Alâeddin Kayqubad I atau Alā ad-Dīn Kayqubād bin Kaykhusraw (bahasa Persia: علاء الدين كيقباد بن كيكاوس; bahasa Turki: I. Alâeddin Keykûbad, 1190–1237) adalah Sultan Seljuk dari Rûm yang memerintah dari tahun 1220 hingga tahun 1237.[1] Ia memperluas kesultanan dengan mengorbankan tetangganya, khususnya Mengujek Beylik dan Ayyubiyah, dan menghadirkan Seljuk di Laut Mediterania dengan mengakuisisi pelabuhan Kalon Oros. Yang kemudian diganti nama menjadi Ala'iyya untuk menghormatinya. Kayqubad, kadang-kadang disebut "Kayqubad Agung",[2] dikenang hari ini karena warisan arsitekturnya yang kaya dan budaya istana yang cemerlang di bawah pemerintahannya.
Pemerintahan Kayqubad sendiri mewakili puncak kekuasaan dan pengaruh Seljuk di Anatolia. Bahkan Kayqubad sendiri dianggap sebagai pangeran termasyhur dari dinasti tersebut. Pada periode setelah invasi Mongol, penduduk Anatolia sering melihat kembali masa pemerintahannya sebagai zaman keemasan, sementara penguasa baru beylik Anatolia berusaha untuk membenarkan otoritas mereka sendiri melalui silsilah yang dilacak kepadanya.
Biografi
Kayqubad adalah putra kedua Sultan Kaykhusraw I, yang sejak usia dini dianugrahi gelar malik dan menjadi gubernur Tokat di Anatolia. Ketika sultan meninggal setelah pertempuran Alaşehir pada 1211,[3] baik Kayqubad dan kakak laki-lakinya Kaykaus berjuang untuk menduduki takhta. Kayqubad awalnya mengumpulkan beberapa sekutu: Leo I, raja Armenia Kilikia; Tughrilshah; dan penguasa independen Erzurum. Sebagian besar amir mendukung Kaykaus. Kayqubad terpaksa melarikan diri ke benteng di Ankara, di mana dia mencari bantuan dari suku Turkmen di Kastamonu. Dia segera ditangkap dan dipenjarakan oleh saudaranya di sebuah benteng di Anatolia barat.[4]
Setelah kematian tak terduga Kaykaus pada tahun 1219 (atau 1220), Kayqubad berhasil naik takhta kesultanan.[5]
Pada awalnya Kayqubad mencari aliansi dengan Jalauddin Mingburnu untuk melawan ancaman Mongol. Namun aliansi tersebut tidak dapat dicapai, dan setelah itu Jalaluddin merebut benteng penting di Ahlat. Kayqubad akhirnya mengalahkannya dalam Pertempuran Yassıçimen antara Sivas dan Erzincan pada tahun 1230. Setelah kemenangannya, ia bergerak lebih jauh ke timur. Lalu mendirikan pemerintahan Seljuk atas Erzurum, Ahlat dan wilayah Danau Van (sebelumnya bagian dari Ayyubiyah). Para Artuqid Diyarbakır dan Ayyubiyah mengakui kedaulatannya. Dia juga merebut sejumlah benteng di Georgia, yang ratunya menuntut perdamaian dan memberikan putrinya Tamar untuk dinikahkan dengan putra Kayqubad, Kaykhusraw II.[6]
Mengingat meningkatnya kehadiran dan kekuatan Mongol di perbatasan Kesultanan Rum, dia memperkuat pertahanan dan benteng di provinsi timur. Dia diberi racun dalam sebuah pesta di Kayseri[7] dan meninggal pada tanggal 31 Mei 1237.[5][8]
Sejarawan Ibnu Bibi berduka atas kematiannya dengan kata-kata ini, "Dengan kematian Kayqubad, punggung Islam hancur dan ikatan kerajaan dan agama putus".[9]
Keluarga
Kayqubad memiliki tiga putra: Kaykhusraw II, putra dari istri Mah Pari Hatun; 'Rukn al-Din'; dan 'Izz al-Din', putra dari Adila Hatun.[10] Menurut Ibnu Bibi, Kayqubad menginginkan 'Rukn al-Din''[11] sebagai penggantinya yang merupakan salah satu dari dua putranya yang lebih tua dari Malika Adila Hatun. Tetapi para amir umumnya lebih suka bersatu di belakang Kaykhusraw yang lebih kuat. Tanpa penerus yang jelas, konflik pecah antara berbagai faksi setelah kematian Kayqubad.
Warisan arsitektur dan budaya
Kayqubad mensponsori kampanye pembangunan berskala besar di seluruh Anatolia. Selain membangun kembali kota dan benteng, ia membangun banyak masjid, madrasah, Karavanserai, jembatan, dan rumah sakit. Banyak di antaranya masih dipertahankan hingga hari ini. Selain menyelesaikan pembangunan Istana Seljuk di Konya, ia juga membangun Istana Kubadabad di tepi Danau Beyşehir,[12] Kastil Alanya, Menara Merah, dan Istana Kayqubadiyya dekat Kayseri.[13]
Hubungan dengan ulama
Kayqubad I memiliki hubungan baik dengan ulama, sufi, dan penyair Muslim. Dia menghargai dan melindungi mereka. Banyak sufi dan penyair Muslim seperti Mūhyūddīn İbnūl-Arābī, Abdul Laṭīf al-Baghdādī, Ahi Evran, Necmeddīn-i Dāyē, Kāniî-i Tūsī, Shihab al-Din 'Umar al-Suhrawardi, dan Sultanulūlemā Bâhâdd mendapatkan penghargaan dan rasa hormat darinya.
^ ab"Sultan Alâeddin Keykubat I". biyografya.com (dalam bahasa Inggris and Turki). Diakses tanggal 16 August 2020.Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "poison" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
Cahen, Claude (1968). Pre-Ottoman Turkey: A general survey of the material and spiritual culture and history c. 1071-1330. New York: Taplinger. hlm. +. hdl:2027/heb.00871. ISBN1-59740-456-X.
Crane, H. (1993). "Notes on Saldjūq Architectural Patronage in Thirteenth Century Anatolia". Journal of the Economic and Social History of the Orient. Leiden: Brill. 36 (1): 1–57. doi:10.1163/156852093X00010. ISSN0022-4995. JSTOR3632470.
Peacock, A. C. S. (2006). "The Saljūq Campaign against the Crimea and the Expansionist Policy of the Early Reign of 'Alā' al-Dīn Kayqubād". Journal of the Royal Asiatic Society. Cambridge: Cambridge University Press. 16 (2): 133–149. doi:10.1017/S1356186306005979. ISSN1356-1863.
Peacock, A.C.S.; Yildiz, Sara Nur, ed. (2013). The Seljuks of Anatolia: Court and Society in the Medieval Middle East. I.B.Tauris. ISBN978-0857733467.
Redford, Scott (1991). "The Alaeddin Mosque in Konya Reconsidered". Artibus Asiae. Zürich: Artibus Asiae Publishers. 51 (1/2): 54–74. doi:10.2307/3249676. ISSN0004-3648. JSTOR3249676.