Penyensoran di Turki diatur oleh undang-undang domestik dan internasional. Terlepas dari ketentuan hukum, kebebasan pers di Turki mulai memburuk sejak 2010, dan terus mengalami penurunan yang signifikan menyusul upaya kudeta pada Juli 2016.[1][2] Pemerintah Turki Recep Tayyip Erdoğan telah menangkap ratusan jurnalis, menutup atau mengambil alih puluhan media, dan mencegah jurnalis dan keluarganya bepergian. Menurut beberapa akun, Turki saat ini menyumbang sepertiga dari jumlah kasus pemenjaraan jurnalis di seluruh dunia.[3]
Pada tahun 2012 dan 2013 Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menempatkan Turki sebagai pemenjara jurnalis terburuk di dunia (di atas Iran dan China), dengan 49 jurnalis mendekam di penjara pada 2012 dan 40 pada 2013.[4][5] Laporan Transparansi Twitter tahun 2014 menunjukkan bahwa Turki mengajukan lima kali lebih banyak permintaan penghapusan konten ke Twitter daripada negara lain pada paruh kedua 2014, dengan permintaan meningkat sebanyak 150% di tahun 2015.[6][7]
Sejarah
Penyensoran secara regional sudah berlaku sebelum berdirinya Republik Turki. Pada 15 Februari 1857, Kesultanan Utsmaniyah mengeluarkan undang-undang yang mengatur percetakan ("Basmahane Nizamnamesi"); di mana buku pertama harus ditujukan kepada gubernur, yang diteruskan ke komisi pendidikan ("Maarid Meclisi") dan keamanan. Seterusnya, pihak Kesultanan akan memeriksanya. Jika tidak melewati proses ini buku-buku tidak diizinkan terbit secara legal.[8] Pada tanggal 24 Juli 1908, di awal Era Konstitusi Kedua, penyensoran dicabut, tetapi surat kabar yang menerbitkan berita yang dianggap berbahaya bagi keamanan luar dan dalam negeri ditutup.[8] Hingga antara tahun 1909 - 1913 terjadi kasus pembunuhan yang menewaskan empat jurnalis; Hasan Fehmi, Ahmet Samim, Zeki Bey dan Hasan Tahsin.
Menyusul pembubaran kekhalifahan pada tahun 1924, terjadi peristiwa pemberontakan Sheikh Said sebagai bagian dari konflik etnis yang meletus dengan penciptaan identitas nasionalisme Turki sekuler yang ditolak oleh bangsa Kurdi, yang telah lama setia kepada Khalifah. Sheikh Said, seorang syekh Naqsabandiyah, menuduh kaum nasionalisme Turki "merendahkan Khalifah menjadi parasit," hingga pecahlah pemberontakan dan darurat militer diberlakukan pada 25 Februari 1925. Ketidaksepakatan di partai Cumhuriyet Halk Partisi (Partai Rakyat Republik) pada akhirnya mendukung tindakan yang lebih keras dan di bawah kepemimpinan İsmet İnönü, undang-undang Takrir-i Sükun Kanunu diusulkan pada 4 Maret 1925.[9] Undang-undang ini memberikan kekuasaan yang tidak terkendali kepada pemerintah, dan memiliki sejumlah konsekuensi termasuk penutupan semua surat kabar kecuali Cumhuriyet dan Hakimiyet-i Milliye. Hasilnya adalah menyensor setiap kritik terhadap partai yang berkuasa, pengikut sosialis dan komunis ditangkap dan diadili oleh Pengadilan Tinggi yang didirikan di Ankara di bawah kekuasaan hukum. Tevhid-i Efkar, Sebül Reşat, Aydınlık, Resimli Ay, dan Vatan, termasuk di antara surat kabar yang ditutup dan beberapa wartawan ditangkap untuk diadili di pengadilan.[8] Pengadilan juga menutup kantor partai oposisi Terakkiperver Cumhuriyet Fırkas pada 3 Juni 1925, dengan dalih bahwa dukungan mereka secara terbuka untuk perlindungan adat agama telah berkontribusi pada pemberontakan Sheikh Said.[9][10]
