Manajemen sumber daya manusia atau disingkat MSDM, adalah pemanfaatan sejumlah individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.[1] Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Unsur utama MSDM adalah manusia.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusianya.
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia secara keseluruhan adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui manusia. Seperti telah diungkapkan oleh Ulrich dan Lake (1990), sistem MSDM dapat menjadi sumber kapabilitas organisasi yang memungkinkan perusahaan belajar dan memperagakan kesempatan untuk peluang baru. Secara khusus, tujuan MSDM adalah sebagai berikut.
a. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja yang cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi, seperti yang dibutuhkan;
b. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia - kontribusi, kemampuan dan kecakapan mereka;
c. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang teliti, sistem kompensasi dan insentif yang tergantung pada kinerja, dan pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang terkait dengan kebutuhan bisnis.(Becker et al., 1997);
d. Mengembangkan praktek manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari bahwa karyawan adalah stakeholder dalam organisasi yang bernilai dan membantu mengembangkan iklim kerja sama dan kepercayaan bersama;
e. Menciptakan iklim, diharapkan hubungan yang produktif dan harmonis dapat dipertahankan melalui asosiasi antara manajemen dengan karyawan;
f. Mengembangkan lingkungan, diharapkan kerjasama tim dan fleksibilitas dapat berkembang;
g. Membantu organisasi mengembangkan dan mengadaptasikan kebutuhan stakeholder (pemilik, lembaga, wakil pemerintah, manajemen, karyawan, pelanggan, pemasok, dan masyarakat luas);
h. Memastikan bahwa orang dinilai dan dihargai berdasarkan apa yang mereka lakukan dan mereka capai;
i. Mengelola tenaga kerja yang beragam, memperhitungkan perbedaan individu dan kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja dan aspirasi;
j. Memastikan bahwa persamaan kesempatan tersedia untuk semua;
. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola karyawan yang didasarkan pada perhatian pada karyawan, keadilan dan transparansi; l. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental karyawan [2]
Keterangan
Suatu perusahaan akan beruntung bila bisa menggaet tenaga manajerial yang brilyan, baik yang sudah pengalaman ataupun trainee. Kerepotannya adalah bagaimana membuat si “Bintang” itu betah di perusahaan. Gaji besar tak selalu menjamin ia bakal “loyal” terus.
Merekrut tenaga tingkat manajerial merupakan aktivitas yang tidak murah. Tak jarang perusahaan harus menggunakan konsultan tenaga kerja dari luar untuk melaksanakan rekrutmen dan seleksi calon pegawai yang cocok. Cara yang lebih jitu lagi menjaring calon yang tepat adalah secara aktif mencari di dalam kalangan industri dan bila perlu membajaknya dari perusahaan lain (”headhunting” dan “hijacking”). Semua, tentu, dengan biaya yang tidak sedikit bagi perusahaan yang membutuhkan tenaga manajer tersebut.
Usaha yang kompleks dan tidak murah ini belum juga menjamin kesesuaian antara calon pegawai dengan jabatan yang bakal diisinya. Ketidakcocokan bisa karena ternyata si calon itu tidak memenuhi sejumlah syarat kerja, atau malah si calon itu sendiri yang — setelah ia tahu lebih banyak mengenai pekerjaannya — merasa kurang pas dengan kedudukan barunya.
Bila ini keadaannya, maka dapat diperkirakan bahwa cepat atau lambat si pegawai itu akan “mental” atau hengkang dari tempat kerja. Hal yang amat merugikan perusahaan sekiranya pegawai tersebut sebenarnya termasuk pekerja yang baik dan penuh potensi.
Membuat Betah
Gaji tinggi, fasilitas lengkap, sertajabatan/ke-dudukan yang jelas tak selalu menjamin betahnya seorang pegawai, apalagi untuk tingkat ma¬najerial ke atas. Sebagai orang baru, hal-hal itu tentu menjadi pertimbangan, namun, selang beberapa waktu, tentu ada hal-hal lain yang bakal dicarinya.
Upaya untuk membuat pegawai baru betah, apalagi bila diketahui ia tipe yang penuh inisiatif, enerjik, dan ogah rutinitas, harusnya dimulai sejak awal, kala ia baru masuk. Pada bulan pertama diperkenalkan kepada lingkungan kerjanya serta tugas-tugasnya secara spesifik. Bersamaan dengan itu pula sang pegawai baru di-expose pada budaya perusahaan, yakni pola perilaku segenap warga perusahaan yang mencerminkan sistem nilai yang dianut perusahaan.
Pelatihan
Untuk para manajer baru yang tugasnya berhubungan dengan banyak unit lain dalam perusahaan, maka ada baiknya ia pun mengenali fungsi dan tugas unit-unit itu. Beberapa perusahaan besar bahkan mengharuskan para manajer tersebut untuk mengikuti hands-on training di beberapa unit yang relevan. Ini pengalaman yang penting mengingat bahwa dalam tugasnya kelak sang manajer bakal berhubungan banyak dengan unit-unit tersebut sehingga perlu memahami pola kerjanya sedetail mungkin.
