DesktopIP
DesktopIP adalah perusahaan teknologi komputasi awan dan virtualisasi yang berbasis di Irlandia, dan berkantor pusat di Dublin. Perusahaan ini merupakan salah satu pencetus adopsi komputasi awan di Asia Tenggara dan menempatkan pusat penelitian dan pengembangannya di Indonesia.[1] DesktopIP berfokus di bidang teknologi virtualisasi, yang memungkinkan satu komputer fisik membagi sumber dayanya ke beberapa sistem operasi.[2] DesktopIP menawarkan produk dan layanan yang membantu bisnis dan perusahaan dalam mem virtualisasi desktop, aplikasi, dan infrastruktur TI mereka. Layanan perusahaan ini mencakup layanan infrastruktur cloud, seperti solusi cloud publik dan private on-premise, serta produk Software as a Service (SaaS) seperti platform kolaborasi dan aplikasi produktivitas.[3] DesktopIP telah memperoleh skor Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk digitalnya, termasuk Ifvirty (83,28%), Jaybod (87,71%), dan Qubiql (89,56%). Skor ini mencerminkan kepatuhan terhadap regulasi industri lokal di Indonesia. Layanan DesktopIP digunakan di berbagai sektor, termasuk pendidikan, transportasi (terutama oleh perusahaan milik negara), dan kesehatan. SejarahSejarah AwalDesktopIP memperkenalkan Virtual Desktop Infrastructure (VDI) pada tahun 2012, teknologi yang menggabungkan virtualisasi perangkat lunak dan perangkat keras. Tujuan dari VDI adalah untuk meningkatkan efisiensi dengan memberikan akses tanpa hambatan ke data kerja penting kapan saja dan di mana saja. 2022 - SekarangDalam penelitian dan pengembangannya (R&D), DesktopIP telah membangun infrastruktur cloud stack yang mencakup Ifvirty, IfvLynx, dan IFV, dengan berbagai model cloud untuk berbagai industri. Perusahaan ini terus mengembangkan teknologinya dan berkontribusi pada pembangunan infrastruktur di Indonesia.[4] LayananDesktopIP menyediakan berbagai layanan digital, mulai dari IaaS (Infrastructure as a Service) dengan versi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, termasuk: IfvirtyPlatform yang dirancang untuk memvirtualisasi infrastruktur TI, dengan solusi pencadangan serta infrastruktur yang dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan spesifik.[3] DesktopIP juga mengembangkan layanan SaaS (Software as a Service) untuk meningkatkan produktivitas dan kolaborasi tim, termasuk: JaybodAplikasi penyimpanan cloud dengan fitur kolaborasi untuk menyimpan, berbagi, dan mengelola file.[3] QubiqlAplikasi produktivitas yang menyediakan berbagai metode untuk meningkatkan produktivitas pengguna.[3] Kolaborasi StrategisPada tahun 2022, DesktopIP berkolaborasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mengembangkan infrastruktur keamanan siber di Indonesia, dengan fokus pada penguatan keamanan nasional dan pengurangan ketergantungan terhadap layanan cloud asing.[5][6] Pada 30 September 2024, PT DesktopIP Teknologi Indonesia (DesktopIP), bekerja sama dengan salah satu perusahaan galangan kapal, PT Maju Maritim Indonesia (MMI), meluncurkan platform Maritime Digital Infrastructure (MDI).[7] Diresmikan oleh Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, platform MDI yang dikembangkan telah mencapai skor Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih dari 80%.[8] Implementasi MDI berfokus pada efisiensi operasional, keamanan data, serta dukungan bagi industri galangan kapal di pasar global.[9][10] Pada tahun 2025, DesktopIP bekerjasama dengan Aplikadia, platform katalog digital Indonesia untuk perangkat lunak dan aplikasi web. Kolaborasi ini memungkinkan Aplikadia memperluas katalog perangkat lunaknya dengan menggunakan mesin marketplace DesktopIP, Ifvirty Marketplace.[11] PenghargaanPada Desember 2024, Ifvirty solusi infrastruktur cloud dari DesktopIP, meraih posisi First Runner-Up dalam kategori Layanan ICT di ajang Asia Pacific ICT Alliance (APICTA).[12][13] TantanganSepanjang perjalanan bisnisnya, DesktopIP menghadapi berbagai tantangan, termasuk persaingan dengan perusahaan teknologi dari negara maju. Negara berkembang masih bergantung pada negara maju, sebagaimana dijelaskan dalam Teori Ketergantungan. Teori ini menyatakan bahwa negara berkembang bergantung pada negara maju dalam hal perdagangan, teknologi, dan investasi. Selain itu, negara maju yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik lebih besar cenderung membentuk ekonomi global dengan cara yang lebih menguntungkan kepentingan mereka sendiri.[14] Salah satu dampak negatif dari ketergantungan terhadap negara maju adalah kontrol digital oleh Negara Pemimpin Teknologi, yang menyebabkan dominasi digital. Para ahli mendefinisikan dominasi digital sebagai kondisi di mana perusahaan teknologi besar menyaring, menganalisis, dan mendominasi data pengguna untuk keuntungan dan pengaruh pasar, sementara manfaat yang diberikan kepada konsumen atau sumber data sangat minim. Dampak negatif signifikan dari fenomena ini adalah potensi eksploitasi data sebagai sumber keuntungan serta penggunaannya dalam berbagai aplikasi, termasuk analitik prediktif.[15] Referensi
Pranala luar |