Selama Perang Dunia II (1939–1945) banyak surat kabar diperintahkan untuk tutup, termasuk koran harian Cumhuriyet (5 kali, selama 5 bulan dan 9 hari), Tan (7 kali, selama 2 bulan dan 13 hari), dan Vatan (9 kali, selama 7 bulan dan 24 hari).[8]
Ketika Partai Demokrat yang diketuai Adnan Menderes berkuasa pada 1950, penyensoran mulai memasuki era baru dengan adanya perubahan UU Pers dan berlakunya hukuman dan denda yang lebih ditingkatkan. Beberapa surat kabar diperintahkan untuk tutup, termasuk harian Ulus (larangan tak terbatas), Hürriyet, Tercüman, dan Hergün (masing-masing dua minggu). Pada April 1960, satuan komisi investigasi ("Tahkikat Komisyonu") dibentuk oleh Majelis Agung Nasional Turki. Satuan tersebut diberi kuasa untuk menyita publikasi, menutup koran dan percetakan. Siapa pun yang tidak mengikuti keputusan komisi tersebut dapat dihukum penjara, antara satu hingga tiga tahun.[8]
Kebebasan berbicara sangat dibatasi setelah kudeta militer tahun 1980 yang dipimpin oleh Jenderal Kenan Evren. Selama tahun 1980-an dan 1990-an, mendekati isu sekularisme, hak-hak minoritas (khususnya masalah Kurdi), dan peran militer dalam politik berisiko pembalasan.[11]
Pasal 8 Undang-Undang Anti-Teror (UU 3713), sedikit diubah pada tahun 1995 dan kemudian dicabut,[12] menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun untuk "propaganda separatis." Terlepas dari namanya, UU Anti-Teror menghukum banyak pelanggaran tanpa kekerasan.[11] Para pasifisme telah dipenjarakan berdasarkan Pasal 8 tersebut. Misalnya, penerbit Fatih Tas dituntut pada tahun 2002 berdasarkan Pasal 8 di Pengadilan Keamanan Negara Istanbul karena menerjemahkan dan menerbitkan tulisan-tulisan oleh Noam Chomsky, yang merangkum sejarah pelanggaran hak asasi manusia di Turki tenggara; tetapi pada Februari 2002 ia dibebeaskan.[11] Penerbit wanita terkemuka Ayşe Nur Zarakolu, yang digambarkan oleh The New York Times sebagai "salah satu penantang paling kejam terhadap undang-undang pers Turki", dipenjarakan di bawah Pasal 8 hingga empat kali.[13]
Tetapi, jaminan konstitusional dan internasional dirusak oleh ketentuan-ketentuan yang membatasi dalam KUHP, KUHAP, dan undang-undang anti-terorisme, yang secara efektif membuat jaksa dan hakim memiliki keleluasaan untuk menekan kegiatan jurnalistik.[14] Laporan Komisaris Hak Asasi Manusia Dewan Eropa 2017 tentang kebebasan berbicara dan kebebasan pers di Turki menegaskan kembali bahwa masalah penyensoran merujuk pada KUHP Turki dan Undang-Undang Anti-Terorisme Turki No. 3713.[15][16][17] Sementara itu, jaksa terus mengajukan sejumlah kasus terorisme atau keanggotaan organisasi bersenjata berdasarkan pernyataan tertentu dari terdakwa, yang sesuai dengan tujuan organisasi tersebut.[16]
Selain Pasal 301 yang diamandemenkan tahun 2008, dan Pasal 312, lebih dari 300 pasal membatasi kebebasan berbicara, beragama, dan berserikat, menurut Asosiasi Hak Asasi Manusia Turki (2002). Pasal 299 KUHP Turki mengatur pidana pencemaran nama baik Kepala Negara yang semakin ditegakkan. Akibatnya, per Juni 2016, 18 orang dipenjara karena melanggar pasal ini.[16][17] Pasal 295 KUHP juga semakin ditegakkan, memaksakan “pembungkaman pers” (Yayın Yasağı) pada topik-topik kepentingan publik yang relevan seperti serangan teroris dan ledakan berdarah.[18] Pembungkaman dapat diterapkan pada TV, media cetak, radio serta konten Internet, hosting, dan penyedia layanan. Melanggar norma ini berakibat pada hukuman tiga tahun penjara.
