Stasi pertama Keuskupan Agung Merauke dibangun di Kampung Maro, Merauke, Merauke.[7] Stasi kedua Keuskupan dibangun di Kampung Okaba, Distrik Okaba, Dekenat Wendu pada Juli 1910 dan ditutup pada September 1915. Stasi kedua lalu aktif kembali sejak 1922.[5] Stasi ketiga dan stasi keempat dibangun di Kampung Kumbe, Malind, dan Kampung Wambi, Okaba setelah proposal yang diajukan oleh Imam Peter Vertenten pada 29 Januari 1921 disetujui oleh Gubernur Jenderal Johan Paul van Limburg Stirum pada 27 April 1921.[9] Sebagai bagian dari pengembangan Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Amboina mengirim dua guru agama dari Kei/Kai, yakni Kassimirus Maturbongs untuk Merauke dan Adrianus Dumatubun untuk Okaba, pada November 1921. April 1922, pembaptisan dewasa pertama dilakukan di Merauke. Pada tahun 1923, Imam Johannes van der Kooij berkarya di Dekenat Wendu setelah sempat bertugas di Kei/Kai sejak 1915.[10] Tahun 1924, van der Kooij membaptis 16 anak laki-laki dan 18 anak perempuan di Dekenat Wendu. Imam Peter Vertenten kemudian berpindahtugas untuk menjadi pimpinan pertama Misionaris Hati Kudus wilayah Kongo-Belgia pada tahun 1925.[10]
Tahun 1927 merupakan tahun perkembangan bagi Gereja-gereja di Kevikepan/Dekenat Mumanja. Namun, tidak seperti dekenat lain di Keuskupan Agung Merauke, sejarah perkembangan Kevikepan Mumanja dimulai ketika Kevikepan Mumanja menerima ratusan tahanan dari berbagai latar belakang agama yang merupakan tahanan Pemberontakan Komunis di Sumatera 1927 dan di Jawa pada tahun 1926. Salah satu tahanan yang cukup lama tinggal di sana adalah Ignatius Fransiscus Michael Salim. Salim secara resmi dibaptis pada 26 Desember 1942 oleh Imam C. Meuwese. Adapula tahanan lain yang memberi kontribusi, yakni Soekardjo Prawirojoedo, tokoh Katolik yang baru masuk Tanah Merah tahun 1933 setelah Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi dan Mohammad Hatta, ekonom lulusan Belanda yang lebih dulu masuk penjara.[11]
Perluasan selanjutnya dilakukan oleh Imam Drabbe M.S.C. Pada tahun 1938, ia ditugaskan untuk menjadi imam di Kokonao dan pada tahun 1939, ia bertolak ke Mappi untuk memimpin proyek penyusunan katekismus, buku doa dan buku cerita ke dalam bahasa Yakai.[12]
Garis waktu
Didirikan sebagai Vikariat Apostolik Merauke pada tanggal 24 Juni 1950, memisahkan diri dari Vikariat Apostolik Amboina
Ditingkatkan menjadi Keuskupan Agung Merauke pada tanggal 15 November 1966
Sinaga, Rosmaida (September 2013), Masa Kuasa Belanda di Papua 1898-1962 (dalam bahasa (Indonesia)), Depok: Komunitas BambuPemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Steenbrink, Karel (2007), Catholics in Indonesia, 1903-1942 : A Documented History (dalam bahasa (Inggris)), 2, Brill, ISBN978-90-67-18260-7Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)