Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang disebut LPPOM MUI adalah lembaga yang bertugas kuat untuk meneliti, mengkaji, menganalisis dan memutuskan apakah produk-produk baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan produk kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari sisi kesehatan dan dari sisi pengajaran agama Islam yakni halal atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat Muslim khususnya di wilayah Indonesia, selain itu memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada layanan masyarakat.

Lembaga ini didirikan atas keputusan mendukung Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan surat keputusan perizinan nomor 018/MUI/1989, pada tanggal 26 Jumadil Awal 1409 Hijriah atau 6 Januari 1989.

Lembaga Sertifikasi Halal Pertama di Indonesia

Seiring dengan perjalanannya dan dalam rangka menjamin kehalalan produk, LPPOM MUI memulai karirnya sebagai Lembaga Sertifikasi Halal (LSH) pertama di Indonesia dan menerbitkan sertifikat halal pertamanya pada tahun 1991. Sertifikasi halal ini disambut sangat baik oleh pelaku usaha, terutama mereka yang ingin menjamin kehalalan produknya dan meningkatkan nilai ekonomi produk mereka di masyarakat.

Guna menjangkau pelaku usaha di seluruh wilayah Indonesia, LPPOM MUI mengembangkan diri dengan membuka kantor cabang pertamanya pada 1995. Dengan peningkatan kebutuhan sertifikasi halal dari pelaku usaha. Hingga kini, LPPOM MUI telah memiliki 34 kantor cabang yang tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Keberadaan kantor cabang LPPOM MUI ini membantu pelaku usaha mikro dan kecil untuk dapat menjamin kehalalan produknya.

LPPOM MUI juga dilengkapi dengan Laboratorium Halal LPPOM MUI untuk melayani pengujian terkait kehalalan dan keamanan produk. Laboratorium ini telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) SNI ISO/IEC 17025: 2017. Dengan didukung berbagai peralatan mutakhir, Laboratorium Halal LPPOM MUI menjadi satu-satunya laboratorium di Indonesia yang menawarkan uji daya tembus air (untuk produk kosmetik) dan identifikasi spesies non-destruktif untuk kulit samak.

Sertifikasi Halal

Sebagai lembaga otonomi bentukan Majelis Ulama Indonesia (MUI), LPPOM MUI tidak berjalan sendiri. Keduanya memiliki kaitan erat dalam mengeluarkan keputusan. Sertifikat Halal merupakan langkah yang berhasil dijalankan sampai sekarang. Di dalamnya tertulis fatwa halal MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syarikat Islam dan menjadi syarat pencantuman labelan halal dalam setiap produk makanan minuman, obat-obatan, dan kosmetika.

Syarat kehalalan produk tersebut meliputi:

  1. Tidak mengandung DNA babi dan bahan-bahan yang berasal tradisional dari babi
  2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; darah hewan
  3. Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan syarikat Islam.
  4. Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk daging babi; jika pernah digunakan untuk daging babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat.

Setiap produsen yang mengajukan sertifikasi halal bagi produknya harus melampirkan spesifikasi dan Sertifikat Halal bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta bahan aliran proses. Surat keterangan itu bisa dari MUI daerah (produk lokal) atau lembaga Islam yang diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari hewan dan turunannya.

Setelah itu, tim auditor LPPOM MUI melakukan pemeriksaan dan audit ke lokasi produsen yang bersangkutan serta penelitian dalam laboratorium yang hasilnya dievaluasi oleh rapat tenaga ahli LPPOM MUI yang terdiri dari ahli gizi, biokimia, pangan, teknologi pangan, teknik pemrosesan, dan bidang lain yang berkait. Bila memenuhi persyaratan, laporan akan diajukan kepada sidang Komisi Fatwa MUI untuk memutuskan kehalalan produk tersebut.

