Tanribali memulai karir militernya sebagai komandan peleton di Komando Daerah Militer Siliwangi (Jawa Barat). Setahun kemudian ia dirotasi untuk bertugas di Komando Daerah Militer Hasanuddin (Sulawesi Selatan)—provinsi ayahnya—dan menduduki berbagai posisi di bagian personalia militer. Setelah enam tahun di provinsi, ia dikirim sebagai guru dan mengajar di Ajudan Pusat Pendidikan Umum. Tanribali dipindahkan lagi pada tahun 1991 ke Komando Daerah Militer Jaya (Jakarta), di mana ia menjadi wakil ajudan jenderal dan kemudian ajudan jenderal komandan daerah militer. Tanribali mengakhiri masa jabatannya di wilayah militer pada tahun 1995 dan menjadi Pengawas Pusat Pendidikan Ajudan Umum.[2] Selama masa jabatannya sebagai pengawas, Lamo memberikan pangkat titulerletnan kolonel kepada Idris Sardi yang mengajar musik di Ajudan Pusat Pendidikan Umum.[4]
Tanribali kemudian menjadi Asisten Deputi Urusan Pribadi Kepala Staf Angkatan Darat dengan pangkat brigadir jenderal pada tahun 2001 dan dipromosikan menjadi mayor jenderal pada tahun 2003 dan menjadi Asisten Personalia Kepala Staf Angkatan Darat.[2] Setelah mengundurkan diri dari jabatan asisten, Tanribali digantikan oleh Aryono Murtamadinata.[5][a]
Karier Birokrat
Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan
Latar belakang
Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan 2007, yang diadakan pada 5 November 2007, melihat gubernur petahana Amin Syam dan wakil gubernur Syahrul Yasin Limpo bersaing memperebutkan kursi gubernur secara terpisah. Syahrul memenangkan pemilu, tapi Syam menolak hasil pemilu. Menjelang berakhirnya masa jabatan Syam, muncul spekulasi siapa yang akan menjadi penjabat gubernur.[6]
Nama-nama populer yang menjadi calon pejabat itu adalah Dirjen Otonomi Daerah Sodjuangon Situmorang dan mantan Komandan Daerah Militer BrawijayaSyamsul Mapparepa. Secara tak terduga, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto menunjuk Tanribali sebagai gantinya.[7] Karena jabatan gubernur tidak dapat dijabat oleh perwira militer yang sedang bertugas, Tanribali dilantik pertama kali sebagai staf ahli menteri pada 19 Januari 2008. Pengambilan sumpahnya sebagai staf ahli menandai "pengalihan status" dari seorang perwira militer menjadi warga sipil.[8] Beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 12, Tanribali dilantik sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan.[9]
Kontroversi
Pengangkatan Tanribali yang tiba-tiba sebagai gubernur memicu kontroversi karena para aktivis pro-demokrasi khawatir bahwa pengangkatannya menandakan kembalinya angkatan bersenjata ke dalam politik.[10] Wisnu Dewabrata dari Kompas melaporkan bahwa tidak ada yang namanya "pengalihan status", karena satu-satunya cara seorang perwira militer bisa menjadi warga sipil adalah melalui pensiun atau pengunduran diri, sehingga melanggar undang-undang angkatan bersenjata saat ini.[11] Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusabhakti, menyatakan bahwa pengangkatan Tanribali menandakan kemunduran reformasi angkatan bersenjata dan pelanggaran hukum yang berat.[12] Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Yuddy Chrisnandi menyayangkan Panglima Tentara Nasional Indonesia tidak menolak pengangkatan Tanribali.[13]Gubernur Lembaga Ketahanan NasionalMuladi menyatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang pengangkatan Tanribali dan yang lebih penting adalah mendamaikan Sulawesi Selatan menyusul konflik antara kedua calon.[14]
Ada informasi yang saling bertentangan mengenai apakah Tanribali benar-benar pensiun dari militer. Juru bicara angkatan bersenjata Sagoem Tamboen menyatakan bahwa Tanribali belum pensiun dari militer,[11] sedangkan juru bicara angkatan bersenjata Ricardo Siagian menyatakan bahwa Tanribali tidak lagi menjadi anggota angkatan bersenjata.[15]
Mardiyanto sendiri menyatakan bahwa ia mengangkat Tanribali karena tidak adanya pejabat kementerian yang dapat menduduki jabatan tersebut dan bahwa Tanribali adalah tokoh terkenal dan netral di Sulawesi Selatan yang ia yakini dapat menenangkan provinsi.[16]
Rekonsiliasi
Segera setelah pelantikannya sebagai penjabat gubernur, Tanribali mengadakan rapat koordinasi dengan para kepala biro Sulawesi Selatan, yang menghasilkan keputusan untuk menyelesaikan konflik pemilu sesegera mungkin.[17] Tanribali mengatur pertemuan antara kedua kandidat, yang disetujui keduanya.[18] Tanribali juga mengunjungi tokoh-tokoh berpengaruh lainnya, seperti mantan gubernur Andi Oddang dan pimpinan parpol setempat. Tempo mengatakan, strategi pasifikasi Tanribali berhasil karena Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan, berangsur-angsur bersih dari bentrokan akibat konflik.[19] Mahkamah Agung akhirnya memutuskan bahwa Limpo memenangkan pemilihan. Tanribali menyerahkan jabatan gubernurnya pada 8 April 2008.[20]
