Sebuah kuburan besar yang berasal dari abad ke-8 M ditemukan di dekat Jabalia. Dalam pengerjaannya menunjukkan bahwa komunitas Kristen di Gaza masih sangat eksis pada awal era pemerintahan Islam di Palestina, dan mampu mencapai kejayaan seni. Sisa-sisa keramik yang aman dari ikonoklas menunjukkan gambar hewan liar, burung, dan pemandangan pedesaan. Penanggalan yang terlambat pada mosaik membuktikan bahwa ada intervensi kaum ikonoklas, setelah tahun 750 M, terjadi lebih lambat dari perkiraan sebelumnya dan terkait dengan kaum konservatif Abbasiyah.[3]
Penemuan arkeologi berikutnya adalah ketika para pekerja sedang bekerja di Jalan Salah al-Din, dan secara tidak sengaja menemukan sebuah biara dari zaman Bizantium. Situs ini kemudian digali oleh Departemen Purbakala Palestina. Sekarang, mosaik biara Bizantium tersebut ditutupi pasir untuk melindunginya dari erosi yang disebabkan oleh hujan di musim dingin.[4] Selain itu, juga ditemukan Keramik Bizantium .[5]
Pada tahun 2022, pemugaran gereja Bizantium dari abad kelima yang dilakukan oleh organisasi Perancis Premiere Urgence Internationale dan British Council telah selesai. Gereja ini telah dihiasi mosaik dan dilengkapi teks keagamaan yang ditulis dalam bahasa Yunani.[6]
Sejarah
Jabalia terkenal dengan tanah subur dan pohon jeruknya. Hal ini diawali oleh Gubernur Mamluk Gaza Sanjar al-Jawli yang memerintah wilayah tersebut pada awal abad ke-14 dan menghibahkan sebagian tanah Jabalia kepada Masjid al-Shamah yang dibangunnya di Gaza.
Hingga 2014, Jabalia juga memiliki Masjid Omari kuno. Situs ini diyakini telah menjadi masjid sejak abad ketujuh, yang mana serambi serta menaranya berasal dari abad ke-14, namun Omari dihancurkan oleh pemboman Israelpada tahun 2014.[7] Serambi terdiri dari tiga arkade yang ditopang oleh empat kolom batu. Arkade memiliki lengkungan yang runcing dan serambinya ditutupi dengan kubah yang bersilangan.[8]
Zaman Utsmaniyah
Jabalia digabung ke dalam area Kekaisaran Ottoman pada 1517 dengan seluruh Palestina, dan muncul dalam daftar pajak 1596 sebagai bagian dari Nahiya Gaza dari LiwaGazza. Kota ini tercatat memiliki populasi 331 rumah tangga, semuanya Muslim, yang membayar pajak atas gandum, jelai, kebun anggur, dan pohon buah-buahan; total 37.640 akce dimana 2/3 dari pendapatannya diwakafkan.[9]
Pada tahun 1838, Edward Robinson mencatat Jebalia sebagai desa Muslim yang terletak di distrik Gaza.[10]
Pada tahun 1863, penjelajah Perancis Victor Guérin menemukan pecahan bangunan tua di masjid, dan beberapa tiang rusak di sumur.[11] Berdasarkan catatan Daftar desa Ottoman dari 1870-an, ditemukan bahwa desa tersebut memiliki populasi 828, dengan total 254 rumah, meskipun jumlah penduduk hanya mencakup laki-laki.[12][13]
Dalam Survei Palestina Barat tahun 1883 yang dilakukanDana Eksplorasi Palestina, Jabalia digambarkan sebagai desa dengan bata besar serta memiliki taman dan sumur di barat laut dan juga memiliki masjid bernama Jamia Abu Berjas.[14]
Dalam statistik 1945, Jabalia memiliki populasi 3.520 jiwa, semuanya Muslim,[17] dengan luas tanah 11.497 dunam, menurut survei tanah dan populasi resmi.[18] Dari jumlah tersebut, 138 dunam untuk jeruk dan pisang, 1.009 untuk perkebunan dan lahan irigasi, 1.036 untuk serealia,[19] sedangkan 101 dunam untuk lahan terbangun.[20]
Pada akhir 2006, Jabalia menjadi tempat protes massal terhadap serangan udara yang menimpa rumah-rumah militan. Israel menghubungi kediaman beberapa anggota Hamas yang meluncurkan rudal ke warga sipil Israel dari rumah tersebut, memperingatkan mereka akan serangan udara dalam 30 menit berikutnya. Para warga merespons hal tersebut dengan membentuk perisai manusia dan berhasil menghentikan pembongkaran.[22] Pada tahun 2021, tujuh orang tewas akibat roket Hamas.
Ledakan 2023
Sebuah ledakan yang dilaporkan sebagai serangan udara Israel, [23] mengenai kamp pengungsi di Jabalia pada 31 Oktober 2023. Pernyataan ini berasal dari Pasukan Pertahanan Israel dan mengatakan serangan itu telah membunuh Ibrahim Biari, seorang pemimpin senior Hamas.[24] Para pejabat kesehatan Palestina mengatakan 50 orang tewas dan 150 orang terluka dan sebuah rumah sakit terdekat mengatakan mereka menerima 400 korban jiwa, termasuk 120 orang tewas akibat serangan tersebut.[25]
Associated Press melaporkan setidaknya ada enam serangan udara Israel yang menghantam kawasan pemukiman di Jabalia.[26]
Demografi
Sejumlah kelahiran pseudohermafrodit laki-laki telah dilaporkan di Jabalia. Jehad Abudaia, seorang dokter anak dan ahli urologi Kanada-Palestina, berpendapat bahwa hubungan kekerabatan karena pernikahan sepupu menyebabkan prevalensi kelahiran pseudohermafrodit. Di Jalur Gaza, kondisi pseudohermafrodit seringkali tidak terdeteksi selama bertahun-tahun setelah kelahiran karena rendahnya standar perawatan medis dan diagnostik di wilayah tersebut.[27]