Sri Baduga MaharajaRatu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata atau Prabu Siliwangi III (bahasa Sunda: ᮞᮢᮤᮘᮓᮥᮌᮙᮠᮛᮏ, translit. Sri Baduga Maharaja atau (bahasa Sunda: ᮕᮨᮻᮘᮥᮞᮤᮜᮤᮝᮍᮤ, translit. Perebu Siliwangi) juga dikenal sebagai Ratu Jayadewata (1401–1521) putra Prabu Dewa Niskala putra Mahaprabu Niskala Wastu Kancana lahir 1401 M di KawaliCiamis, mengawali pemerintahan zaman Pakuan Pajajaran yang memerintah Kerajaan Sunda Galuh selama 39 tahun (1482–1521). Pada masa inilah Pakuan Pajajaran yang sekarang terletak di Kota Bogor mencapai puncak perkembangannya.
Jadi, sekali lagi dan untuk terakhir kalinya, setelah "sepi" selama 149 tahun, rakyat Sunda kembali menyaksikan iring-iringan rombongan raja yang berpindah tempat dari timur ke barat. Untuk menuliskan situasi kepindahan keluarga kerajaan dapat dilihat pada Pindahnya Ratu Pajajaran.[butuh rujukan]
Prabu Siliwangi
Di Tatar Pasundan, Sri Baduga ini lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Nama Siliwangi sudah tercatat dalam Sanghyang Siksa Kandang Karesian sebagai lakon pantun. Naskah itu ditulis tahun 1518 ketika Sri Baduga masih hidup. Lakon Prabu Siliwangi dalam berbagai versinya berintikan kisah tokoh ini menjadi raja di Pakuan. Peristiwa itu dari segi sejarah berarti saat Sri Baduga mempunyai kekuasaan yang sama besarnya dengan Niskala Wastu Kancana (kakeknya). Menurut tradisi lama, orang segan atau tidak boleh menyebut gelar raja yang sesungguhnya, maka juru pantun memopulerkan sebutan Siliwangi. Dengan nama itulah ia dikenal dalam literatur Sunda.
Arti nama Siliwangi
Nama Siliwangi adalah berasal dari kata "Silih" dan "Wawangi", artinya sebagai pengganti Prabu Wangi. Tentang hal itu, Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara II/2 mengungkapkan bahwa orang Sunda menganggap Sri Baduga sebagai pengganti Prabu Wangi, sebagai silih yang telah hilang. Naskahnya berisi sebagai berikut (artinya saja):
"Di medan perang Bubat, ia banyak membinasakan musuhnya karena Prabu Maharaja sangat menguasai ilmu senjata dan mahir berperang, tidak mau negaranya diperintah dan dijajah orang lain.
Ia berani menghadapi pasukan besar Majapahit yang dipimpin oleh sang Patih Gajah Mada yang jumlahnya tidak terhitung. Oleh karena itu, ia (raja siliwangi) bersama semua pengiringnya gugur tidak tersisa (dibawah kekuasaan Majapahit).
Ia senantiasa mengharapkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup rakyatnya di seluruh bumi Tatar Sunda. Kemasyurannya sampai kepada beberapa negara di pulau-pulau Dwipantara atau Nusantara namanya yang lain. Kemashuran Sang Prabu Maharaja membangkitkan (rasa bangga kepada) keluarga, menteri-menteri kerajaan, angkatan perang dan rakyat Tatar Sunda. Oleh karena itu, nama Prabu Maharaja mewangi. Selanjutnya ia di sebut Prabu Wangi. Dan keturunannya lalu disebut dengan nama Prabu Siliwangi. Demikianlah menurut penuturan orang Sunda".