Banyak ketentuan represif yang ditemukan dalam UU Pers, UU Partai Politik, UU Serikat Buruh, UU Perkumpulan, dan undang-undang lainnya yang diberlakukan oleh junta militer setelah kudeta pada tahun 1980. Adapun mengenai Internet, UU relevan yang diberlakukan adalah UU No. 5651 Tahun 2007.[19]
Menurut Komisaris Dewan Eropa dan Komisi Venesia untuk Demokrasi melalui Hukum, dekrit yang dikeluarkan di bawah keadaan darurat sejak Juli 2016, memberikan kekuasaan diskresi yang hampir tak terbatas kepada eksekutif Turki untuk menerapkan kekejaman besar-besaran terhadap LSM, media, dan organisasi. sektor publik.[16][20][21] Secara khusus, banyak LSM ditutup, organisasi media ditangkap atau ditutup dan pegawai sektor publik serta jurnalis dan pekerja media ditangkap atau diintimidasi.[16]
Pasal 299
Pasal 299 adalah ketentuan dalam KUHP Turki yang mengkriminalisasi penghinaan terhadap Presiden Turki.[22] Pasal tersebut telah menjadi bagian dari hukum pidana Turki sejak 1926, tetapi jarang digunakan sebelum Recep Tayyip Erdoğan menjadi presiden.[23]
Pasal tersebut telah digunakan secara luas untuk menekan kebebasan berekspresi dan menurut Pusat Kebebasan Stockholm, sejak 2014 ribuan orang telah dipenjarakan ketika Recep Tayyip Erdoğan menjadi presiden.[24] Pada tahun 2019, tercatat lebih dari 36.000 orang termasuk 318 anak di bawah umur antara 12 dan 17 tahun menghadapi penyelidikan kriminal karena "menghina" Erdogan. Menurut pengacara hak asasi manusia Kerem Altıparmak, lebih dari 100.000 warga Turki telah diselidiki dan lebih dari 30.000 kasus pengadilan telah dibuka berdasarkan ketentuan ini. Daftar orang tersebut di antaranya adalah para aktivis hak asasi manusia, anggota parlemen, pengacara, jurnalis, aktor acara TV, mahasiswa, penulis, seniman, kartunis, warga biasa dan bahkan anak di bawah usia 17 tahun.[23][24][25]
Pasal 299 dan pasal 125, yang mengizinkan satu pihak untuk menuntut penghinaan meskipun tidak memiliki bukti yang cukup, dapat dikatakan digunakan sebagai gugatan strategis terhadap partisipasi publik, yang dikenal secara internasional sebagai SLAPP (strategic lawsuit against public participation).[26]
Pasal 301
Pasal 301 adalah ketentuan dalam KUHP Turki yang sejak tahun 2005 menjadikannya sebagai pelanggaran yang dapat dihukum untuk menghina Turki atau berbagai lembaga resmi Turki. Tuduhan diajukan dalam lebih dari 60 kasus, beberapa di antaranya adalah kasus yang populer.[27]
Pasal tersebut kemudian diubah pada tahun 2008, termasuk mengubah "Turki" menjadi "bangsa Turki", mengurangi hukuman penjara maksimum menjadi 2 tahun, dan mewajibkan persetujuan Menteri Kehakiman sebelum mengajukan kasus.[28] Meskipun hanya beberapa orang yang dihukum, pengadilan di bawah pasal 301 dilihat oleh pengawas hak asasi manusia sebagai tindakan hukuman dalam diri mereka sendiri, memakan waktu dan mahal, sehingga memberikan efek mengerikan pada kebebasan berbicara.[1]
Pasal 312
