Puri Agung Tabanan adalah sebutan untuk tempat kediaman (Bahasa Bali: puri) Raja Tabanan, yang merupakan salah satu puri di Bali, berlokasi di Jalan Srigunting No. 3 Tabanan, Bali, Indonesia.
Puri Agung Di Pucangan
Di Bali, pada zaman kerajaan, rumah jabatan tempat tinggal raja disebut "Puri Agung". Keberadaan Puri Agung Tabanan berkaitan dengan tokoh Arya Kenceng, yang dipercaya ikut datang bersama Gajah Mada ketika Majapahit menaklukkan Kerajaan Bedulu di Bali pada tahun 1343.[1]
Diceritakan setelah Bali berhasil ditaklukan, sebelum Patih Gajah Mada meninggalkan pulau Bali, semua Arya dikumpulkan, diberikan ceramah tentang pengaturan pemerintahan, ilmu kepemimpinan sampai pada ilmu politik. tujuan utamanya ialah tetap mempersatukan pulau Bali dan dapat dipertahankan sebagai daerah kekuasaan Majapahit. Setelah semua dirasa cukup, semua Arya diberikan daerah kekuasaan yang menyebar diseluruh Bali.
Sirarya Kenceng diberikan kekuasaan didaerah Tabanan dengan rakyat sebanyak 40.000 orang, Sirarya Kuta Waringin bertahan di Gegel dengan rakyat sebanyak 5.000 orang, Sirarya Sentong berkedudukan di Pacung dengan rakyat sebanyak 10.000 orang dan Sirarya Belog ( Tan Wikan ) diberikan kerdudukan di Kabakaba dengan jumlah rakyat sebanyak 5.000 orang.
Sirarya Damar diajak kembali ke Majapahit, kelak beliau diangkat menjadi Adipati Palembang.[2] Arya Kenceng memerintah Tabanan, dengan pusat kerajaan atau Puri Agung yang terletak di Pucangan (Buahan), Tabanan.
Arya Kenceng adalah Raja Tabanan I, yang Kerajaannya berada di Pucangan/Buahan mempunyai putra:
Selanjutnya Sirarya Ngurah Langwang, Raja Tabanan III, menggantikan Ayahnya Sri Megada Natha menjadi raja, yang kemudian mendapat perintah dari Dalem Raja Bali agar memindahkan Kerajaannya / Purinya di Pucangan ke daerah selatan, hal ini kemungkinan disebabkan secara geografis dan demografis sulit dicapai oleh Dalem dari Gegel dalam kegiatan inspeksi. Akhirnya Arya Ngurah Langwang mendapat pewisik, "dimana ada asap (tabunan) mengepul agar disanalah membangun puri".
Setelah melakukan pengamatan dari Kebon Tingguh, terlihat di daerah selatan asap mengepul ke atas, kemudian beliau menuju ke tempat asap mengepul tersebut. Ternyata asap tersebut keluar dari sebuah sumur yang terletak di dalam area Pedukuhan yaitu Dukuh Sakti (di Pura Pusar Tasik Tabanan sekarang). Akhirnya ditetapkan disitulah beliau membangun Puri, setelah selesai, dipindahlah secara resmi ( dengan Upacara ) Puri Agung / Kerajaannya beserta Batur Kawitannya dari Pucangan ke Tabanan (sekitar abad 14). Oleh karena asap terus mengepul dari sumur seperti Tabunan sehingga puri beliau diberi nama Puri Agung Tabunan, yang kemudian pengucapannya berubah menjadi Puri Agung Tabanan, sedangkan Kerajaannya disebut Puri Singasana dan Raja bergelar Sang Nateng Singasana.
Semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang beserta saudara-saudaranya ( Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung) dan seketurunannya berpura kawitan di Pura Batur di Puri Singasana Tabanan ( Puri Agung Tabanan ).
Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan, diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di Buahan.