Biografi
Leluhur
Kesenjangan antara pendapat orang Sunda dengan fakta sejarah seperti yang diungkapkan di atas mudah dijajagi. Pangeran Wangsakerta, penanggung jawab penyusunan Sejarah Nusantara, menganggap bahwa tokoh Prabu Wangi adalah Maharaja Linggabuana yang gugur di Bubat, sedangkan penggantinya ("silih"nya) bukan Sri Baduga melainkan Niskala Wastu Kancana (kakek Sri Baduga, yang menurut naskah Wastu Kancana disebut juga Prabu Wangisutah).
Orang Sunda tidak memperhatikan perbedaan ini sehingga menganggap Prabu Siliwangi sebagai putera Wastu Kancana (Prabu Anggalarang). Tetapi dalam Carita Parahiyangan disebutkan bahwa Mahaprabu Niskala Wastu Kancana itu adalah "seuweu" Prabu Wangi. Mengapa Dewa Niskala (ayah Sri Baduga) dilewat? Ini disebabkan Prabu Dewa Niskala hanya menjadi penguasa Galuh. Dalam hubungan ini tokoh Sri Baduga memang penerus "langsung" dari Wastu Kancana. Menurut Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara II/4, ayah dan mertua Sri Baduga (Dewa Niskala dan Susuktunggal) hanya bergelar Prabu, sedangkan Jayadewata bergelar Maharaja (sama seperti kakeknya Niskala Wastu Kancana sebagai penguasa Sunda-Galuh).
Dengan demikian, seperti diutarakan Amir Sutaarga (1965), Sri Baduga itu dianggap sebagai "silih" (pengganti) Prabu Wangi Wastu Kancana (oleh Pangeran Wangsakerta disebut Prabu Wangisutah). "Silih" dalam pengertian kekuasaan ini oleh para pujangga babad yang kemudian ditanggapi sebagai pergantian generasi langsung dari ayah kepada anak sehingga Prabu Siliwangi dianggap putera Mahaprabu Niskala Wastu Kancana.
Prabu pamanah rasa juga menikahi Ratu Istri Rajamantri putri Prabu Gajah Agung putra Prabu Tajimalela atau Prabu Agung Resi Cakrabuana putra Prabu Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata putra untuk mendirikan Kerajaan Sumedang larang tahun 900 M. Nama kerajaannya berubah-ubah, Kerajaan Tembong Agung saat Prabu Aji Putih, zaman Prabu Tajimalela, diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata Insun medal Insun madangan. Artinya Aku dilahirkan, Aku menerangi. Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya.[4]
Ratu Pucuk Umun Sumedang keturunan Prabu Gajah Agung menikah dengan Pangeran Pangeran Kusumahdinata atau Pangeran Santri putra Pangeran Pamelekaran atau Pangeran Muhammad, sahabat Sunan Gunung Jati. Ibu Pangeran Santri Ratu Martasari/Nyi Mas Ranggawulung, keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Dari pernikahan itu lahir Prabu Geusan Ulun yang memerintah Sumedang Larang (1578-1610) M bersamaan dengan berakhirnya Pakuan Pajajaran tahun 1579 M, menerima mahkota emas,namun itu ditolak oleh prabu Siliwangi, tetapi kerajaan Sumedang larang masih boleh menjadi penerus kerajaan Pajajaran
Kebijakan dalam kehidupan sosial
Tindakan pertama yang diambil oleh Sri Baduga setelah resmi dinobatkan jadi raja adalah menunaikan amanat dari kakeknya (Wastu Kancana) yang disampaikan melalui ayahnya (Ningrat Kancana) ketika ia masih menjadi mangkubumi di Kawali. Isi pesan ini bisa ditemukan pada salah satu prasasti peninggalan Sri Baduga di Kebantenan. Isinya sebagai berikut (artinya saja):
Semoga selamat. Ini tanda peringatan bagi Rahyang Niskala Wastu Kancana. Turun kepada Rahyang Ningrat Kancana, maka selanjutnya kepada Susuhunan sekarang di Pakuan Pajajaran. Harus menitipkan ibu kota di Jayagiri dan ibu kota di Sunda Sembawa.