Tidak semua laporan yang diberikan LPPOM MUI langsung disepakati oleh Komisi Fatwa MUI. Terkadang, terjadi penolakan karena dianggap belum memenuhi persyaratan. Terkadang, terjadi penolakan karena dianggap belum memenuhi persyaratan, atau dikeluarkan fatwa tidak halal, seperti pada kasus vaksin COVID.

Peralihan Wewenang, Mandatory 2024

Sejak diterbitkannya Undang-undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), tepatnya mulai 17 Oktober 2022, sertifikat halal bukan lagi kewenangan MUI[1]. Kini, sertifikat halal dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia[2]. Cara mendaftarkan sertifikat halal adalah dengan datang langsung ke kantor BPJPH atau mengunjungi laman Sihalal[3]. Sementara LPPOM MUI mengambil peran sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) pertama di Indonesia dan terus aktif dalam melaksanakan pemeriksaan kehalalan produk.

Banyak perubahan di industri sertifikasi halal sejak lahirnya regulasi JPH. Salah satunya, masa berlaku sertifikat halal yang dulunya berlaku selama dua tahun, saat ini menjadi empat tahun, bahkan diisukan akan berlaku seumur hidup.

Prosedur Sertifikasi Halal

Cara mendaftarkan sertifikat halal adalah dengan datang langsung ke kantor BPJPH atau mengunjungi laman Sihalal. Untuk biaya sertifikasi halal ditentukan berdasarkan mandays dengan komponen skala usaha di NIB berbasis risiko, kelompok produk, jumlah produk, dan alamat fasilitas produksi. Ada baiknya, sebelum memulai sertifikasi halal. Berikut ini langkah-langkah proses sertifikasi halal.

  1. Permohonan Sertifikasi Halal, diajukan ke BPJPH.
  2. Pembayaran dan penerbitan STTD. Biaya sertifikasi dibayarkan dan BPJPH menerbitkan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD).
  3. Penjadwalan Audit. Penjadwalan audit disepakati oleh pelaku usaha ddan LPPOM MUI.
  4. Pelaksanaan Audit. Auditor memeriksa dokumen bahan dan penerapan SJPH.
  5. Rapat auditor dan analisis lab. Pembahasan hasil audit dalam rapat auditor dan LPPOM MUI menguji sampel bahan/produk.
  6. Keputusan Status SJPH. Auditor memeriksa dokumen bahan dan penerapan SJPH.
  7. Rapat Komisi Fatwa. Penetapan kehalalan produk oleh Komisi Fatwa MUI.
  8. Penerbitan Ketetapan Halal MUI.  
  9. Penerbitan Sertifikat Halal oleh BPJPH.

Untuk mendalami prosedur dan persyaratan sertifikasi halal, pelaku usaha dapat mengikuti program Pengenalan Sertifikasi Halal (PSH) dan berkonsultasi melalui berbagai saluran informasi LPPOM MUI.

Kerjasama Nasional

Dalam proses dan pelaksanaan sertifikasi halal, LPPOM MUI melakukan kerjasama dengan berbagai stakeholder dari pemerintahan, asosiasi, serta pihak swasta seperti bank korporasi dan sebagainya.  

Bersama Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), LPPOM MUI aktif menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI), integrasi sistem sertifikasi online, perumusan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), dan sebagainya. Kerjasama lainnya dengan pemerintah dilakukan dalam bentuk fasilitasi sertifikasi halal bersama Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UMK, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Kerjasama dengan lembaga lainnya telah terjalin dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Kadin Indonesia Komite Timur Tengah, Bank Indonesia (BI), dan sebagainya. Sejumlah asosiasi juga telah berkolaborasi, seperti GAPMMI, AFFI, dan PERKOSMI.

LPPOM MUI juga menjalin kerjasama dengan sejumlah perguruan perguruan tinggi di Indonesia antara lain IPB University, Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka, Universitas Djuanda, UIN, Univeristas Wahid Hasyim Semarang, Universitas Muslimin Indonesia Makassar, serta perguruan tinggi lainnya.