Letak dan Denah pada tahun 1900
Batas Utara: Rurung /Jalan, Pasar( di area pohon beringin sekarang )dan Dangin Peken
Batas Timur: Jalan sebelah barat Pura Sakenan dan Jero Oka( Pasar Tabanan sekarang )
Batas Selatan: Jalan Gajah Mada
Batas Barat: Jero Subamia, Pekandelan Puri Gede / Agung dan Jero Meregan
Selanjutnya Puri Agung Tabanan di tempati oleh Raja-Raja Tabanan berikutnya, yang juga menurunkan Pratisentana Arya Kenceng di berbagai Jero / Puri yang ada di Tabanan,[3] sebagai berikut:
Raja Tabanan ke:
IV. Sirarya Ngurah Tabanan / Prabu Winalwan / Betara Mekules.
V. Ki Gusti Wayahan Pemadekan
VI. Ki Gusti Made Pemadekan
VII. Sirarya Ngurah Tabanan / Prabu Winalwan / Betara Mekules. ( Pelinggih / Tempat memuja dan mengaturkan sembah bakti kepada Beliau, selain di Pura Luhur Batur Agung di Puri Agung Tabanan ada juga di Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan. Petoyan / Odalan pada dina Anggara/Selasa Kliwon Dukut )
VIII. Sirarya Ngurah Tabanan / Betara Nisweng Penida
IX. Ki Gusti Nengah Malkangin dan Ki Gusti Made Dalang
X. Ki Gusti Bola
XI. Ki Gusti Alit Dawuh / Sri Megada Sakti
XII. Putra Sulung Sri Megada Sakti / Ratu Lepas Pemade
XIII. Ki Gusti Ngurah Sekar / Cokorda Sekar
XIV. Ki Gusti Ngurah Gede / Cokorda Gede Ratu
XV. Ki Gusti Ngurah Made Rai / Cokorda Made Rai
XVI. Kiyayi Buruan
XVII. Ki Gusti Ngurah Rai / Cokorda Rai. Berpuri di Penebel Tabanan
XVIII. Ki Gusti Ngurah Ubung
XIX. Ki Gusti Ngurah Agung / Ratu Singasana
XX. Sirarya Ngurah Tabanan / Ida Betara Ngeluhur Raja XX dari tahun 1868 s/d 1903, berputra:
1. Arya Ngurah Agung
2. Ki Gusti Ngurah Gede Mas
3. Arya Ngurah Alit
4. Ki Gusti Ngurah Rai Perang ( Membangun Puri Dangin )
5. Ki Gusti Ngurah Made Batan ( Puri Dangin )
6. Ki Gusti Ngurah Nyoman Pangkung ( Puri Dangin )
7. I Gusti Ngurah Gede Marga ( Membangun Puri Denpasar Tabanan )
8. I Gusti Ngurah Putu ( Membangun Puri Pemecutan Tabanan ), berputra:
.1. I Gusti Ngurah Wayan
.2. I Gusti Ngurah Made, berputra:
1. I Gusti Ngurah Gede
2. I Gusti Ngurah Mayun
.3. I Gusti Ngurah Ketut
.4. Sagung Nyoman
.5. Sagung Rai
.6. Sagung Ketut
9. Sagung Wah ( terkenal memimpin Bebalikan Wangaya melawan Belanda )
XXI. Ki Gusti Ngurah Rai Perang / Cokorda Rai Perang dari 1903 s/d 1906
Masa penjajahan Belanda
Pada 27 September 1906, zaman penjajahan Belanda, Kerajaan Tabanan dikuasai oleh Belanda, Raja Tabanan saat itu, Cokorda Ngurah Rai Perang beserta Putra dan Saudara-Saudaranya ditawan oleh Belanda di Puri Denpasar.
Tanggal 28 September Puri Agung Singasana, Puri Mecutan Tabanan, Puri Dangin Tabanan, Puri Denpasar Tabanan dan beberapa yang lainnya dihancurkan oleh Belanda. Raja Tabanan Cokorda Ngurah Rai Perang dan seorang Putra Dia ( I Gusti Ngurah Gede Pegeg ) dengan keberaniannya melakukan puputan(bunuh diri ) di Puri Denpasar, karena tidak mau tunduk atau menjadi tawanan Belanda.
Tanggal 29 September 1906 putra dan saudara-saudaranya di Puri Dangin Tabanan, Puri Pemecutan Tabanan dan Puri Denpasar Tabanan diselong / diasingkan ke Sasak Lombok.
Setelah beberapa tahun diselong di Lombok, masih dalam masa penjajahan Belanda, putra dan saudaranya Alm. "Cokorda Ngurah Rai Perang" lagi dikembalikan ke Tabanan.