Semoga ada yang mengurusnya. Jangan memberatkannya dengan "dasa", "calagra", "kapas timbang", dan "pare dongdang".
Maka diperintahkan kepada para petugas muara agar jangan memungut bea. Karena merekalah yang selalu berbakti dan membaktikan diri kepada ajaran-ajaran. Merekalah yang tegas mengamalkan peraturan dewa.
Dengan tegas di sini disebut "dayeuhan" (ibu kota) di Jayagiri dan Sunda Sembawa. Penduduk kedua dayeuh ini dibebaskan dari 4 macam pajak, yaitu "dasa" (pajak tenaga perorangan), "calagra" (pajak tenaga kolektif), "kapas timbang" (kapas 10 pikul) dan "pare dondang" (padi 1 gotongan). Dalam kropak 630, urutan pajak tersebut adalah dasa, calagra, "upeti", "panggeureus reuma".
Dalam koropak 406 disebutkan bahwa dari daerah Kandang Wesi (sekarang Bungbulang, Garut) harus membawa "kapas sapuluh carangka" (10 carangka = 10 pikul = 1 timbang atau menurut Coolsma, 1 caeng timbang) sebagai upeti ke Pakuan tiap tahun. Kapas termasuk upeti. Jadi tidak dikenakan kepada rakyat secara perorangan, melainkan kepada penguasa setempat.
"Pare dondang" disebut "panggeres reuma". Panggeres adalah hasil lebih atau hasil cuma-cuma tanpa usaha. Reuma adalah bekas ladang. Jadi, padi yang tumbuh terlambat (turiang) di bekas ladang setelah dipanen dan kemudian ditinggalkan karena petani membuka ladang baru, menjadi hak raja atau penguasa setempat (tohaan). Dongdang adalah alat pikul seperti "tempat tidur" persegi empat yang diberi tali atau tangkai berlubang untuk memasukan pikulan. Dondang harus selalu digotong. Karena bertali atau bertangkai, waktu digotong selalu berayun sehingga disebut "dondang" (berayun). Dondang pun khusus dipakai untuk membawa barang antaran pada selamatan atau arak-arakan. Oleh karena itu, "pare dongdang" atau "penggeres reuma" ini lebih bersifat barang antaran.
Pajak yang benar-benar hanyalah pajak tenaga dalam bentuk "dasa" dan "calagra" (Di Majapahit disebut "walaghara = pasukan kerja bakti). Tugas-tugas yang harus dilaksanakan untuk kepentingan raja diantaranya: menangkap ikan, berburu, memelihara saluran air (ngikis), bekerja di ladang atau di "serang ageung" (ladang kerajaan yang hasil padinya di peruntukkan bagi upacara resmi).
Dalam kropak 630 disebutkan "wwang tani bakti di wado" (petani tunduk kepada wado). Wado atau wadwa ialah prajurit kerajaan yang memimpin calagara. Sistem dasa dan calagara ini terus berlanjut setelah zaman kerajaan. Belanda yang di negaranya tidak mengenal sistem semacam ini memanfaatkanna untuk "rodi". Bentuk dasa diubah menjadi "Heerendiensten" (bekerja di tanah milik penguasa atau pembesar). Calagara diubah menjadi "Algemeenediensten" (dinas umum) atau "Campongdiesnten" (dinas Kampung) yang menyangkut kepentingan umum, seperti pemeliharaan saluran air, jalan, rumah jada dan keamanan. Jenis pertama dilakukan tanpa imbalan apa-apa, sedangkan jenis kedua dilakuan dengan imbalan dan makan. "Preangerstelsel" dan "Cultuurstelsel" yang keduanya berupa sistem tanam paksa memanfaatkan tradisi pajak tenaga ini.