Pasal 312 KUHP menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara terhadapa tindakan hasutan untuk melakukan pelanggaran dan hasutan untuk kebencian agama atau ras. Pada 1999 walikota Istanbul dan presiden saat ini Recep Tayyip Erdogan dijatuhi hukuman 10 bulan penjara berdasarkan Pasal 312 karena membaca beberapa baris dari sebuah puisi yang telah disahkan oleh Kementerian Pendidikan untuk digunakan di sekolah-sekolah, dan akibatnya harus mengundurkan diri.[11] Pada tahun 2000 ketua Asosiasi Hak Asasi Manusia, Akin Birdal, dipenjarakan berdasarkan Pasal 312 karena pidatonya yang menyerukan "perdamaian dan pengertian" antara Kurdi dan Turki,[11] dan setelah itu dipaksa untuk mengundurkan diri, sebagai Undang-Undang tentang Asosiasi melarang orang yang melanggar ini dan beberapa undang-undang lainnya untuk menjabat sebagai pejabat asosiasi.[11] Pada tanggal 6 Februari 2002, sebuah "paket demokrasi mini" dipilih oleh Majelis Agung Nasional Turki, mengubah kata-kata dari pasal 312. Berdasarkan teks yang direvisi, penghasutan hanya dapat dihukum jika menimbulkan "kemungkinan ancaman terhadap ketertiban umum."[11] Paket tersebut juga mengurangi hukuman penjara untuk Pasal 159 KUHP dari maksimal enam tahun menjadi tiga tahun. Tak satu pun dari undang-undang lainnya telah diubah atau dicabut pada tahun 2002.[11]
Penyensoran media
Penyensoran topik-topik sensitif di Turki berlaku bagi media online maupun offline. Isu Kurdi, genosida Armenia, serta topik kontroversial untuk Islam atau Turki sering disensor. Penegakannya tetap sewenang-wenang dan tidak dapat diprediksi.[1] Serta, pencemaran nama baik Kepala Negara merupakan pasal kejahatan yang semakin banyak digunakan untuk menyensor suara-suara kritis di Turki.[17]
Pada tahun 2018, menurut Indeks Kebebasan Pers dari Reporters Without Borders, Turki berada di peringkat ke-157 dari 178 negara. Situasi kebebasan berbicara selalu menjadi masalah di Turki,[29] dan semakin memburuk setelah peristiwa protes Gezi 2013.[30] Kemudian mencapai puncaknya setelah upaya kudeta 15 Juli 2016. Sejak saat itu, keadaan darurat diberlakukan.[31] Puluhan ribu jurnalis, akademisi, pejabat publik dan cendikiawan ditangkap atau didakwa dengan tuduhan teroris, terkadang dengan dakwaan berdasarkan beberapa pernyataan atau penulisan dari mereka.
Laporan Dewan Komisaris Eropa untuk Hak Asasi Manusia tentang kebebasan berbicara dan kebebasan pers di Turki, setelah kunjungan mereka tahun 2016 ke Turki, mencatat bahwa pelanggaran terhadap kebebasan berbicara di Turki menciptakan efek mengerikan yang berbeda, yang terwujud dalam swasensor baik di antara media yang tersisa dan di antara warga biasa.[16] Selain itu, Komisaris menulis bahwa hambatan utama untuk perbaikan situasi kebebasan berbicara dan kebebasan pers di Turki adalah kurangnya kemauan politik untuk mengakui dan mengatasi masalah tersebut.[16]
Penyiaran
Dalam siaran televisi, adegan-adegan yang menayangkan ketelanjangan, konsumsi alkohol, merokok, penggunaan narkoba, kekerasan dan tampilan logo pakaian desainer yang tidak pantas, nama merek makanan dan minuman serta papan nama jalan nama perusahaan biasanya disensor dengan mengaburkan atau memotong masing-masing area dan layar.[32] Saluran TV juga mempraktekkan swasensor teks untuk menghindari denda berat dari Dewan Tertinggi Radio dan Televisi (Radyo ve Televizyon st Kurulu, RTÜK). Sebagai contoh, saluran CNBC-e biasanya menerjemahkan kata “gay” sebagai “marginal“.[33]
Badan pemerintahan RTÜK terus memberlakukan sejumlah besar perintah penutupan di stasiun TV dan radio dengan alasan bahwa mereka telah membuat siaran separatis.[11]
Pada tahun 2000, saluran televisi diinstruksikan bahwa mereka akan ditangguhkan selama sehari jika menayangkan video musik untuk 'Kuşu Kalkmaz', sebuah single dari album debut Sultana ‘Çerkez Kızı’.[34]
Pada tahun 2001, animasi South Park dilarang tayang selama 1 tahun di Turki karena menayangkan Tuhan sebagai tikus.
