Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Lex Agraria

Lex Agraria adalah serangkaian undang-undang reformasi agraria di Republik Romawi yang bertujuan untuk mengatasi ketimpangan ekonomi akibat monopoli lahan publik (ager publicus) oleh kaum kaya.[1] Reformasi ini dipelopori oleh Tiberius Sempronius Gracchus pada abad ke-2 SM dengan memperketat aturan kepemilikan tanah, membatasi setiap keluarga untuk menguasai tidak lebih dari 500 iugera (sekitar 300 akre), dan mendistribusikan kelebihan lahan kepada warga miskin yang tidak memiliki tanah.

Denarius Romawi dari tahun 113-112 SM yang menunjukkan referendum tentang Lex Agraria tahun 111 SM

Reformasi ini memicu perlawanan dari Senat Romawi, terutama kalangan Elite yang diuntungkan oleh status quo. Meskipun mendapat dukungan dari beberapa tokoh berpengaruh, proposal ini ditentang oleh tribune lain, Marcus Octavius, yang berusaha memveto undang-undang tersebut. Konflik yang muncul menandai awal ketegangan politik antara kaum plebeian dan aristokrasi, serta menjadi bagian dari ketidakstabilan yang berujung pada kejatuhan Republik Romawi.

Sejarah

Tiberius Sempronius Gracchus

Reformasi ini berfokus pada ager publicus (lahan publik) yang secara ilegal dikuasai oleh orang-orang kaya. Pada masa itu, lahan-lahan tersebut disewakan kepada penyewa individu yang bertugas mengelolanya, dengan imbalan sebagian dari hasil panen yang mereka peroleh. Untuk mencegah kaum kaya memonopoli lahan milik negara, Majelis Romawi sebelumnya telah mengesahkan undang-undang yang membatasi kepemilikan lahan yang dapat disewakan oleh sebuah keluarga, yaitu tidak lebih dari 500 iugera (sekitar 300 akre).[1] Namun, peraturan ini hampir selalu diabaikan oleh para pemilik tanah yang berpengaruh.

Reformasi Lex Agraria pada dasarnya memiliki tujuan yang sederhana; aturan kepemilikan 500 iugera akan diperketat, dan siapa pun yang kedapatan memiliki lebih dari batas yang ditetapkan akan dipaksa mengembalikan kelebihan lahan tersebut kepada negara. Tanah yang dikembalikan kemudian akan dibagi menjadi lahan-lahan kecil yang dapat dikelola oleh rakyat yang tidak memiliki tanah. Yang menjadi kontroversi dalam proposal ini adalah apakah rakyat Italia yang tidak memiliki kewarganegaraan Romawi juga akan dimasukkan sebagai penerima manfaat. Rakyat Italia telah memberikan kontribusi besar bagi Romawi, dan memasukkan mereka ke dalam reformasi ini bisa menjadi langkah awal bagi Romawi untuk memperlakukan mereka dengan lebih setara. Namun, pada akhirnya, reformasi ini tidak memasukkan mereka sebagai penerima lahan.

Proposal ini mendapat dukungan dari beberapa tokoh penting di Romawi, seperti Claudius dan Scaevola. Namun, Senat—terutama kaum kaya—menolaknya dengan keras. Tiberius Gracchus, yang mengusulkan reformasi ini, langsung mempresentasikan proposalnya kepada Majelis tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan Senat. Sebagai tanggapan, Senat mengutus Marcus Octavius untuk memveto proposal tersebut. Namun, upaya veto ini gagal total. Akibatnya, Octavius dicopot dari jabatannya sebagai Tribune Plebian, dan perjuangan Tiberius Gracchus untuk menerapkan reformasi agraria ini berhasil dengan proposal itu menjadi hukum romawi.[1]

Referensi

  1. ^ a b c Duncan, Mike (2017-09-21). The Storm Before the Storm. Amerika Serikat: PublicAffairs. hlm. 36-37. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
Kembali kehalaman sebelumnya