Dalam akhir abad ke-19 bentuknya berubah menjadi "lakon gawe" dan berlaku untuk tingkat desa. Karena bersifat pajak, ada sangsi untuk mereka yang melalaikannya. Dari sinilah orang Sunda mempunyai peribahasa "puraga tamba kadengda" (bekerja sekadar untuk menghindari hukuman atau dendaan). Bentuk dasa pada dasarnya tetap berlangsung. Di desa ada kewajiban "gebagan" yaitu bekerja di sawah bengkok dan ti tingkat kabupaten bekerja untuk menggarap tanah para pembesar setempat.
Jadi "gotong royong tradisional berupa bekerja untuk kepentingan umum atas perintah kepala desa", menurut sejarahnya bukanlah gotong royong. Memang tradisional, tetapi ide dasarnya adalah pajak dalam bentuk tenaga. Dalam Pustaka Jawadwipa disebut karyabhakti dan sudah dikenal pada masa Tarumanagara dalam abad ke-5.
Piagam-piagam Sri Baduga lainnya berupa "piteket" karena langsung merupakan perintahnya. Isinya tidak hanya pembebasan pajak tetapi juga penetapan batas-batas "kabuyutan" di Sunda Sembawa dan Gunung Samaya yang dinyatakan sebagai "lurah kwikuan" yang disebut juga desa perdikan, desa bebas pajak.
Ketika memerintah Prabu Siliwangi dikenal sebagai pemimpin yang menganut gaya kepemimpinan Egalitarianisme. Egalitarianisme sendiri memiliki arti sebagai paham yang memegang teguh azas kesetaraan dalam kehidupan sosial. hal tersebut sering digambarkan dalam berbagai literasi menenai Prabu Siliwangi.[1]
Peristiwa-peristiwa pada masa pemerintahannya
Beberapa peristiwa menurut sumber-sumber sejarah:
Carita Parahiyangan
Dalam sumber sejarah ini, pemerintahan Sri Baduga dilukiskan demikian:
"Purbatisi purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit. Suka kreta tang lor kidul kulon wetan kena kreta rasa. Tan kreta ja lakibi dina urang reya, ja loba di sanghiyang siksa".
(Ajaran dari leluhur dijunjung tinggi sehingga tidak akan kedatangan musuh, baik berupa laskar maupun penyakit batin. Senang sejahtera di utara, barat dan timur. Yang tidak merasa sejahtera hanyalah rumah tangga orang banyak yang serakah akan ajaran agama).
Dari Naskah ini dapat diketahui, bahwa pada saat itu telah banyak Rakyat Pajajaran yang beralih agama (Islam) dengan meninggalkan agama lama.
Pustaka Nagara Kretabhumi parwa I sarga 2.
Naskah ini menceritakan, bahwa pada tanggal 12 bagian terang bulan Caitra tahun 1404 Saka, Syarif Hidayat atau lebih dikenal Sunan Gunung Jati menghentikan pengiriman upeti yang seharusnya di bawa setiap tahun ke Pakuan Pajajaran. Syarif Hidayat masih cucu Sri Baduga dari Lara Santang. Ia dijadikan raja oleh uanya (Pangeran Cakrabuana) dan menjadi raja merdeka terlepas dari Pajajaran di Tatar Pasundan (Jawa Barat dan Banten).
Ketika itu Sri Baduga baru saja menempati Istana Sang Bhima (sebelumnya di Surawisesa). Kemudian diberitakan, bahwa pasukan Angkatan Laut Demak yang kuat berada di Pelabuhan Cirebon untuk menjaga kemungkinan datangnya serangan Pajajaran.
Tumenggung Jagabaya beserta 60 anggota pasukannya yang dikirimkan dari Pakuan ke Cirebon, tidak mengetahui kehadiran pasukan Demak di sana. Jagabaya tak berdaya menghadapi pasukan gabungan Cirebon-Demak yang jumlahnya sangat besar. Setelah berunding, akhirnya Jagabaya menyerahkan diri dan masuk Islam.