Pada bulan Agustus 2001, RTÜK melarang siaran BBC World Service dan Deutsche Welle dengan alasan bahwa siaran mereka "mengancam keamanan nasional."[11] Larangan penyiaran dalam bahasa Kurdi dicabut dengan kualifikasi tertentu pada tahun 2001 dan 2002.[35]
Awal tahun 2007, pemerintah Turki melarang serial televisi populer, Valley of the Wolves: Terror, dengan alasan acara tersebut menampilkan tema kekerasan. Acara TV tersebut menginspirasi film buatan Turki dengan nama yang sama, termasuk aktor Amerika Gary Busey. Busey memerankan seorang dokter Amerika yang mengambil organ dari tahanan Irak di penjara Abu Ghraib dan menjualnya di pasar gelap. Film tersebut akhirnya ditarik dari bioskop di Amerika Serikat setelah Liga Anti-Fitnah mengeluh kepada duta besar Turki untuk AS tentang penggambaran film tentang orang-orang Yahudi.[36]
Pada tahun 2013, sebuah saluran televisi swasta didenda $30.000 karena menghina nilai-nilai agama atas sebuah episode The Simpsons di mana Tuhan ditunjukkan menerima perintah dari iblis.[37]
Media cetak
Kasus Özgür Gündem (1993–2016) yang adalah kantor surat kabar pro-Kurdi dan kiri yang berlokasi di Istanbul. Sejak awal tahun 90-an, surat kabar telah menjadi sasaran penggerebekan dan tindakan hukum, dengan banyak kasus wartawan yang ditangkap dan bahkan dibunuh. Surat kabar tersebut tetap ditutup dari 1994 hingga 2011 karena putusan pengadilan. Fakta-fakta ini yang menjadi dasar atas kasus Özgür Gündem v. Turki sebelum ECtHR.[38] Pada 16 Agustus 2016 ada serangan lain oleh polisi Turki di dalam surat kabar dan pengadilan memerintahkan penutupan sementara dengan alasan surat kabar tersebut masih membuat propaganda untuk Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan bertindak seolah-olah hal tersebut adalah publikasi organisasi teror bersenjata.[39] Dua puluh empat jurnalis Gündem ditangkap dan ditahan untuk berjaga-jaga, kemudian situs web Özgür Gündem diblokir dua kali, pada tanggal 1 dan 26 Juli.[40]
Penyensoran karya seni
Beberapa penyensoran mengenai karya seni yang terjadi di Turki adalah:
Tahun 1979, di tengah ketegangan politik di Turki saat itu, pemusik Cem Karaca melarikan diri ke Jerman untuk menghindari penuntutan atas tuduhan politiknya karena sering kali menyerukan keadilan sosial dan anti korupsi, serta lirik-lirik lagunya yang condong ke kiri.[41] Setelah kudeta militer 1980, surat perintah penangkapannya dikeluarkan. Ia juga sering kali ditolak untuk kembali ke tanah airnya sehingga mengakibatkan kewarganegaraannya dicabut pada 6 Januari 1983. Baru pada tahun 1987 ia diampuni dan dapat kembali ke Turki.[42]
Musisi Selda Bağcan ditangkap dan dipenjara tiga kali setelah kudeta Turki tahun 1980 karena menyanyi dalam bahasa Kurdi dan memasukkan puisi Nazım Hikmet dalam liriknya yang sebenarnya dilarang.[43]