Kiprah Internasional

Berbekal pengalaman lebih dari 20 tahun saat itu, pada tahun 2012, LPPOM MUI meluncurkan standar sistem jaminan halal HAS 23000. Dengan standar tersebut, LPPOM MUI menjadi LSH pertama di dunia yang mempersyaratkan penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH).  

Kini, HAS 23000 tidak hanya menjadi pedoman mitra LPPOM MUI untuk memperoleh sertifikat halal, tetapi juga diadopsi oleh beberapa LSH dunia untuk menerbitkan sertifikat halal. Guna mendukung kemudahan proses sertifikasi halal, LPPOM MUI di tahun yang sama juga meluncurkan sistem registrasi online CEROL.

LPPOM MUI menjadi pelopor pendirian World Halal Council (WHC) di Jakarta pada tahun 2019. WHC didirikan dengan tujuan untuk menstandardisasi sertifikasi halal serta akreditasi dan pengakuan Lembaga Sertifikasi Halal (LSH) di seluruh dunia. Dalam perjalanannya, LPPOM MUI juga membentuk World Halal Food Council (WHFC) untuk tujuan yang lebih berkenaan dengan produk makanan halal. Saat ini WHFC memiliki anggota sebanyak 55 lembaga sertifikasi halal dari 26 negara.

Sertifikasi halal tidak hanya diperlukan oleh pelaku usaha di Indonesia, tetapi juga oleh pelaku usaha di luar negeri. Kebutuhan sertifikasi halal dalam negeri turut menjadi pendorong terbentuknya rantai bahan dan produk halal. Peluang ini banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha di Tiongkok untuk mengembangkan usahanya di pasar halal global. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, LPPOM MUI membuka kantor perwakilan pertamanya di Shanghai, Tiongkok.

LPPOM terus mengembangkan sayapnya untuk menjangkau dan memfasilitasi kebutuhan pelaku usaha di seluruh dunia. Untuk itu, LPPOM MUI membuka kantor perwakilan di beberapa negara lain, seperti Korea dan Taiwan.

Dinamika sertifikasi halal tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara, seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Turki, dll. Beberapa negara mempersyaratkan akreditasi Lembaga sertifikasi halal guna pengakuan sertifikat halal yang diterbitkan. Menjawab tantangan tersebut, LPPOM MUI senantiasa berusaha memberikan layanan terbaik dengan dokumen yang diakui di seluruh dunia. Untuk itu, LPPOM MUI menjadi lembaga di Indonesia yang pertama memperoleh akreditasi ISO/IEC 17065:2012 oleh KAN; UAE.S 2055:2 2016 oleh ESMA; GSO 2055-2 2021 oleh GCC Accreditation Center (GAC); serta masuk dalam daftar LSH yang diakui oleh Ministry of Public Health, State of Qatar. Saat ini LPPOM MUI juga tengah berusaha untuk memperoleh akreditasi dari otoritas negara lainnya.

Direktur Utama

Direktur Utama LPPOM MUI

Ir. Muti Arintawati, M.Si. menjabat sebagai Direktur Utama LPPOM MUI sejak tahun 2020. Namanya telah melekat dengan dunia sertifikasi halal sejak tahun 1994 sebagai auditor halal. Muti juga sering kali menjadi penulis dan narasumber di berbagai seminar, media cetak, maupun media elektronik terkait halal.

Perempuan yang lahir pada 28 Juli 1969 di Manokwari ini menamatkan pendidikan di SMAN 1 Bogor. Beliau kemudian berhasil memperoleh gelar insinyur (Ir.) di Bidang Teknologi Pangan & Gizi, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1992. Gelar Master (M.Si) juga berhasil diraih pada tahun 1999 di bidang Ilmu Pangan, IPB.