Peristiwa itu membangkitkan kemarahan Sri Baduga. Pasukan besar segera disiapkan untuk menyerang Cirebon. Akan tetapi pengiriman pasukan itu dapat dicegah oleh Purohita (pendeta tertinggi) keraton Ki Purwa Galih. Cirebon adalah daerah warisan Cakrabuana (Walangsungsang) dari mertuanya (Ki Danusela) dan daerah sekitarnya diwarisi dari kakeknya Ki Gedeng Tapa (Ayah Subanglarang santri Syekh Quro).
Cakrabuana sendiri dinobatkan oleh Sri Baduga (sebelum menjadi Susuhunan) sebagai penguasa Cirebon dengan gelar Sri Mangana. Karena Syarif Hidayat dinobatkan oleh Cakrabuana dan juga masih cucu Sri Baduga, maka alasan pembatalan penyerangan itu bisa diterima oleh penguasa Pajajaran.
Demikianlah situasi yang dihadapi Sri Baduga pada awal masa pemerintahannya. Dapat dimaklumi kenapa ia mencurahkan perhatian kepada pembinaan agama, pembuatan parit pertahanan, memperkuat angkatan perang, membuat jalan dan menyusun Pagelaran (formasi tempur) karena Pajajaran adalah negara yang kuat di darat, tetapi lemah di laut.
Menurut sumber Portugis, di seluruh kerajaan, Pajajaran memiliki kira-kira 100.000 prajurit. Raja sendiri memiliki pasukan gajah sebanyak 40 ekor. Di laut, Pajajaran hanya memiliki enam buah Kapal Jung 150 ton dan beberapa lankaras (?) untuk kepentingan perdagangan antar-pulaunya (saat itu perdagangan kuda jenis Pariaman mencapai 4000 ekor/tahun).
Keadaan makin tegang ketika hubungan Demak-Cirebon makin dikukuhkan dengan perkawinan putera-puteri dari kedua belah pihak. Ada empat pasangan yang dijodohkan, yaitu:
Pangeran Hasanudin dengan Ratu Ayu Kirana (Purnamasidi).
Pangeran Bratakelana dengan Ratu Ayu Wulan (Ratu Nyawa).
Perkawinan Pangeran Sabrang Lor alias Yunus Abdul Kadir dengan Ratu Ayu terjadi 1511. Sebagai Senapati Sarjawala, panglima angkatan laut, Kerajaan Demak, Sabrang Lor untuk sementara berada di Cirebon.
Persekutuan Cirebon-Demak inilah yang sangat mencemaskan Sri Baduga di Pakuan. Tahun 1512, ia mengutus putera mahkota Surawisesa menghubungi Panglima Imperium PortugisAfonso de Albuquerque di Malaka yang ketika itu baru saja gagal merebut Pelabuhan Pasai milik Kesultanan Samudera Pasai. Sebaliknya upaya Pajajaran ini telah pula meresahkan pihak Demak.
Pangeran Cakrabuana dan Susuhunan Jati (Syarif Hidayat) tetap menghormati Sri Baduga karena masing-masing sebagai ayah dan kakek. Oleh karena itu permusuhan antara Pajajaran dengan Cirebon tidak berkembang ke arah ketegangan yang melumpuhkan sektor-sektor pemerintahan. Sri Baduga hanya tidak senang hubungan Cirebon-Demak yang terlalu akrab, bukan terhadap Kerajaan Cirebon. Terhadap Islam, ia sendiri tidak membencinya karena salah seorang permaisurinya, Subanglarang, adalah seorang muslimah dan ketiga anaknya—Walangsungsang alias Cakrabuana, Lara Santang, dan Raja Sangara—diizinkan sejak kecil mengikuti agama ibunya (Islam).