Juni 2006, polisi menyita kolase karya seniman Inggris Michael Dickinson — yang mempertunjukkan Perdana Menteri Turki saat itu Recep Tayyip Erdoğan sebagai seekor anjing yang diberi mawar oleh Presiden Bush. Charles Thomson, sebagai pemimpin gerakan Stuckisme yang membawahi Dickinson, menulis surat keberatan kepada Perdana Menteri Inggris saat itu, Tony Blair. Tetapi kemudian Dickinson tetap ditahan dengan alasan "menghina martabat Perdana Menteri", dan baru dibebaskan pada September 2008.[44][45]
Tahun 2016, direktur orkestra Dresdner Sinfoniker menggugat delegasi Turki ke Uni Eropa untuk mendesak Komisi Eropa agar menarik kembali dana sebesar 200.000 euro untuk konser yang akan menggunakan istilah "genosida" dalam teks yang dinyanyikan dan diucapkan selama acara berlangsung.[46] Di tahun yang sama, tiga konser terpisah oleh Sıla yang dijadwalkan berlangsung di Istanbul dan Bursa dibatalkan oleh pemerintah setempat.[47]
6 Maret 2017, Zehra Doğan dijatuhi hukuman 2 tahun 9 bulan penjara karena dianggap “propaganda separatis,” menyusul gambar dirinya yang dibagikan di Twitter yang melambangkan sirine malam Nusaybin, di Tenggara Turki.[48]
Tahun 2018, pengawas media top Turki, Radio and Television Supreme Council (RTÜK), meninjau lirik lagu-lagu pop berbahasa Inggris yang tidak pantas, dan mengeluarkan denda sebesar 17.065 Lira Turki kepada saluran musik NR1 dan Dream TV karena lirik "Wild Thoughts" dan denda yang sama untuk Power TV karena lirik "Sex, Love & Water".[51]
24 Mei 2018, penyanyi rapper Ezhel, ditangkap atas tuduhan mengajak penggunaan narkoba sehubungan dengan lirik lagunya yang merujuk pada konsumsi ganja. Ia dikenai hukuman 10 tahun penjara.[52] Hal ini memicu kemarahan nasional, karena beberapa mengaitkan penangkapan tersebut dengan Ezhel sebagai kritikus yang blak-blakan terhadap pemerintah.[53] Pada akhirnya, ia dibebaskan tanggal 19 Juni 2018.[54]
Burak Aydoğdu (Burry Soprano) ditangkap pada 1 Oktober 2018 atas dakwaan 'mengajak penggunaan narkoba' melalui lagu hitnya "Mary Jane." Ia kemudian dibebaskan sambil menunggu persidangan. Ia kembali ditahan dan dibawa ke Penjara Silivri pada Maret 2021 menyusul putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman 4 tahun 2 bulan penjara.[55]
Maret 2021, empat karyawan majalah satir Prancis Charlie Hebdo didakwa oleh Kantor Kepala Kejaksaan Ankara karena diduga "menghina presiden." Mereka dikenai hukuman 4 tahun 8 bulan penjara sehubungan dengan kartun yang menggambarkan presiden Recep Tayyip Erdoğan mengangkat rok seorang wanita berjilbab.[56]
11 April 2020, pelawak tunggal Emre Günsal ditangkap dan dijatuhi hukuman 3 tahun 5 bulan penjara karena materi komedinya yang pada saat itu berisi candaan tentang tokoh-tokoh bersejarah terkemuka seperti Rumi, Shams Tabrizi dan Atatürk.
