Di Malaysia, lebih khusus lagi di Melaka (kepemilikan Portugis antara 1511 dan 1641), terbentuklah sebuah bahasa kreol berbasis Portugis yang hingga saat ini masih digunakan oleh komunitas yang menamakan dirinya, atau mereka dikenal oleh masyarakat lainnya sebagai orang Portugis Malaka (Kristang), mereka tinggal di daerah yang disebut "Kawasan Portugis" atau "Kampong Portugis", kebanyakan dari mereka saat ini adalah nelayan. Komunitas ini terdiri dari lebih dari 1.000 orang Kristen, yang berbicara dalam Papiá Kristang, sebuah bahasa yang bersama penuturnya bermigrasi ke lokasi lain seperti Kuala Lumpur (ibu kota Malaysia) dan Singapura.[2][4] Hingga saat ini bahasa Portugis masih digunakan di Penang (Penão), tapi sekarang dianggap sudah punah.[3]
Bahasa kreol berfungsi sebagai lingua franca di Batavia (sekarang Jakarta), dari abad ke-17 hingga awal abad ke-19, dituturkan oleh orang Belanda, terutama keturunan para tentara dan budak yang dibawa oleh mereka dari tempat lain di Hindia Belanda dan oleh komunitas asal Portugis. Di Kampung Tugu, sebuah desa terpencil di utara Jakarta, penduduk Kristen keturunan Portugis menjadikan bahasa kreol tetap hidup, berfungi sebagai bahasa ibu hingga 1940-an, meskipun bahasa kreol tersebut masih digunakan pada akhir dekade 1970. Orang terakhir yang berbicara bahasa Kreol ini meninggal pada tahun 1978. Hal yang unik adalah wilayah ini tidak pernah berada di bawah kekuasaan Portugis.[3]
Sebuah komunitas yang melarikan diri dari serangan Belanda, pertama dari Melaka (1641) dan kemudian dari Makassar (1660) menetap di Larantuka (Flores), di mana jejak bahasa kreol tersebut masih tersisa dalam agama dan tradisi mereka.[2] Saat ini, bahasa Portugis tetap bertahan di wilayah ini melalui tradisi keagamaan dan komunitas Topas (keturunan pria Portugis dan wanita pribumi) yang menggunakan bahasa tersebut dalam doa mereka. Pada hari Sabtu, para wanita Larantuka berdoa rosario dalam bentuk bahasa Portugis yang diubah.[3][9]
Di Timor, di daerah pinggiran kota Díli (ibu kota Timor Leste saat ini) terdapat varietas bahasa kreol berbasis Portugis, mirip dengan yang digunakan di Melaka dan Makau (Patois Makau), yang dituturkan oleh penduduk dari Bidau, yakni tentara dan pegawai sukarelawan yang berasal dari ibu kota lama, Lifau, dan dari koloni Portugis di Flores (terutama Larantuka) dan Solor yang menetap di sana, bersama keluarga mereka. Saat ini, hanya sedikit orang Timor yang mengakui keberadaan bahasa kreol ini dan mereka identifikasinya sebagai ragam bahasa Portugis yang pengucapannya buruk, bahasa ini kemudian dikenal sebagai bahasa Kreol Portugis Bidau.[2] Bahasa kreol ini sekarang praktis sudah punah.[3]
^ ab"MALACA O BAIRRO PORTUGUÊS" (dalam bahasa Portugis). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-03. Diakses tanggal 20 Juni 2015.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)