Karena permusuhan tidak berlanjut ke arah pertumpahan darah, maka masing masing pihak dapat mengembangkan keadaan dalam negerinya. Demikianlah pemerintahan Sri Baduga dilukiskan sebagai zaman kesejahteraan (Carita Parahiyangan). Tome Pires ikut mencatat kemajuan zaman Sri Baduga dengan komentar "The Kingdom of Sunda is justly governed; they are honest men" (Kerajaan Sunda diperintah dengan adil; mereka adalah orang-orang jujur).
Juga diberitakan kegiatan perdagangan Sunda dengan Malaka sampai ke kepulauan Maladewa (Maladiven). Jumlah merica bisa mencapai 1000 bahar (1 bahar = 3 pikul) setahun, bahkan hasil tammarin (asem) dikatakannya cukup untuk mengisi muatan 1000 kapal.
Naskah Kitab Waruga Jagat dari Sumedang dan Pancakaki Masalah Karuhun Kabeh dari Ciamis yang ditulis dalam abad ke-18 dalam bahasa Jawa dan huruf Arab Pegon masih menyebut masa pemerintahan Sri Baduga ini dengan masa Gemuh Pakuan (kemakmuran Pakuan) sehingga tak mengherankan bila hanya Sri Baduga yang kemudian diabadikan kebesarannya oleh raja penggantinya dalam zaman Pajajaran.
Sri Baduga Maharaja alias Prabu Siliwangi dalam Prasasti Tembaga Kebantenan disebut Susuhunan di Pakuan Pajajaran, memerintah selama 39 tahun (1482 - 1521). Ia disebut secara anumerta Sang Lumahing (Sang Mokteng) Rancamaya karena ia dipusarakan di Rancamaya.
Kultus Prabu Siliwangi
Sunda Wiwitan
Dalam kepercayaan tradisional Sunda Wiwitan, tokoh Prabu Siliwangi dihormati sebagai gambaran pemimpin ideal masyarakat Sunda. Ia dihormati dan diakui sebagai karuhun atau leluhur para menak atau bangsawan Sunda.
2008 kidnapping in Afghanistan David Stephenson Rohde, a journalist for The New York Times, and two associates were kidnapped by members of the Taliban in November 2008. Rohde was in Afghanistan doing research for a book. After being held captive for eight months, in June 2009, Rohde and one of his associates escaped and made their way to safety. During his captivity, Rohde's colleagues at The New York Times appealed to other members of the news media not to publish any stories reporting on t...
School in BangladeshHaidrabad Hazi E. A. B. High Schoolহায়দরাবাদ হাজী ই. এ. বি. উচ্চ বিদ্যালয়AddressHazi Eakub Ali Bhuiyan Road, Haidarabad, Muradnagar UpazilaComilla District3543BangladeshCoordinates23°45′40″N 91°01′24″E / 23.7610°N 91.0234°E / 23.7610; 91.0234InformationMottoপ্রভু জ্ঞান দাও(God give us knowledge )Established1986 (1986)FounderHazi Eakub Ali Bhui...
نادي قونية سبور ‘‘‘الشعار‘‘‘ الاسم الكامل نادي قونية سبور لكرة القدم اللقب نسر الأناضول / الأخضر والأبيض الاسم المختصر قونية سبور تأسس عام عام 1922 (إصلاح عام 1981) الملعب ملعب قونية الجديد(السعة: 42,276) البلد تركيا الدوري دوري السوبر التركي 2013-14 الحادي عشر الإدارة رئيس اح�...
For schools with a similar name, see Our Lady of Lourdes School (disambiguation). This article needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be challenged and removed.Find sources: Our Lady of Lourdes Academy – news · newspapers · books · scholar · JSTOR (January 2015) (Learn how and when to remove this template message) Private, all-girls school in Miami, F...
