Evolusi manusia terkini mengacu pada adaptasi dan seleksi dan hanyutan genetik evolusioner dalam berbagai populasi manusia modern (secara anatomis), sejak peristiwa pemisahan dan penyebaran manusia di zaman Paleolitik Tengah (300.000 SM s.d. 50.000 SM) sampai zaman modern, dan evolusi masih akan terus berlangsung sampai masa yang akan datang. Evolusi adalah perubahan bertahap pada DNA suatu spesies selama beberapa generasi. Ini dapat terjadi melalui seleksi alam, ketika sifat-sifat tertentu yang diciptakan oleh mutasi genetik membantu organisme bertahan hidup atau bereproduksi. Dengan demikian, mutasi seperti itu lebih cenderung untuk diteruskan ke generasi berikutnya, sehingga mereka meningkatkan frekuensi dalam suatu populasi. Secara bertahap, mutasi ini dan sifat-sifat terkaitnya menjadi lebih umum di antara seluruh kelompok.
Adaptasi juga telah ditemukan pada populasi modern yang hidup dalam kondisi iklim yang ekstrem seperti Kutub Utara (kemampuan hidup pada iklim sangat dingin) dan Tibet (kemampuan hidup di dataran tinggi karena tekanan udara yang lebih rendah), serta adaptasi imunologis seperti ketahanan/resistensi terhadap penyakit otak pada populasi yang mempraktikkan kanibalisme kamar mayat di Papua Nugini.[2][3]
Perubahan fisiologis atau fenotipik telah ditelusuri sampai ke peristiwa mutasi pada zaman Paleolitikum Atas, seperti varian orang Asia Timur dari gen EDAR, yang terjadi sekitar 35.000 tahun yang lalu.[8]
Percabangan terbaru dari berbagai garis keturunan populasi Eurasia dipercepat secara signifikan selama periode puncak zaman es terakhir / Glasial Maksimum Terakhir (LGM), Mesolitikum dan Neolitikum, karena meningkatnya tekanan seleksi dan efek pendiri (founder effect) yang terkait dengan migrasi.[9] Alel prediktif kulit terang telah ditemukan pada gen Neanderthal,[10] tetapi alel untuk kulit terang di orang Eropa dan orang Asia Timur, yang terkait dengan, KITLG dan ASIP, (pada 2012) dianggap belum diperoleh dari campuran dengan manusia purba, tetapi diperoleh dari mutasi yang terjadi baru-baru ini sejak masa puncak jaman es terakhir (glasial maksimum terakhir / LGM). Fenotipe yang terkait dengan populasi "kulit putih" atau "ras Kaukasia" dari populasi Eurasia Barat muncul selama masa LGM, dari sekitar 19.000 tahun yang lalu. Karakteristik pigmentasi kulit terang dari orang Eropa modern diperkirakan telah menyebar ke seluruh Eropa dalam "sapuan selektif" selama periode Mesolitikum (5 ribu tahun).[11]Alel TYRP1SLC24A5 dan SLC45A2 yang terkait muncul sekitar 19.000 tahun yang lalu, yang berada pada masa LGM, kemungkinan besar di Kaukasus.[12] Variasi HERC2 untuk mata biru pertama kali muncul sekitar 14.000 tahun yang lalu di Italia dan Kaukasus.[13]
Adaptasi orang Inuit dengan diet tinggi lemak dan iklim dingin telah ditelusuri sampai mutasi yang terjadi pada masa puncak zaman es terakhir / Glasial Maksimum Terakhir (LGM) (20.000 tahun yang lalu).[14]Kapasitas tengkorak rata-rata dalam populasi manusia modern bervariasi dalam kisaran 1.200 hingga 1.450 cm3 (ukuran rata-rata pada pria dewasa). Volume tengkorak yang lebih besar dikaitkan dengan wilayah iklim, rata-rata yang terbesar ditemukan pada populasi Siberia dan Arktik.[16][17] Baik Neanderthal dan manusia modern terawal di Eropa (European early modern humans) memiliki volume tengkorak yang agak lebih besar daripada rata-rata orang Eropa modern, menunjukkan berkurangnya tekanan seleksi untuk volume otak yang lebih besar setelah akhir masa LGM.
