Kabupaten Ketapang dikenal sebagai penghasil bauksit atau bijih aluminium. Bauksit yang ditambang kemudian diolah di smelter yang dibangun oleh PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) di Kecamatan Kendawangan. PT WHW adalah perusahaan pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara yang memproduksi Smelter Grade Alumina (SGA).[3]
Sejarah
Masa pemerintahan Hindia Belanda
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, sejak tahun 1936 Kabupaten Ketapang adalah salah satu daerah (afdeling) yang merupakan bagian dari Keresidenan Kalimantan Barat (Residente Western Afdeling van Borneo) dengan pusat pemerintahannya di Pontianak. Kabupaten Ketapang ketika itu dibagi menjadi tiga Onder Afdeling, yaitu:
Sukadana, berkedudukan di Sukadana
Matan Hilir, berkedudukan di Ketapang
Matan Hulu, berkedudukan di Nanga Tayap
Masing-masing Onder Afdeling dipimpin oleh seorang Wedana.
Tiap-tiap Onder Afdeling dibagi lagi menjadi Onder Distrik, yaitu:
Sukadana terdiri dari Onder Distrik Sukadana, Simpang Hilir dan Simpang Hulu
Matan Hilir terdiri dari Onder Distrik Matan Hilir dan Kendawangan
Matan Hulu terdiri dari Onder Distrik Sandai, Nanga Tayap, Tumbang Titi dan Marau
Masing-masing Onder Distrik dipimpin oleh seorang Asisten Wedana.
Afdeling Ketapang terdiri atas tiga kerajaan, yaitu:
Kerajaan Matan yang membawahi Onder Afdeling Matan Hilir dan Matan Hulu
Kerajaan Sukadana yang membawahi Onder Distrik Sukadana
Kerajaan Simpang yang membawahi Onder Distrik Simpang Hilir dan Simpang Hulu
Masing-masing kerajaan dipimpin oleh seorang Panembahan. Sampai tahun 1942, wilayah-wilayah ini dipimpin oleh:
Masa pemerintahan Hindia Belanda berakhir dengan datangnya bala tentara Jepang pada tahun 1942. Dalam masa pendudukan tentara Jepang, Kabupaten Ketapang masih tetap dalam status Afdeling, hanya saja pimpinan langsung diambil alih oleh Jepang.
Pemerintahan pendudukan Jepang yang berakhir kekuasaannya pada tahun 1945 diganti oleh Pemerintahan Tentara Belanda (NICA). Pada masa ini bentuk pemerintahan yang ada sebelumnya masih diteruskan. Kabupaten Ketapang berstatus Afdeling yang disempurnakan dengan Stard Blood 1948 No. 58 dengan pengakuan adanya Pemerintahan swapraja. Pada waktu itu Kabupaten Ketapng terbagi menjadi tiga pemerintahan swapraja, yaitu Sukadana, Simpang dan Matan, kemudian semua daerah swapraja yang ada digabungkan menjadi sebuah Federasi.
Pembentukan Kabupaten Ketapang pada masa Pemerintahan Republik Indonesia adalah berdasakan Undang-undang Nomor 25 tahun 1956 yang menetapkan status Kabupaten Ketapang sebagai bagian Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat yang dipimpin oleh seorang Bupati.
Geografi
Kabupaten Ketapang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Barat, terletak di antara garis 0º 19’00” - 3º 05’ 00” Lintang Selatan dan 108º 42’ 00” - 111º 16’ 00” Bujur Timur.
Dibandingkan kabupaten lain di Kalimantan Barat, Kabupaten Ketapang merupakan kabupaten terluas, memiliki pantai yang memanjang dari selatan ke utara dan sebagian pantai yang merupakan muara sungai, berupa rawa-rawa terbentang mulai dari Kecamatan Teluk Batang, Simpang Hilir, Sukadana, Matan Hilir Utara, Matan Hilir Selatan, Kendawangan dan Pulau Maya Karimata, sedangkan daerah hulu umumnya berupa daratan yang berbukit-bukit dan diantaranya masih merupakan hutan.
Sungai terpanjang di Kabupaten Ketapang adalah Sungai Pawan yang menghubungkan Ketapang dengan Kecamatan Sandai, Nanga Tayap dan Sungai Laur serta merupakan urat nadi penghubung kegiatan ekonomi masyarakat dari desa dengan kecamatan dan kabupaten.
Batas Wilayah
Adapun batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Ketapang adalah sebagai berikut:
Daerah pantai memanjang dari utara ke selatan dan daerah aliran sungai merupakan dataran berawa-rawa, yakni mulai dari kecamatan Telok Batang, Simpang Hilir, Sukadana, Matan Hilir Utara, Matan Hilir Selatan, Kendawangan dan Pulau Maya Karimata. Sedangkan wilayah perhuluan umumnya berupa daerah berbukit-bukit. Sungai terpanjang di Kabupaten Ketapang adalah sungai Pawan. Juga terdapat sungai-sungai besar lainnya, yakni sungai Merawan , Kendawangan dan Jelai.
