Secara khusus nama "Gehazi" disebut pada tiga kesempatan:
Dalam 2 Raja-raja 4 ia mengatakan bahwa Elisa patut memberi upah kepada perempuan Sunem dengan menjanjikan seorang anak laki-laki. Di kemudian hari ia mengambil tongkat Elisa, meletakkannya di atas anak yang telah meninggal dengan harapan dapat mengembalikan nafas anak itu, namun sia-sia.[1]
Dalam 2 Raja-raja 5, Elisa menolak menerima hadiah dari Naaman, panglima Aram yang baru disembuhkan dari penyakit kustanya. Gehazi memperoleh hadiah-hadiah itu bagi dirinya sendiri atas alasan-alasan palsu. Sebagai hukumannya Gehazi kena penyakit kusta Naaman. Kusta dalam 2 Raja–raja 5:27 dapat dibandingkan dengan jenis kusta dalam Imamat 13:12–13. Apabila penyakit kulit yang khas demikian, entah penyakit kulit apa pun itu, mengubah seluruh kulit menjadi putih, maka penderita masih 'bersih', dan tidak dikucilkan. Jadi Gehazi boleh tetap menjadi hamba Elisa.[1]
Dalam 2 Raja–raja 8:1–6 Gehazi menceritakan kepada raja Yoram tentang anak perempuan Sunem dihidupkan kembali. Sementara ia bercerita datanglah perempuan itu sendiri menghadap raja, memohon hak miliknya dipulihkan.[1]
Tradisi Yahudi
Dalam literatur Rabbinik, Gehazi diidentifikasikan sebagai salah satu dari empat penderita kusta yang tidak mendapat pahala dalam alam setelah kematian (bahasa Ibrani: Olam haba), karena kejahatannya, terutama di hadapan teladan yang saleh seperti Elisa, dan ketegarannya untuk tidak mau bertobat.[2]
Sastra
Gehazi menjadi subyek sajak karangan Rudyard Kipling "Gehazi", dianggap ditujukan kepada "Rufus Isaacs, 1st Marquess of Reading", seorang anggota pemerintahan Partai Liberal di Britania Raya pada saat sajak itu digubah.[3]
Dua makna nama "Gehazi" diusulkan: "lembah penglihatan" ("valley of vision") atau "lembah ketamakan" ("valley of avarice").[4]