Holosen
Adaptasi evolusi pada masa holosen telah meningkat secara signifikan, dengan estimasi kecepatan 100 kali lipat dibandingkan dengan masa Paleolitikum, sejak awal masa Holosen, terutama pada populasi pertanian di Eurasia.[18] Hawks et al. (2007) telah mengaitkan efek ini dengan tekanan seleksi baru yang timbul dari pola makan (diet) baru, cara hidup baru, dan tekanan imunologis terkait dengan domestikasi hewan yang telah dilakukan manusia sejak berakhirnya zaman es terakhir.
Adaptasi terkini telah diusulkan terjadi pada suku Sama-Bajau Austronesia yang terletak di kepulauan Indonesia dalam bentuk limpa yang diperbesar sehingga mampu menyediakan jumlah sel darah merah yang lebih besar yang kaya oksigen yang berguna untuk menyelam lebih lama, yang berkembang di bawah tekanan seleksi yang terkait dengan kebiasaan menyelam selama seribu tahun terakhir atau lebih.[22][23]
Dalam zaman sejarah modern, sejak industrialisasi, ada beberapa tren yang telah diamati: Misalnya, menopause terjadi pada masa yang lebih kemudian dalam hidup seorang wanita. Beberapa trend yang dilaporkan juga termasuk semakin lamanya periode reproduksi manusia dan tingkat kolestrol yang lebih rendah, gula darah, dan tekanan darah pada beberapa populasi manusia.
^"Specifically, genes in the LCP [lipid catabolic process] term had the greatest excess of NLS in populations of European descent, with an average NLS frequency of 20.8±2.6% versus 5.9±0.08% genome wide (two-sided t-test, P<0.0001, n=379 Europeans and n=246 Africans). Further, among examined out-of-Africa human populations, the excess of NLS [Neanderthal-like genomic sites] in LCP genes was only observed in individuals of European descent: the average NLS frequency in Asians is 6.7±0.7% in LCP genes versus 6.2±0.06% genome wide."[4]
^Michael Dannemann 1 and Janet Kelso, "The Contribution of Neanderthals to Phenotypic Variation in Modern Humans", The American Journal of Human Genetics 101, 578–589, October 5, 2017.
^Matteo Fumagalli et al., "Greenlandic Inuit show genetic signatures of diet and climate adaptation", Science Vol. 349, Issue 6254, 18 September 2015, pp. 1343–1347, DOI: 10.1126/science.aab2319
^"We offer an alternative hypothesis that suggests that hominid expansion into regions of cold climate produced change in head shape. Such change in shape contributed to the increased cranial volume. Bioclimatic effects directly upon body size (and indirectly upon brain size) in combination with cranial globularity appear to be a fairly powerful explanation of ethnic group differences." (figure in Beals, p304)[15]
^Peng, Y. et al. The ADH1B Arg47His polymorphism in East Asian populations and expansion of rice domestication in history. BMC Evolutionary Biology 10, 15 (2010).
^Ségurel, Laure; Bon, Céline (2017). "On the Evolution of Lactase Persistence in Humans". Annual Review of Genomics and Human Genetics. 18 (1): 297–319. doi:10.1146/annurev-genom-091416-035340. PMID28426286.
^Ingram, Catherine J. E.; Mulcare, Charlotte A.; Itan, Yuval; Thomas, Mark G.; Swallow, Dallas M. (2008-11-26). "Lactose digestion and the evolutionary genetics of lactase persistence". Human Genetics (dalam bahasa Inggris). 124 (6): 579–591. doi:10.1007/s00439-008-0593-6. ISSN0340-6717. PMID19034520.
^Ilardo, M. A.; Moltke, I.; Korneliussen, T. S.; Cheng, J.; Stern, A. J.; Racimo, F.; de Barros Damgaard, P.; Sikora, M.; Seguin-Orlando, A. (2018-04-18). "Physiological and Genetic Adaptations to Diving in Sea Nomads". Cell. 173 (3): 569–580.e15. doi:10.1016/j.cell.2018.03.054. PMID29677510.Parameter |dead-url=Willerslev tidak valid (bantuan)
^Gislén, A; Dacke, M; Kröger, RH; Abrahamsson, M; Nilsson, DE; Warrant, EJ (2003). "Superior Underwater Vision in a Human Population of Sea Gypsies". Current Biology. 13 (10): 833–836. doi:10.1016/S0960-9822(03)00290-2. PMID12747831.