Dalam proses ini, yang bisa saja berlangsung sampai setahun, trainee yang bakal menduduki jabatan eselon manajemen ini berinteraksi de¬ngan banyak pihak; dengan kalangan pelaksana, penyelia, manajer, dan tak jarang pula dengan pimpinan perusahaan. Kerapkali momen sosialisasi seperti ini menjadi faktoryang turut mendu-kung kemajuan karier trainee tersebut.
Selain itu, pelatihan dalam bidang organisasi, komunikasi, maupun bidang-bidang lain yang menunjang ketrampilan manajemen, merupakan masukan berharga bagi calon manajer. Apa¬lagi bila materi pelatihan disajikan oleh praktisi-praktisi yang mengenai betul kondisi dan iklim kerja di perusahaan. Memang, sekali lagi, ini bentuk perhatian pada calon-calon manajer yang harganya tentu mahal.
Tetapi ini harus dipandang sebagai investasi perusahaan untuk memiliki jajaran manajer yang trampil, mampu, dan punya wawasan yang sejalan dengan cita-cita dan falsafah perusahaan. Dari sudut si calon manajer sendiri, ini merupakan perlakuan yang tentunya memperkaya pengetahuan dan kemampuan individualnya, yang pada gilirannya bisa berperan besar dalam menumbuhkan loyalitasnya pada perusahaan.
Ibarat bayi yang baru lahir dan memasuki dunia baru, maka enam bulan pertama seorang pe¬gawai baru adalah masa-masa kritis yang menentukan sikap dan pandangannya terhadap perusahaan maupun pekerjaannya.
Betah dan Berprestasi
Bagi pegawai baru yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan manajerial, tentunya ada harapan bahwa ia diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Percuma mereka sekolah tinggi-tinggi (sering kali sampai tingkat MBA) bila kesempatan itu tak kunjung tiba. Oleh karena itu, suatu kesalahan besar bila pada saat ia masuk ia langsung diantar ke meja atau ruangannya, lantas didiamkan. Perusahaan mungkin menganggap bahwa pasti pegawai baru itu akan segera bersibuk diri dalam pekerjaan. Dugaan yang cenderung meleset karena siapa pun juga dan sehebat apa pun orangnya butuh tuntunan dalam orientasi pekerjaan. Lantas ia butuh kesempatan untuk mempraktikkan sega-la pengetahuan sekolahnya secara konkret di tempat kerja.
Hal lain yang dapat membuat “orang baru” dalam perusahaan semakin betah adalah apabila dalam bulan-bulan pertama ia sudah dilibatkan dalam beberapa persoalan perusahaan yang cukup penting. Ini kesempatan pula baginya untuk menyumbangkan pikirannya dalam rangka pemecahan masalah. Syukur-syukur bila sumbang sarannya benar-benar diperhatikan dan — kalau memang itu usul yang pantas — diterapkan. Secara psikologis hal ini dapat diterangkan sebagai proses daur pengalaman yang menguatkan perilaku tertentu yang dikehendaki. Dalam proses seperti ini, urutan-urutan kejadian adalah sebagai berikut:
- ada pegawai baru dalam perusahaan,
- sebagai orang baru ia akan mengacu pada atasannya dalam perusahaan,
- bila atasan atau pimpinan perusahaan itu memberi kesempatan padanya untuk berpe-ran aktif dalam suatu pemecahan persoalan, maka,
- pegawai baru tersebut akan memperoleh rasa puas yang sifatnya menguatkan keputusan-nya semula untuk masuk dalam perusahaan.
Untuk menciptakan kondisi kerja seperti itu, maka perusahaan sebenarnya dapat merancangnya sejak awal. Selain tugas-tugas yang relatif rutin yang dibebankan pada manajer baru tersebut, maka dapat pula disisipkan beberapa tugas lain yang sifatnya khusus. Misalnya, ia si manajer baru dapat dimasukkan ke dalam sua¬tu tim yang menangani proyek tertentu. Tentunya tugas-tugas khusus yang diberikan itu harus sesuai dengan bidang keahliannya. Selain itu, tingkat kesulitan yang dihadapi dalam tugasnya hendaknya proporsional dengan statusnya seba¬gai orang baru. Jangan sampai orang baru ini mendapat “daging yang terlalu besar dan alot ba¬ginya untuk dikunyah”.
Sistem mentor
Banyak pula perusahaan yang menggunakan sistem mentor dalam program orientasi tenaga manajerial baru. Yang biasa dikaryakan untuk tugas mentor ini adalah para eksekutif senior. Cara ini memungkinkan manajer baru untuk lebih cepat mengenal medan. la pun akan menyerap informasi-informasi (dan “trick-trick”) dalam tugasnya yang mungkin tak bisa diperoleh melalui pola orientasi lain. Mentor akan memberi tahu titik-titik bahaya yang perlu dihindari, kesempatan-kesempatan mana yang bakal muncul dan dimanfaatkan, serta 100 hal-hal lain (kecil maupun besar) yang bisa membuat manajer baru lebih efektif lebih cepat.