Tanah podsolik merah kuning terdapat di daerah hulu bagian tengah, memanjang dari utara ke selatan, meliputi kecamatan:
Tumbang Titi
Jelai Hulu
Marau
Simpang Hulu
Sandai
Nanga Tayap
Sungai Laur
Sebagian kecamatan Manis Mata
Tanah litosol/rigosol terdapat di daerah hulu agak ke timur, sebagian besar terdapat di kecamatan:
Sungai Laur
Simpang Hulu
Sandai
Nanga Tayap
Tanah latosol terdapat di kecamatan:
Sandai
Sungai Laur
Tanah organosal sebagian besar terdapat di daerah pantai, memanjang dari utara ke selatan, yaitu di kecamatan:
Simpang Hilir
Pulau Maya Karimata
Sukadana
Matan Hilir Utara
Matan Hilir Selatan
Kendawangan
Manis Mata
Jenis tanah andosol hanya terdapat di kecamatan Sandai bagian timur.
Iklim
Kabupaten Ketapang beriklim tropis dengan suhu rata-rata 23,70 °C - 26,70 °C dan suhu pada siang hari mencapai 30,80 °C serta memiliki curah hujan rata-rata 3696,1 mm/tahun dengan curah hujan rata-rata per tahun sebanyak 214 kali, sedangkan kecepatan angin adalah 3,1 knot dan merupakan yang tertinggi di Kalimantan Barat.
Bupati Ketapang saat ini dijabat oleh Martin Rantan, didampingi wakil bupati, Farhan. Martin dan Farhan adalah pemenang pada pemilihan umum bupati Ketapang 2020. Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, melantik mereka pada 26 Februari 2021, untuk masa jabatan 2021-2024. Jabatan bupati ini menjadi periode kedua bagi Martin. Sebelumnya ia berpasangan dengan Soeprapto.[4]
Kabupaten Ketapang terdiri dari 20 kecamatan, 9 kelurahan, dan 253 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 578.533 jiwa dengan luas wilayah 31.240,74 km² dan sebaran penduduk 19 jiwa/km².[7][8]
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Ketapang, adalah sebagai berikut:
Rumah Sakit Umum Daerah Agoesdjam (Negri/Pemerintah Daerah)
Rumah Sakit Fatima (Swasta/Yayasan Pelayanan Kasih)
dan Rumah Sakit Bersalin Permata Bunda (Swasta).
Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Ketapang yang meliputi 20 kecamatan adalah 570.657 jiwa (tahun 2020) yang terdiri dari laki-laki 297.266 jiwa dan perempuan 273.391 jiwa. Kota Ketapang adalah kota yang multi suku dan etnis, yaitu Suku Dayak dan Melayu serta Tionghua yang merupakan tiga suku terbesar di kota ini. Selain itu juga ada suku Jawa dan Madura. Orang Tionghua di kota ini menggunakan dialek Tiochiu (dalam ejaan Mandarin: Chaozhou) sebagai bahasa pengantar sesama warga Tionghua. Juga terdapat sebagian kecil orang Tionghua yang menggunakan bahasa Khek (Hakka).
Bahasa Dayak
Peneliti Institut Dayakologi, Sujarni Aloy dan kawan-kawannya (Sujarni Aloi, dkk 1997), meneliti ada 50 bahasa Dayak di Ketapang, yaitu:
Selain penerbangan, saat ini juga telah tersedia angkutan perjalanan darat dari Kota Ketapang menuju Pontianak atau sebaliknya, menggunakan bis DAMRI dengan waktu tempuh berkisar 10 hingga 12 jam.
Transportasi di tengah kota dapat menggunakan angkot yang dalam bahasa setempat disebutoplet (mobil jenis minibus atau van) serta ojek.
Pariwisata
Terdapat banyak pantai sepanjang garis pantai Kabupaten Ketapang. Pantai-pantai yang indah dan mudah terjangkau di antaranya: Pantai Sungai Jawi (Pantai Penage) (10 km ke Selatan), Pantai Tanjung Batu (30 km ke Selatan), Pantai Pagar Mentimun (45 km ke Selatan), Pantai Air Mata Permai (13 km ke Utara) dan Pantai Tanjung Belandang (15 km ke Utara).
Tugu Ale-ale terletak di perempatan Jl. R. Suprapto dan jalan menuju jembatan Pawan 1 yang melintasi Sungai Pawan. Ale-ale adalah sejenis kerang berkulit halus yang menjadi makanan khas dari daerah Ketapang. Tugu ini juga sebagai titik 0 Kilometer Kota Ketapang.
Tugu Tolak Bala terletak di tengah Kota Ketapang, yakni di pertigaan Jl. Merdeka dan Jl. A. Yani.
Keraton Matan Tanjungpura, dahulu merupakan Kesultanan/Kerajaan, saat ini dipimpin Raja PRK Haji Gusti Kamboja, terletak di Kelurahan Mulia Kerta KetPang dan menghadap ke Sungai Pawan.
Kelenteng Tua Pek Kong, yaitu tempat ibadah umat Tridharma yang terletak di Jl. Merdeka, Ketapang.
Lihat Pula
Dialek Tiochiu, bahasa pengantar sesama Tionghua di kota Ketapang.