Tolstoy dilahirkan di Yasnaya Polyana, tanah keluarganya yang terletak di wilayah Tula, Rusia. Ia adalah anak keempat dari lima bersaudara di keluarganya. Orangtuanya meninggal ketika ia masih kecil, karena itu ia dibesarkan oleh sanak keluarganya. Tolstoy belajar hukum dan bahasa-bahasa Oriental di Universitas Kazan pada 1844 hingga akhirnya ia meninggalkan universitas itu. Dosen-dosennya menggambarkan dirinya "tidak mampu dan tidak mau belajar." Ia kembali ke tengah-tengah studinya di Yasnaya Polyana dan menghabiskan banyak waktunya di Moskwa dan St. Petersburg. Setelah terjerumus ke dalam utang yang besar karena berjudi, Tolstoy menemani kakaknya ke Kaukasus pada 1851 dan masuk ke dalam Tentara Rusia. Tolstoy mulai menulis sastra sekitar masa-masa kini. Pada 1862 ia menikah dengan Sofia Andreevna Bers, yang usianya 16 tahun lebih muda, dan mereka mempunyai 13 orang anak.
Pernikahannya dengan Sofia Andreevna Bers ditandai pada permulaannya oleh Tolstoy pada malam pernikahannya dengan memberikan buku hariannya kepada tunangannya. Buku-buku hariannya ini memuat catatan mengenai hubungan seksualnya dengan para petaninya. Meskipun demikian, awal kehidupan perkawinan mereka cukup bahagia dan tenang, dan memberikan Tolstoy banyak kebebasan untuk menulis adikarya sastranya, Perang dan Damai dan Anna Karenina. Kehidupan perkawinannya yang belakangan digambarkan oleh A.N.Wilson sebagai salah satu yang paling tidak bahagia dalam sejarah sastra. Hubungannya dengan istrinya semakin buruk ketika keyakinannya menjadi semakin radikal.
Rekan-rekan sezamannya sangat menghormatinya: Dostoyevsky menganggapnya sebagai yang terbesar di antara semua novelis yang hidup saat itu, sementara Gustave Flaubert mencetus: "Seorang seniman hebat, seorang psikolog hebat!". Anton Chekhov, yang sering kali mengunjungi Tolstoy di tanahnya di pinggiran kota, menulis: "Ketika sastra memiliki seorang Tolstoy, menjadi penulis itu mudah dan menyenangkan; bahkan bila kita tahu bahwa kita sendiri tidak mencapai hasil apa-apa, itu tidak menjadi masalah karena Tolstoy yang berprestasi untuk kita semua. Apa yang dilakukannya berguna untuk membenarkan semua harapan dan aspirasi yang ditanamkan dalam sastra." Para kritikus dan novelis yang belakangan terus memberikan kesaksian terhadap seninya: Virginia Woolf menyatakan Tolstoy sebagai "yang terbesar di antara semua novelis" dan Thomas Mann menulis tentang seni penulisannya yang tampaknya jujur—"Jarang sekali suatu karya seni yang begitu mirip dengan alam"—perasaan-perasaan yang juga dimiliki oleh banyak orang lainnya, termasuk Marcel Proust, Vladimir Nabokov dan William Faulkner.
Novel-novel otobiografinya, Masa Kanak-kanak, Masa Kecil, dan Remaja (1852–1856), terbitan-terbitannya yang pertama, menceritakan tentang anak seorang tuan tanah yang kaya dan kesadarannya yang bertumbuh perlahan tentang perbedaan-perbedaan antara dirinya dengan teman-teman bermainnya yang keturunan buruh tani. Meskipun dalam kehidupannya di kemudian hari Tolstoy menolak ketiga buku ini dan menganggapnya sentimental, banyak dari hidupnya disingkapkan dalam buku-buku ini. Buku-buku tersebut masih relevan karena isinya menceritakan kisah yang universal tentang pertumbuhan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa.
Di resimen artileri Tolstoy berpangkat letnan dua selama Perang Krimea. Ia mengisahkan semua ini dalam bukunya Sketsa-sketsa Sevastapol. Pengalaman-pengalamannya di medan pertempuran menolong dirinya mengembangkan pasifisme, dan memberikan kepadanya bahan untuk gambaran yang realistik tentang kengerian perang dalam karya-karyanya di kemudian hari. Fiksinya secara konsisten berusaha menyampaikan secara realistik masyarakat Rusia yang ada pada masanya. Orang-orang Kosak (1863) menggambarkan kehidupan dan keadaan bangsa Kosak melalui cerita tentang seorang bangsawan Rusia yang jatuh cinta dengan seorang gadis Kosak. Anna Karenina (1877) mengisahkan cerita-cerita perumpamaan tenang seorang perempuan yang berzinah, yang terjebak oleh kebiasaan dan kepalsuan masyarakat, serta tentang seorang pemilik tanah yang filosofis (mirip sekali dengan Tolstoy), yang bekerja bersama-sama dengan para penggarap di ladang dan berusaha memperbarui hidup mereka.