SedaDesaNegara IndonesiaProvinsiJawa BaratKabupatenKuninganKecamatanMandirancanKode Kemendagri32.08.14.2003 Luas215,614 HaJumlah penduduk2.513 jiwaKepadatan1258 jiwa per km2 Kantor Desa Seda, dengan latar belakang Gunung Ceremai Seda adalah desa di kecamatan Mandirancan, Kuningan, Jawa Barat, Indonesia. Berada di kaki Gunung Ceremai, Desa Seda memiliki bentuk memanjang dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sukasari dan Desa Nanggerangjaya, Sebelah timur...
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten KediriDewan Perwakilan RakyatKabupaten Kediri2019-2024JenisJenisUnikameral Jangka waktu5 tahunSejarahSesi baru dimulai24 Agustus 2019PimpinanKetuaDodi Purwanto (PDI-P) sejak 8 Oktober 2019 Wakil Ketua IDrs. H. Sentot Djamaludin (PKB) sejak 8 Oktober 2019 Wakil Ketua IIDrs. Sigit Sosiawan, S.E. (Golkar) sejak 8 Oktober 2019 Wakil Ketua IIIMuhaimin (PAN) sejak 8 Oktober 2019 KomposisiAnggota50Partai & kursi PDI-P (15) ...
Overview of the education in Western Australia Old Perth Technical School, the venue for the first tertiary educational activity in the state.[1] Education in Western Australia consists of public and private schools in the state of Western Australia, including public and private universities and TAFE colleges. Public school education is supervised by the Department of Education,[2] which forms part of the Government of Western Australia. The School Curriculum and Standards Au...
Voce principale: Campionato mondiale di Formula 1 2009. Gran Premio di Cina 2009 806º GP del Mondiale di Formula 1Gara 3 di 17 del Campionato 2009 Data 19 aprile 2009 Nome ufficiale VI Chinese Grand Prix Luogo Circuito di Shanghai Percorso 5,451 km / 3,387 US mi Pista permanente Distanza 56 giri, 305,066 km/ 189,559 US mi Clima nuvoloso con schiarite in prova, pioggia in gara Risultati Pole position Giro più veloce Sebastian Vettel Rubens Barrichello Red Bull-Renault in 1'36184 Brawn...
Teluk SuezLetakMesirKoordinat28°45′N 33°00′E / 28.750°N 33.000°E / 28.750; 33.000Koordinat: 28°45′N 33°00′E / 28.750°N 33.000°E / 28.750; 33.000Panjang maksimal314 km (195 mi)Lebar maksimal32 km (20 mi)Kedalaman rata-rata40 m (130 ft)Kedalaman maksimal70 m (230 ft) Teluk Suez (Arab: خليج السويسcode: ar is deprecated ; Khalīǧ as-Suwais) adalah teluk dari percabangan dari Laut Mer...
Ice Hockey at the 1988 Winter Olympics 1988 Winter OlympicsIce HockeySoviet stamp for the Olympic ice hockey tournamentTournament detailsHost country CanadaVenue(s)Olympic SaddledomeStampede CorralFather David Bauer Olympic Arena (in 1 host city)DatesFebruary 13–28, 1988Teams12Final positionsChampions Soviet Union (7th title)Runner-up FinlandThird place SwedenFourth place CanadaTournament statisticsGames played42Goals scored316 ...
For the journals, see Ostraka (journal). For the similarly pronounced city on the Volga River near the Caspian Sea, see Astrakhan. Broken piece of pottery with inscription Ostrakon inscribed with Kimon [son] of Miltiades, for Cimon, an Athenian statesman. Ostrakon of Megacles, son of Hippocrates (inscription: ΜΕΓΑΚΛΕΣ ΗΙΠΠΟΚΡΑΤΟΣ), 487 BC. On display in the Ancient Agora Museum in Athens, housed in the Stoa of Attalus Ancient Greek ostraca voting for the ostracization of Th...