Peran Tanribali dalam rekonsiliasi dibandingkan dengan ayahnya, yang ditunjuk sebagai opsi tengah antara calon yang didukung pemerintah dan yang didukung militer setempat.[20]
Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Setelah beberapa bulan menjadi staf ahli Menteri Dalam Negeri, Tanribali menjabat sebagai Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik pada 31 Desember 2008.[21] Ia dilantik untuk jabatan yang sama kedua kalinya pada 17 September 2010.[22][23]
Pada Juli 2013, Tanribali mengumumkan bahwa direktorat jenderalnya sedang mempersiapkan tujuh peraturan pemerintah untuk organisasi. Dia menyatakan bahwa peraturan ini dibuat untuk memberikan sanksi kepada organisasi yang menyebabkan keresahan sosial.[24] Dia juga mengumumkan bulan sebelumnya bahwa direktorat jenderal telah mencatat total 298 konflik internal di Indonesia dari 2010 hingga 2012.[25]
Pada Mei 2014, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menginstruksikan Dirjen Tanribali untuk menyiapkan Rancamgan Undang-undang Pemilihan Umum untuk persiapan Komisi Pemilihan Umum.[26]
Tanribali mengumumkan pada Oktober 2014 bahwa direktorat jenderalnya telah memantau tindakan Front Pembela Islam selama beberapa tahun terakhir dan telah menerima banyak laporan tentang organisasi tersebut.[27] Dikatakannya, sebelum bulan itu, dirjen hanya memberikan sanksi kepada organisasi tersebut. Pasca kerusuhan 2014 yang disebabkan oleh organisasi tersebut, Tanribali menegaskan bahwa direktorat jenderal akan berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya untuk menyelesaikan masalah tersebut dan membuka kemungkinan untuk membubarkan organisasi tersebut.[28]
Penjabat Gubernur Sulawesi Tengah, Papua Barat, dan Maluku Utara
Setelah tiga tahun menjabat sebagai direktorat jenderal, Tanribali menjadi penjabat gubernur Sulawesi Tengah pada 31 Maret 2011, menggantikan Bandjela Paliudju petahana yang mencalonkan diri sebagai calon wakil gubernur dalam pemilihan umum gubernur Sulawesi Tengah 2011.[29] Setelah mengakhiri masa jabatannya sebagai penjabat gubernur pada 17 Juni,[30] Tanribali dilantik untuk jabatan yang sama di Papua Barat pada 25 Juli, menggantikan Abraham Octavianus Atururi.
Berbeda dengan pengalaman sebelumnya di Sulawesi Tengah, Tanribali harus menghadapi berbagai persoalan terkait pemilu dan birokrasi di provinsi tersebut. Tanribali dihadapkan pada kenyataan bahwa hanya 29 persen dari dana yang dialokasikan untuk anggaran Papua Barat yang digunakan.[31] Dia juga harus menjadwal ulang pemilihan dari 3 November hingga 9 November untuk menghapus kesalahan persepsi.[32] Pemenang pemilihan umum, Abraham Octavianus Atururi, menerima jabatannya dari Tanribali pada 16 Januari 2012.[33]
Setahun kemudian, Tanribali kembali menjadi penjabat gubernur, kali ini di Maluku Utara, pada 23 Oktober 2013. Tanribali hanya harus menangani putaran kedua pemilihan gubernur di Maluku Utara, tidak seperti di provinsi sebelumnya di mana ia harus benar-benar memulai kembali pilkada.[34] Dia akhirnya mengakhiri masa jabatannya sebagai penjabat gubernur pada 2 Mei 2014.[35]
Karena banyaknya penjabat gubernur yang dia pegang, Tanribali dikenal sebagai "gubernur yang mengkhususkan diri di daerah konflik".[1]
Pensiun
Tanribali pensiun dari Kementerian Dalam Negeri pada 1 Januari 2015 dan digantikan oleh Indro Baskoro sebagai penjabat direktur jenderal.[36] Pada akhir bulan, direktorat jenderal dibubarkan dan dilebur menjadi Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum.[37]
Kehidupan pribadi
Tanribali menikah dengan Rasthina Dewi. Pasangan ini memiliki dua putra (Adi Adriantito dan Dade Aryanto) dan seorang putri (Nani Wulandari).[38]
Riwayat Jabatan
Direktur Ajudan Jenderal TNI AD
Wakil Asisten Personel Kepala Staf TNI Angkatan Darat
Asisten Personel Kepala Staf TNI Angkatan Darat (2003)
^Administrator; Sunudyantoro; Irmawati (28 January 2008). "Juru Damai Turun-temurun". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 April 2021. Diakses tanggal 6 April 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"RISALAH RAPAT KOMISI II DPR RI"(PDF). People's Representative Council. 15 January 2015. hlm. 9. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2021-10-28. Diakses tanggal 6 April 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)