Tolstoy tidak hanya menggali dari pengalaman hidupnya sendiri tetapi juga menciptakan tokoh-tokoh sesuai dengan gambarannya, seperti misalnya Pierre Bezukhov dan Pangeran Andrei dalam Perang dan Damai, Levin dalam Anna Karenina dan sampai batas tertentu, Pangeran Nekhlyudov dalam Kebangkitan.
Perang dan Damai umumnya dianggap sebagai salah satu novel terbesar yang pernah ditulis, luar biasa luasnya dan keutuhannya. Kanvasnya yang luas mencakup 580 tokoh cerita, banyak di antaranya historis, yang lainnya fiktif. Ceritanya beralih dari kehidupan keluarga ke markas besar Napoleon, dari istana Alexander I dari Rusia ke medan tempur dari Austerlitz dan Borodino. Buku ini ditulis dengan maksud menjelajahi teori sejarah Tolstoy, dan khususnya ketidakberartian pribadi-pribadi seperti Napoleon dan Alexander. Yang agak mengejutkan, Tolstoy tidak menganggap Perang dan Damai sebagai sebuah novel (ia pun tidak menganggap banyak fiksi besar Rusia lainnya yang ditulis pada masa itu sebagai novel). Pandangan ini menjadi kurang mengejutkan bila kita menganggap bahwa Tolstoy adalah seorang novelis dari aliran realis yang menganggap novel itu sebagai kerangka untuk mengkaji masalah-masalah sosial dan politik dalam kehidupan abad ke-19. Karena itu Perang dan Damai (sebetulnya Tolstoy ingin menulis sebuah epik dalam prosa) tidak memenuhi syarat. Tolstoy menganggap Anna Karenina sebagai novel pertamanya yang sesungguhnya, dan memang ini adalah salah satu yang terbesar di antara semua novel realis.
Setelah Anna Karenina, Tolstoy berkonsentrasi pada tema-tema Kristen, dan novel-novelnya yang belakangan, seperti misalnya Kematian Ivan Ilyich (1886) dan Jadi apa yang harus kita lakukan? mengembangkan suatu filsafat Kristen anarko-pasifis yang membuat ia dikucilkan dari Gereja Ortodoks pada 1901.
Keyakinan keagamaan dan politik
Keyakinan-keyakinan Kristen Tolstoy didasarkan pada Khotbah di Bukit, dan khususnya pada bagian tentang memberikan pipi kiri, yang dipahaminya sebagai pembenaran bagi pasifisme, anti kekerasan dan anti perlawanan. Tolstoy percaya bahwa menjadi seorang Kristen membuat ia seorang pasifis, dan karena kekuatan militer yang digunakan oleh pemerintahnya, menjadi pasifis berarti menjadi anarkis. Ia merasa sangat terisolasi di dalam keyakinan-keyakinannya ini, dan karena itu sesekali ia menderita depresi yang begitu parah sehingga, di manapun ia melihat tambang, ia ingin menggantung dirinya sendiri, dan ia menyembunyikan senapan-senapannya untuk mencegahnya melakukan bunuh diri.
Tolstoy percaya bahwa seorang Kristen harus memeriksa hatinya sendiri untuk menemukan kebahagiaan, ketimbang memandang ke luar kepada Gereja atau negara. Keyakinannya akan anti kekerasan ketika menghadapi penindasan adalah sebuah ciri khas lain dari filosofinya. Dengan memengaruhi Mahatma Gandhi secara langsung dengan gagasan ini melalui karyanya Kerajaan Allah Ada di Dalam Dirimu (teks lengkap dalam bahasa Inggris dapat ditemukan di sini), Tolstoy telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap gerakan perlawanan anti kekerasan hingga masa kini. Ia yakin bahwa kaum aristokrasi merupakan beban bagi kaum miskin, dan bahwa satu-satunya solusi untuk kehidupan bersama kita adalah melalui anarkisme. Ia juga menentang hak milik pribadi dan institusi perkawinan serta menjunjung gambaran ideal selibat dan pantangan seksual (dibahas dalam Romo Sergius dan pengantarnya dalam Sonata Kreutzer. Karya Tolstoy di kemudian hari sering kali dikritik karena terlalu didaktik dan ditulis secara tambal-sulam, namun menggali semangat dan dinamisme dari kedalaman pandangan-pandangan moralnya yang keras. Rangkaian pencobaan terhadap Sergius dalam Romo Sergius, misalnya, adalah salah satu kemenangannya di kemudian hari. Gorky mengisahkan tentang bagaimana Tolstoy suatu kali membacakan bagian ini di hadapannya dan Chekhov dan bahwa Tolstoy begitu terpengaruh hingga mencucurkan air mata pada akhir pembacaan itu. Alinea-aliena lainnya yang belakangan yang mempunyai kekuatan yang luar biasa termasuk krisis pribadi yang dihadapi oleh para tokoh protagonis dari Kematian Ivan Ilyich dan Tuan dan Manusia, di mana tokoh utamanya (dalam Ilyich) atau pembaca (dalam Tuan dan Manusia) dijadikan sadar akan kebodohan kehidupan para tokoh protagonisnya.