Pour les articles homonymes, voir Nièvre. la Nièvre La rivière Nièvre passant à Nevers. Cours de la Nièvre (carte interactive). Caractéristiques Longueur 49,98 km [1] Bassin 630 km2 [2] Bassin collecteur Loire Débit moyen 5,28 m3/s (Urzy) [3] Régime pluvial Cours Source près du hameau de Bourras-la-Grange · Localisation Champlemy · Altitude 276 m · Coordonnées 47° 18′ 33″ N, 3° 20′ 05″ E Confluence Loire · Localisatio...
This article has multiple issues. Please help improve it or discuss these issues on the talk page. (Learn how and when to remove these template messages) This biography of a living person needs additional citations for verification. Please help by adding reliable sources. Contentious material about living persons that is unsourced or poorly sourced must be removed immediately from the article and its talk page, especially if potentially libelous.Find sources: Zohar Palti – n...
لمعانٍ أخرى، طالع فلوريان ماير (توضيح). فلوريان ماير معلومات شخصية الميلاد 21 نوفمبر 1968 (العمر 55 سنة)براونشفايغ الجنسية ألمانيا تعديل مصدري - تعديل فلوريان ماير (بالألمانية: Florian Meyer) (مواليد 21 نوفمبر 1968 في براونشفايغ) حكم كرة قدم ألماني .[1][2][3] بدأ مس...
سفارة سلوفينيا في المملكة المتحدة سلوفينيا المملكة المتحدة الإحداثيات 51°30′00″N 0°07′56″W / 51.4999°N 0.1322°W / 51.4999; -0.1322 البلد المملكة المتحدة المكان مدينة وستمنستر الاختصاص المملكة المتحدة الموقع الالكتروني الموقع الرسمي تعديل مصدري - تعديل سفارة سلو�...
هذه المقالة عن جنس طيور ينتمي إلى قطويات (فصيلة: ). لقطا (توضيح)، طالع قطا (جنس) (توضيح). اضغط هنا للاطلاع على كيفية قراءة التصنيف قطا المرتبة التصنيفية جنس[1][2] التصنيف العلمي النطاق: حقيقيات النوى المملكة: الحيوانات الشعبة: الحبليات الطائفة: الطيور الرتبة: قط...
ثورة الشيخ سعيد جزء من النزاع التركي - الكردي معلومات عامة التاريخ 8 فبراير 1925[1] - مارس 1925 الموقع منطقتا ديار بكر وماردين الحالة وإلحاق الموصل إلى الانتداب البريطاني على العراق المتحاربون تركياوقبائل علوية (هرمكان ولولان) قبائل كردية القادة كمال أتاتورككاظم باش...
This section needs additional citations for verification. Please help improve this article by adding citations to reliable sources in this section. Unsourced material may be challenged and removed. (June 2009) (Learn how and when to remove this message) Dutch storm surge barrier 51°57′19″N 4°9′50″E / 51.95528°N 4.16389°E / 51.95528; 4.16389 The Maeslant Barrier seen from the north Location of the Maeslant Barrier A ship passing the barrier Model (no lon...
1864 New York gubernatorial election ← 1862 November 8, 1864 1866 → Nominee Reuben E. Fenton Horatio Seymour Party National Union Democratic Popular vote 369,557 352,526 Percentage 50.57% 49.43% Governor before election Horatio Seymour Democratic Elected Governor Reuben E. Fenton National Union Elections in New York State Federal government Presidential elections 1792 1796 1800 1804 1808 1812 1816 1820 1824 1828 1832 1836 1840 1844 1848 1852 1856 1860 1864 1...
Military service number A collection of service numbers from a United States Air Force officer's service record. From left to right (top to bottom): A Regular Air Force officer number, an Army Air Forces Reserve officer number, a Regular Army (Air Corps) officer number, and a Regular Army enlisted number. United States Air Force service numbers were created in the spring of 1948, approximately six months after the Air Force's creation as separate branch of the armed forces.[1] Air For...