesehatan ekosistem. Dengan demikian, pemahaman mendalam tentang peran bakteri dan fungi dalam interaksi dengan tanah menjadi kunci untuk memonitor dan mempertahankan kestabilan ekosistem.[2] Mikroba tanah memiliki peran ganda dalam ekosistem, mereka memberikan kontribusi positif yang fundamental bagi kesehatan tanah, tanaman bahkan manusia. Namun, dalam kondisi tertentu, mikroba tanah dapat menimbulkan dampak negatif yang perlu diwaspadai.
Hubungan mikroba tanah dengan tumbuhan
Tanaman menunjukkan berbagai interaksi dengan organisme tanah, seperti simbiosis mutualistik dengan jamur mikoriza dan bakteri pengikat Nitrogen pada kacang-kacangan. Interaksi ini telah dimanfaatkan manusia sejak lama, seperti pelapisan benih dengan bakteri seperti Azotobacter chroococcum atau Bacillus megaterium untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sejak tahun 1980-an, berbagai strain bakteri, seperti Pseudomonas dan Azospirillum, telah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.[3][4][5][6][7][8] Mikroorganisme tanah berperan dalam dekomposisi bahan organik. Mikroorganisme tersebut memperoleh energi dan nutrisi dari beragam molekul dalam bahan organik tanah (BOT). Proses dekomposisi memegang peranan penting dalam penggunaan dan daur ulang nutrisi yang efisien dalam ekosistem terkelola, pertanian, semi-alami, dan alami pada proses ini biomolekul kompleks didegradasi menjadi bioelemen seperti nitrogen (N) dan dilepaskan dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman.[2] Mikroorganisme tanah yang hidup di lingkungan kaya karbon dapat menghasilkan eksudat akar, karbon organik volatil, dan rhizodeposisi kimiawi. Eksudat akar ini berbeda-beda antar spesies tanaman, sehingga mikrobioma rizosfer (komunitas mikroba di sekitar akar) pun berbeda-beda. Eksudat ini mengandung berbagai macam senyawa organik, seperti gula, asam amino, asam organik, nukleotida, flavonoid, zat antibakteri, dan enzim.[9][10][11][12][13]
Rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman
Rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman atau Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) adalah bakteri alami yang hidup di tanah yang membantu tanaman dengan berbagai cara, yaitu:[14]