Dalam rangka memilih Kepala Pemerintahaan di Tabanan, Belanda juga mencari dan menerima saran-saran dari beberapa Puri / Jero yang sebelumnya ada dalam struktur kerajaan, tentang bagaimana tatacara memilih seorang raja di Tabanan sebelumnya. Setelah mempertimbangkannya, pada tanggal 8 Juli 1929, diputuskan sebagai Kepala / Bestuurder Pemerintahan Tabanan dipilih I Gusti Ngurah Ketut putra I Gusti Ngurah Putu ( putra Sirarya Ngurah Agung Tabanan, Raja Tabanan ke XX ) dari Puri Mecutan, dengan gelar Cokorda.
Selanjutnya Beliau membangun kembali Puri beserta Pura Batur Kawitan Betara Arya Kenceng di area bekas letak Puri Agung Tabanan yang telah dihancurkan Belanda. Karena adanya keterbatasan saat itu, luas area yang digunakan dan jumlah bangunan adat yang didirikan tidak seperti yang semula.
Pada tanggal 1 Juli 1938 Tabanan menjadi Daerah Swapraja, Kepala Daerah Swapraja tetap dijabat oleh I Gusti Ngurah Ketut ( dari Puri Mecutan Tabanan ), kemudian beliau dilantik / disumpah di Pura Besakih pada Hari Raya Galungan tanggal 29 Juli 1938 dan Mabiseka Ratu bergelar Cokorda Ngurah Ketut, dilihat dari urutan Raja Tabanan, beliau adalah Raja Tabanan ke XXII 1938 s/d 1947.
Masa Kemerdekaan Indonesia
Cokorda Ngurah Ketut berada di Puri Agung Tabanan bersama putra dan saudaranya ( I Gusti Ngurah Wayan, I Gusti Ngurah Made, Sagung Nyoman, Sagung Rai dan Sagung Ketut ).
Pada zaman kerajaan, hanya raja dan putera mahkota saja yang menempati Puri Agung Tabanan, sedangkan putra-putra lainnya, oleh raja dibuatkan Puri / Jero baru beserta kelengkapannya. Seiring dengan terjadinya perubahan zaman dan pemerintahan, hal tersebut tidak berkelanjutan, dimana tidak dibangun lagi Puri Pemecutan Tabanan dan Puri-Puri/Jero-Jero baru.
Sekarang yang berada di Puri Agung Tabanan adalah kelanjutan keturunan Cokorda Ngurah Ketut dan Saudaranya, yang merupakan putera I Gusti Ngurah Putu ( Putera Sirarya Ngurah Agung Tabanan, Raja Tabanan ke XX ) yang berasal dari Puri Pemecutan Tabanan.
Cokorda Ngurah Ketut berputera:
1. I Gusti Ngurah Gede
2. I Gusti Ngurah Alit Putra
3. I Gusti Ngurah Raka
4. Sagung Mas
5. I Gusti Ngurah Agung
Selanjutnya I Gusti Ngurah Gede, putera sulung Cokorda Ngurah Ketut menjadi Cokorda Tabanan, bergelar Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan XXIII Maret 1947 s/d 1986 dan beliau menjabat Bupati Tabanan Pertama tahun 1950, tempat tinggal beliau disebut Puri Gede / Puri Agung Tabanan.
Cokorda Ngurah Gede, Berputra:
.1. Sagung Putri Sartika
.2. I Gusti Ngurah Bagus Hartawan
.3. Sagung Putra Sardini
.4. I Gusti Ngurah Alit Darmawan
.5. Sagung Ayu Ratnamurni
.6. Sagung Jegeg Ratnaningsih
.7. I Gusti Ngurah Agung Dharmasetiawan
.8. Sagung Ratnaningrat
.9. I Gusti Ngurah Rupawan
10. I Gusti Ngurah Putra Wartawan
11. I Gusti Ngurah Alit Aryawan
12. Sagung Putri Ratnawati
13. I Gusti Ngurah Bagus Grastawan
14. I Gusti Ngurah Mayun Mulyawan
15. Sagung Rai Mayawati
16. Sagung Anom Mayadwipa
17. Sagung Oka Mayapada
18. I Gusti Ngurah Raka Heryawan
19. I Gusti Ngurah Bagus Rudi Hermawan
20. I Gusti Ngurah Bagus Indrawan
21. Sagung Jegeg Mayadianti
22. I Gusti Ngurah Adi Suartawan.
Pada tanggal 21 Maret 2008, I Gusti Ngurah Rupawan putera Cokorda Ngurah Gede Mabiseka Ratu, bergelar Ida Cokorda Anglurah Tabanan merupakan urutan Raja Tabanan ke XXIV, berpuri di Puri Agung Tabanan.