Pada tahun 1987, Mikhail Gorbachev menyerukan pembentukan hubungan diplomatik dengan Brunei.[2] Meskipun duta besar Soviet di Singapura berusaha untuk membangun hubungan tersebut dengan Brunei pada tahun 1988, Kesultanan tersebut tidak siap untuk membangun hubungan dengan negara Komunis tersebut pada saat itu. Pada tanggal 1 Oktober 1991, Brunei membangun hubungan dengan Uni Soviet.[3][4]
Pada tanggal 10 Juni 2005, Sultan Brunei, Hassanal Bolkiah, melakukan kunjungan resmi pertama ke Rusia sebagai kepala negara Brunei. Menurut Gennady Chufrin, Anggota Koresponden Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, kunjungan tersebut menandai langkah serius menuju terjalinnya hubungan bilateral.[6]
Pada tanggal 1 Desember 2008, Perdana Menteri Vladimir Putin menandatangani perintah untuk mendirikan kedutaan besar Rusia di Bandar Seri Begawan. Andrei Nesterenko, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa pendirian kedutaan besar Rusia di ibu kota Brunei akan membantu mengintensifkan isu-isu seputar hubungan Brunei–Rusia.[7]
Pada Januari 2018, Brunei dan Rusia memberlakukan rezim bebas visa bagi pemegang paspor biasa, untuk kunjungan hingga 14 hari, dengan total tinggal maksimum 90 hari dalam periode 180 hari.
^"Sultan of Brunei receives Russian president". Interfax at the BBC. 15 November 2000. Diakses tanggal 6 June 2009. Russian President Vladimir Putin, who has arrived in Brunei for an Asia-Pacific Economic Cooperation summit, has met Sultan of Brunei Hassanal Bolkiah in the Nurul Iman Palace. Deputy presidential chief of staff Sergey Prikhodko has told journalists that Putin has invited Hassanal Bolkiah to pay an official visit to Russia. The invitation was accepted with gratitude. He quoted Putin as saying that there is a great potential for economic and ...