Terjun ke Dunia Sertifikasi Halal

Merebaknya kasus lemak babi pada tahun 1988 menarik perhatian Muti yang saat itu masih duduk di bangku kuliah. Majelis Ulama Indonesia kemudian membentuk LPPOM MUI pada 1 Januari 1989. Kasus itu menuntunnya hingga saat ini menjadi Direktur Utama LPPOM MUI.

Setelah menempuh pendidikan sarjana, Muti bergabung dengan LPPOM MUI, tepatnya tahun 1994 sebagai auditor halal. Saat itu, LPPOM MUI merupakan institusi baru. Tidak ada dukungan finansial, fasilitas, ataupun lainnya untuk mengembangkan industri halal di Indonesia.

Meski saat itu tidak ada jaminan kelanjutan kerja ataupun jaminan gaji pokok, namun Muti meyakini pilihannya terjun ke dunia sertifikasi halal akan berbuah kebaikan yang nyata kelak, khususnya bagi muslim di Indonesia.

Terbukti, setelah 34 tahun berdiri, LPPOM MUI telah menjadi Lembaga Sertifikasi Halal yang kancahnya merebak hingga ke industri halal dunia. Muti menjadi salah satu perintis dan terlibat dalam banyak proses hingga LPPOM MUI menjadi lembaga yang kredibilitas dan profesionalitasnya tak diragukan lagi.

Tak hanya di dalam negeri, kiprah Muti di industri halal juga telah sampai hingga kancah global. Terbukti, Muti telah menjadi Sekretaris Komisi Teknis di World Halal Food Council (WHFC) sejak tahun 2012. Beliau juga aktif mengisi seminar nasional dan internasional, seperti Food Ingredients Asia, Jepang, WHFC Assembly Dubai, Cosmetics Design Asia, Convention on Pharmaceutical Ingredients CPHI, dan berbagai forum internasional lainnya.


Prinsip

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya di dunia sertifikasi halal, Muti selalu memegang teguh integritas. Baginya, standar halal adalah suatu hal yang tidak bisa dikompromikan, karena sifatnya yang zero tolerance. Beliau juga menampik keras isu LPPOM MUI menerima uang triliunan rupiah pada 2021. Hal ini kemudian dibuktikan pengeluaran BPJPH yang tidak mencapai 60 Miliar 2021, dengan pendapatan yang jauh lebih rendah.


Rekam Jejak

  • Anggota Pengurus LPPOM MUI (1998 – 2006)
  • Kepala Bidang Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal/ SJH (2006 – 2009)
  • Kepala Bidang Auditing LPPOM MUI (2009 – 2010)
  • Anggota Tim Kawasan Industri Halal Kerjasama LPPOM MUI dengan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (2014)
  • Wakil Direktur LPPOM MUI (2010 – 2020)
  • Anggota Tim Penyusunan SKKNI Penyelia Halal (2016) BSN/KAN
  • Anggota Tim Penyusunan SKKNI Auditor Halal (2019) BSN/KAN
  • Auditor Halal (sejak 1994)
  • Aktif di Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) hingga 2019
  • Aktif di Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT GT) hingga 2019
  • Sekretaris Komisi Teknis di World Halal Food Council / WHFC (sejak 2012)
  • Anggota Komtek SNI Pangan Halal (sejak 2020) BSN/KAN
  • Direktur Utama LPPOM MUI (sejak 2020)

Pranala luar

  1. ^ "Tak Lagi MUI, Sertifikat Halal Kini Resmi Diterbitkan Kemenag". CNN. Diakses tanggal 2023-01-26. 
  2. ^ "Menag: Sertifikasi Halal Diselenggarakan Pemerintah, Bukan Lagi MUI". Kompas. Diakses tanggal 2023-01-26. 
  3. ^ "Apa Itu Sertifikasi Halal dan Bagaimana Cara Mendapatkannya?". Ekosistem Inaproduct. Diakses tanggal 2023-01-26.