Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Hutan Hujan Halmahera


Hutan Hujan Halmahera adalah hutan hujan yang berada di Kepulauan Maluku, Provinsi Maluku Utara. Wilayah ini memiliki luas sebesar 3.891,62 km persegi dengan jumlah penduduk sebanyak 197.638 jiwa pada tahun 2020. Pulau Halmahera sendiri memiliki beberapa ekosistem, salah satunya ekosistem hutan yang terletak di tepi utara Semenanjung Halmahera dan berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik.

Hutan Halmahera memiliki kekayaan keanekaragaman hayati karena termasuk ke dalam wilayah Wallacea. Ekosistem hutan di pulau ini menjadi habitat penting bagi banyak spesies, salah satunya spesies endemik, Cendrawasih Bidadari Halmahera  (Semioptera wallacii). Spesies ini hanya bisa ditemukan di Pulau Halmahera dan Pulau Bacan, Maluku Utara. Selain itu Hutan Halmahera juga memiliki peranan penting dalam penyerapan emisi karbon, dan berkontribusi dalam melawan perubahan iklim.[1]

Spesies endemik[1][2]

  • Cendrawasih Bidadari Halmahera: (Semioptera wallacii): Salah satu burung endemik yang menjadi ikon hutan ini.
  • Kuskus mata biru: (Phalanger matabiru): Mamalia endemik lain yang hidup di hutan Halmahera.
  • Kakatua putih (Cacatua alba)
  • Mandar gendang (Gallirallus wallacii)
  • Cekakak murung (Todiramphus funebris)
  • Kepudang halmahera (Oriolus phaeochromus)
  • Kepudang-sungu Halmahera (Celebesia parvula)
  • Elang alap Halmahera (Accipiter henicogrammus)

Komoditas hutan[1]

  • Kacang kenari
  • Kelapa
  • Cengkeh
  • Pala

Ancaman kelestarian[2][3]

Pertambangan nikel yang menyebabkan 5.300 hektare wilayah hutan hilang serta hilangnya sekitar 2,04 juta metrik ton gas rumah kaca (CO2e) yang sebelumnya tersimpan dalam bentuk karbon di dalam hutan-hutan tersebut. Pertambangan nikel dan kegiatan peleburan nikel mengancam hak-hak warga lokal atas air bersih, ketika kegiatan industri dan deforestasi mencemari sungai-sungai tempat warga menggantungkan hidup mereka. Warga juga khawatir atas meningkatnya bencana banjir yang diakibatkan oleh penggundulan hutan oleh perusahaan tambang nikel. Serta perkebunan sawit yang sudah menanam di lahan seluas 5.447 hektare.

Suku asli[4]

Komunitas Adat O’Hongana Manyawa (Tobelo Dalam) subetnis Tobelo. Orang luar menyebut Suku Togutil, yaitu masyarakat adat yang hidup di belatara Halmahera bagian utara, tengah, hingga timur. Kata “Togutil” sebenarnya adalah sebutan yang dikemukakan oleh peneliti asal Belanda, J. Platenkamp, untuk Suku Tobelo yang hidup di belantara Halmahera. Platenkamp sendiri memang dikenal sebagai salah satu orang asing yang tertarik meneliti komunitas Togutil.

Referensi

  1. ^ a b c Arinta, Nur (2023-03-28). "Hutan Halmahera, Pesona yang Terancam". EcoNusa. Diakses tanggal 2025-09-02.
  2. ^ a b "Halmahera Dulu dan Sekarang: Sawit Tumbuh, Kakatua Menghilang". Tempo. 5 Mei 2023 | 15.11 WIB. Diakses tanggal 2025-09-02.
  3. ^ "5.300 Ha Hutan Tropis Halmahera Hilang Karena Industri Nikel". betahita.id. Diakses tanggal 2025-09-02.
  4. ^ admin (2024-03-23). "Mengenal O'Hongana Manyawa di Hutan Halmahera yang 'Dikepung' Tambang Nikel". ppman. Diakses tanggal 2025-09-02.
Kembali kehalaman sebelumnya