Yang penting, si mentor memberi informasi tidak berdasarkan kerangka teoretis belaka tetapi sudah dicampurnya dengan unsur pengalaman dan kebijaksanaan yang diperoleh melalui proses kerja bertahun-tahun.
Tentunya perusahaan harus selektif dalam memilih mentor. Gunakan eksekutif-eksekutif atau tenaga senior lainnya yang benar-benar kompeten dan punya keinginan untuk membimbing tunas baru. Ini penting karena yang ditangani adalah kader-kader calon penerus perusahaan. Sikap dan cara kerja yang akan tumbuh pada mereka bisa banyak ditentukan oleh pengalaman dini yang dilewati semasa di bawah pengawasan dan bimbingan mentor.
Penting pula bagi manajer baru yang sedang dalam masa orientasi seperti di atas untuk memperoleh umpan balik yang cukup. Performance appraisal (penilaian karya) terhadap aktivitas kerjanya tiap 3 bulan selama satu atau dua tahun dinilai banyak ahli perusahaan sebagai tidak berlebihan. Tak perlu terlalu repot melaksanakan ini, cukup satu session tatap muka untuk mengutarakan apa yang telah dilakukan selama ini, mana yang dianggap benar atau efektif, mana yang kurang tepat, dan kira-kira apa yang bakal dihadapinya dalam waktu yang akan datang.
Memang, tampaknya cukup rumit untuk mengurusi orang yang baru memasuki sebuah perusahaan. Tetapi bila ini menyangkut tenaga yang dipandang penting oleh perusahaan (”bintang” begitu), maka mau tak mau upaya ini harus ditelusuri. Betapa tidak. Dalam suasana kompetitif seperti sekarang, Tenaga kerja yang baik pada dasarnya tak bisa dibeli; paling-paling hanya bisa “disewa” beberapa tahun saja. Oleh karena itu penting menumbuhkan rasa betah dan loyal pada dirinya, agar penyewaan terha-dapnya berlangsung terus.
Asosiasi profesional
Terdapat sejumlah asosiasi profesional di berbagai negara, beberapa di antaranya menawarkan pelatihan dan sertifikasi. Society for Human Resource Management, yang berbasis di Amerika Serikat, adalah asosiasi profesional terbesar yang dikhususkan untuk manajemen sumber daya manusia,[3][4][5] dengan lebih dari 285.000 anggota di 165 negara. Perusahaan ini menawarkan serangkaian sertifikasi Profesional di bidang Sumber Daya Manusia (PHR) melalui Lembaga Sertifikasi Personelnya. Chartered Institute of Personnel and Development, yang berbasis di Inggris, merupakan asosiasi SDM profesional tertua dan pendahulunya didirikan pada tahun 1918.[6][7]
Beberapa asosiasi juga melayani ceruk-ceruk di bidang SDM. Institute of Recruiters (IOR) adalah asosiasi perekrutan profesional yang menawarkan pendidikan, dukungan, dan pelatihan kepada para anggotanya.[8][9] WorldatWork berfokus pada "imbalan total" dengan menawarkan beberapa sertifikasi dan program pelatihan yang terkait dengan imbalan dan keseimbangan kehidupan kerja.
Organisasi profesional pengusaha
Organisasi pemberi kerja profesional (PEO) adalah perusahaan alih daya yang menyediakan layanan untuk usaha kecil dan menengah (UKM).[10][11] Biasanya, penawaran PEO dapat mencakup konseling sumber daya manusia, layanan keselamatan dan mitigasi risiko, pemrosesan penggajian, pengajuan pajak pemberi kerja, asuransi kompensasi pekerja, dan tunjangan kesehatan. PEO membuat perjanjian kerja bersama dengan kliennya. Melalui pekerjaan bersama, PEO menjadi pemberi kerja terdaftar (EoR) untuk tujuan perpajakan, mengajukan pajak penggajian dengan nomor identifikasi wajib pajaknya sendiri.[12] Sebagai pemberi kerja yang sah, PEO bertanggung jawab untuk memotong pajak yang sesuai, membayar pajak asuransi pengangguran, dan menyediakan perlindungan kompensasi pekerja.[13]
Referensi
Lihat juga
Pustaka tambahan
- Cut Zurnali, (2010), Knowledge Worker: Kerangka Riset Manajemen Sumber Daya Manusia Masa Depan, Penerbit Unpad Press, Bandung
- Handoko, T.H.(1987). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi ke-2. Yogyakarta:PBFE [Universitas Gadjah Mada].
- Siagian, Sondang P. (2006), Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan ketiga belas, Bumi Aksara, Jakarta.
- Saydam, Gouzali, (2000), Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu pendekatan Mikro (Dalam Tanya Jawab), Cetakan kedua, Djambatan, Jakarta
- Hariandja, Marihot Tua Efendi, (2005), Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, Cetakan ketiga, PT Grasindo, Jakarta.
Pranala luar
|
---|
Cabang manajemen | |
---|
Bidang manajemen lain | |
---|