Piil Pesenggiri

Pi'il Pesenggiri (Pasunggiri, Pusanggiri) merupakan pandangan hidup dari masyarakat suku Lampung. Konsep dari arti Pi'il Pesenggiri dari satu individu dengan individu lainnya.[1]

Pi'il Pesenggiri ini dijadikan sebagai landasan berpikir, bertindak dan berperilaku oleh masyarakat Lampung dimanapun mereka berada. Pi'il Pesenggiri terdapat nilai-nilai dan norma yang mengatur tata hidup masyarakat Lampung. Pi'il Pesenggiri ini terdapat nilai-nilai luhur dan hakiki yang menunjukkan kepribadian serta jati diri dari masyarakat Lampung, karena nilai-nilai luhur yang ada didalam falsafah hidup tersebut sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat Lampung.[2]

Terdapat beberapa aspek dalam piil pesenggiri yaitu bejuluk buadek (gelar kehormatan) nemui nyimah (ramah tamah dalam menyambut tamu), nengah nyappur (mudah berbaur dalam masyarakat), dan sakai sambayan (tolong menolong dan bergotong royong).[3]

Kata Pi’il mengandung pengertian pendirian atau prinsip yang dipertahankan, sedangkan kata Pesenggiri merupakan pelafalan Ulun Lampung terhadap peristiwa Pasunggiri dalam perang Majapahit-Bedahulu pada tahun 1343. Maka pengertian dari Pi’il Pesenggiri adalah sebuah pendirian atau prinsip yang dipertahankan mengacu pada peristiwa Pasunggiri dimasa Majapahit. Pi’il Pesenggiri kemudian diwariskan dalam bentuk cerita nasihat dan ajaran pada sastra tradisional seperti berbagai jenis pantun masyarakat Lampung secara turun-temurun. Serta tertulis dalam Kitab Adat Pepadun Kuntara Raja Niti yakni kitab adat yang digunakan oleh Punyimbang masyarakat Lampung yang telah ditulis pada era Majapahit.

Sejarah Pi'il Pesenggiri

Dalam upaya membantu penaklukan Mahapatih Majapahit Gajahmada terhadap kerajaan Bedahulu Bali. Uparaja Adityawarman membawa 15.000 pasukan menyerang Pulau Bali. Pasukan besar tersebut direkrut dari Palembang hingga Lampung. Pada mulanya penyerbuan dilakukan sebagaimana perang pada umumnya, yakni menggunakan kekerasan seluas-luasnya yang dinilai efektif dalam mengintimidasi dan menaklukan musuh. Namun perlawanan masyarakat Bali yang salah satunya dipimpin oleh Arya Pasunggiri sangatlah hebat, sehingga mampu menahan serangan Adityawarman beberapa hari. Maka ketika Arya Pasunggiri menyerah kalah, Adityawarman tidak memberi ampun dan langsung membunuhnya. Peristiwa pembunuhan Arya Pasunggiri yang sudah menyerah namun tetap dibunuh membuat Ratu Majapahit Tribhuwana Wijayatunggadewi marah.

Peristiwa Passungiri membuat Gajahmada akhirnya merubah strategi perang penaklukan Bedahulu Bali, melalui jalan diplomasi. Dengan pendekatan-pendekatan kultural, dialogis dan bermartabat, pada akhirnya Bedahulu dapat ditaklukan dan kemudian menjadi bagian dari Majapahit. Strategi diplomasi Mahapatih Majapahit Gajahmada dalam menaklukan Bedahulu Bali tersebut menjadi perhatian bagi para prajurit pasukan Sumatera Selatan. Yang sebagian besar diantara merupakan para pelajar dan pendidik dari mandala pengetahuan Budha warisan masa Sriwijaya. Strategi diplomasi tersebut dibawa kembali ke Sumatera Selatan dalam bentuk pengetahuan, yang kemudian diajarkan secara turun-temurun dalam bentuk sastra tradisional dan kitab adat Lampung pepadun.[4] Pada akhirnya strategi diplomasi menjadi ajaran luhur dan prinsip hidup bagi masyarakat Lampung.

Pokok Ajaran

  1. Pesenggiri, mengandung ajaran: Tidak mudah menyerah, tidak mengenal takut dan pantang mundur dalam menghadapi tantangan yang datang didalam kehidupan. Keberanian adalah merupakan bagian dari harga diri.
  2. Juluk-Adok, mengandung ajaran: Selalu menggunakan nama-nama panggilan yang baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Panggilan yang baik bukan saja membuat orang lain terhormat, tetapi juga menunjukan diri yang bermartabat.
  3. Nemuy-Nyimah, mengandung ajaran: Senang berkunjung dan dikunjungi dengan sikap yang ramah dan pemurah. Berkunjung dan dikunjungi bagian dari sikap saling menghormati.
  4. Nengah-Nyappur, mengandung ajaran: Selalu bergaul ditengah masyarakat. Memperluas hubungan persahabatan dan kekeluargaan dengan semua orang.
  5. Sakay-Sambayan, mengandung ajaran: Senang tolong-menolong dan bergotong-royong dalam hubungan persaudaraan dan kekeluargaan. Sehingga persoalan bersama dapat diselesaikan pula secara bersama-sama.

Piil Pesenggiri dalam Pantun

Terdapat pesan nasihat dan ajaran Pi'il Pesenggiri pada pantun tradisional (adi-adi) masyarakat Lampung seperti berikut ini:

Tandani ulun Lampung, wat piil-pusanggiri

Cirinya orang Lampung, memiliki Piil Pesenggiri

Mulia heno sehitung, wat liom ghega dighi

Kehormatan selalu diperhitungkan, memiliki malu dan harga diri

Juluk-adok gham pegung, nemui-nyimah muaghi

Juluk-Adok kita pegang, Nemuy Nyimah persaudaraan

Nengah-nyampugh mak ngungkung, Sakai-Sambaian gawi

Nengah-Nyappur tidak menutup diri, Sakay Sambayan dikerjakan

Piil Pesesnggiri dalam Kitab Adat

Pada pasal 23 Kitab Kuntara Raja Niti dinyatakan prinsip Pi’il Pesenggiri dalam lapisan masyarakat

Raja piilnya wanita, lemah lembut terhadap masyarakat

Punyimbang piilnya gadis, selalu berupaya mendapatkan kecintaan dan kekaguman masyarakat

Ibu Rumah piilnya bahan makanan dan biaya hidangan

Anak lelaki piilnya berhati-hati dalam bicara

Anak perempuan piilnya menjaga perilaku dan kehormatan

Referensi

  1. ^ Katalog Warisan Budaya Takbenda Indonesia (PDF). Jakarta: Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. 2018. hlm. 79. 
  2. ^ syah, Iskandar (1999). "AKTUALISASI PILL PESINGGIRI SEBAGAI FALSAFAH HIDUP MAHASISWA LAMPUNG DI TANAH RANTAU". SOSIETAS. 8 (2): 518. 
  3. ^ Minandar, Camelia Arni (2018). "AKTUALISASI PIIL PESENGGIRI SEBAGAI FALSAFAH HIDUP MAHASISWA LAMPUNG DI TANAH RANTAU". AKTUALISASI PIIL PESENGGIRI SEBAGAI FALSAFAH HIDUP MAHASISWA LAMPUNG DI TANAH RANTAU. 8 (2). 
  4. ^ http://repository.radenintan.ac.id/3439/22/BAB%20%20II-Acc.pdf