Tanpa menyebut dirinya seorang anarkis, Leo Tolstoy, seperti para pendahulunya dalam gerakan keagamaan rakyat pada abad ke-15 dan ke-16, Chojecki, Denk dan banyak lainnya, mengambil posisi anarkis terhadap negara dan hak-hak milik, menyusun kesimpulan-kesimpulannya dari semangat umum ajaran-ajaran Yesus dan dari penalarannya sendiri. Dengan seluruh kemampuan bakatnya ia membuat (khususnya dalam Kerajaan Allah ada di Dalam Engkau) suatu kritik yang dahsyat terhadap gereja, negara dan hukum bersama-sama, dan khususnya tentang hukum harta milik pada masa kini. Ia menggambarkan negara sebagai dominasi dari yang kejam, yang didukung oleh kekuatan brutal. Para perampok, katanya, jauh kurang berbahaya dibandingkan dengan pemerintah yang terorganisasi dengan baik. Ia membuat kritik yang tajam terhadap prasangka-prasangka yang kini bermunculan mengenai keuntungan-keuntngan yang diberikan kepada manusia oleh gereja, negara dan distribusi harta milik yang ada, dan dari ajaran-ajaran Yesus ia menyimpulkan aturan untuk tidak melawan dan kutukan mutlak terhadap semua perang. Namun, argumen-argumen religiusnya dengan sangat baik digabungkannya dengan argumen-argumen yang dipinjam dari pengamatan yang seimbang tentang kejahatan-kejahatan pada masa kini, sehingga bagian-bagian anarkis dari karya-karyanya tampak menarik bagi para pembaca yang religius maupun yang tidak religius.
Sepucuk surat yang ditulis Tolstoy kepada sebuah surat kabar India berjudul "Surat kepada seorang Hindu" menghasilkan sebuah korespondensi panjang dengan Mohandas Gandhi, yang saat itu berada di Afrika Selatan dan sedang mulai menjadi seorang aktivis. Korespondensi dengan Tolstoy ini sangat memengaruhi Gandhi dalam mengembangkan konsep perlawanan tanpa kekerasan, sebuah bagian sentral dari padnangan Tolstoy tentang agama Kristen. Bersama dengan idealismenya yang berkembang, ia juga menjadi seorang pendukung utama gerakan Esperanto. Tolstoy terkesan oleh keyakinan pasifis dari kaum Doukhobor dan mengangkat kasus penganiayaan yang mereka alami ke masyarakat internasional, setelah mereka membakar senjata-senjata mereka dalam sebuah protes damai pada 1895. Ia menolong kaum Doukhobor untuk pindah ke Kanada.
Pada 1904, ketika pecah Perang Rusia-Jepang, Tolstoy mengutuk perang itu dan menulis kepada pendeta BuddhisJepang, Soyen Shaku dalam upayanya yang gagal untuk membuat pernyataan pasifis bersama.
Tolstoy adalah seorang anggota keluarga bangsawan Rusia yang sangat kaya. Ia belakangan percaya bahwa ia tidak berhak mendapatkan harta warisannya, dan terkenal di antara para petani karena kedermawanannya. Ia sering kali kembali ke tanah miliknya dengan sejumlah gelandangan yang dirasakannya membutuhkan pertolongan. Ia pun sering kali memberikan sejumlah besar uang kepada para pengemis di jalan dalam perjalanannya ke kota, sehingga membuat istrinya marah.
Ia meninggal karena radang paru-paru di stasiun Astapovo pada 1910 setelah meninggalkan rumahnya di tengah musim dingin pada usia 82 tahun. Kematiannya terjadi hanya beberapa hari setelah ia mengumpulkan keberanian untuk meninggalkan keluarganya dan kekayaannya dan mengambil sikap hidup sebagai seorang pertapa keliling—suatu pilihan yang telah digumulinya selama beberapa puluh tahun. Beribu-ribu petani berdiri di kedua tepi jalan pada saat ia dikebumikan.
Mayat Hidup (Живой труп [Zhivoi trup]; terbit 1911), drama
Hadji Murad (Хаджи-Мурат; ditulis pada 1896-1904, published 1912)
Aneka rupa
Yang menarik, Tolstoy dan raksasa lainnya dalam sastra Rusia abad ke-19 - Fyodor Dostoevsky - tidak pernah bertemu secara pribadi. Keduanya saling memuji dan saling dipengaruhi oleh karya yang lainnya, namun mereka tidak pernah bertemu. Tolstoy dikabarkan menangis ketika ia mendengar berita kematian Dostoevsky. Pada saat itu mereka berdua dianggap sebagai novelis terbesar di tanah air mereka oleh kritikus dan publik Rusia.
Catatan
^Tolstoy mengucapkan nama depannya sebagai [lʲɵf], yang sesuai dengan romanisasi Lyov. (Nabokov, Vladimir. Lectures on Russian literature. hlm. 216.)