Mei 2021, RTÜK memerintahkan penghapusan "konten yang tidak pantas" dari Spotify, terutama mengacu pada berbagai siniar yang tersedia di perpustakaan Spotify. RTÜK keedepannya akan mengancam platform dengan penyensoran jika ditemukan melanggar perintah tersebut.[57]
Penyensoran film dan drama
Beberapa penyensoran film dan drama di Turki beberapa tahun ke belakang adalah:
Film Sex and the City 2 di Turki dilarang tayang dari televisi kabel karena pihak berwenang melihat representasi pernikahan gay sebagai "berbelit-belit dan tidak bermoral" dan dianggap sebagai tontonan berbahaya untuk keluarga.[58][59]
Tahun 2014, film "Yeryüzü Aşkın Yüzü Oluncaya Dek" (Until the Face of the Earth Becomes a Face of Love) dihapus dari program Festival Film Internasional Antalya oleh penyelenggara festival setelah ada peringatan bahwa pemutaran film tersebut dapat dianggap melakukan kejahatan menghina presiden Turki.[60]
Tahun 2015, festival film Istanbul membatalkan pemutaran film North (judul asli: Bakur) setelah Kementerian Kebudayaan Turki mengeluhkan cuplikan dari film tersebut mengenai beberapa anggota Partai Buruh Kurdistan yang dilarang.[61]
Tahun 2017, Kantor Gubernur Ankara melarang Festival Film LGBT kedutaan Jerman.[62]
April 2017, film pendek berjudul "The Last Schnitzel" dilarang tayang dari Festival Film Internasional Istanbul karena pembuat film menolak untuk mematuhi aturan kementerian Turki.
17 November 2017, kantor gubernur Ankara melarang penayangan semua film, pameran, dan acara LGBT, karena alasan "publik sensitivitas".[63]
Tahun 2018, drama Adana State Theatre "India Bank" yang sedang tur di Batman diturunkan dari panggung karena intervensi oleh pejabat Direktorat Kebudayaan dan Pariwisata setempat. Drama teater tersebut dihapus setelah dua adegannya dianggap "cabul." Di tahun yang sama, Kantor Gubernur Ankara melarang film terkait LGBT berjudul "Pride." Kantor tersebut mengatakan peristiwa semacam itu dapat “memicu kebencian dan permusuhan” di antara berbagai faksi masyarakat.[64]
Tahun 2020, Pusat Komunikasi Kepresidenan menginvestigasi karakter yang berpotensi homoseksual dalam serial asli NetflixLove 101 hingga kasus tersebut sampai ke pengadilan. Tetapi pengadilan pada akhirnya menolak kasus tersebut karena klaim tidak dapat dibuktikan.[65]
Juni 2020, negosiasi antara Netflix dan anggota Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Turki mengenai masalah memasukkan karakter LGBT gagal. Turki telah menuntut agar karakter gay dihapus seluruhnya dari naskah. Netflix menolak permintaan tersebut sehingga produksi acara dihentikan.
September 2020, Dewan Tinggi Radio dan Televisi Turki (RTÜK) memerintahkan penghapusan film Cuties dari katalog Netflix. Sebelum keputusan tersebut, Kementerian Keluarga, Tenaga Kerja, dan Layanan Sosial Turki telah memberi tahu RTÜK untuk menerapkan tindakan pencegahan yang diperlukan tentang film tersebut.[66]
Desember 2021, RTÜK memerintahkan penghapusan film berjudul "Donde caben dos" dari katalog Netflix Turki.[67]
Penyensoran buku
Beberapa penyensoran buku di Turki dari tahun ke tahun adalah:
Tahun 1961, melarang peredaran edisi buku komik Italia Captain Miki karena dinilai "menganjurkan kemalasan dan 'semangat petualang' di antara orang-orang Turki."[68]
Akhir 1960-an atau awal 1970-an, beberapa buku seperti The Communist Manifesto, State and Revolutioni dan The History of the Communist Party of the Soviet Union (Bolsheviks) dilarang beredar.[68]
Juli 1972, polisi menggerebek 30 penerbit di Istanbul dan menyita 250.000 hingga 500.000 buku, serta menahan lebih dari 50 penerbit, distributor, dan penjual buku.[69]
Januari 1973, jaksa darurat militer memerintahkan 137 publikasi kiri dibakar.[69]
Tahun 1973, 11 penerbit didakwa karena menerbitkan novel The Grapes of Wrath, karena dianggap "menyebarkan propaganda yang dianggap merugikan negara."
Tahun 1987 National Geographic Atlas of the World dilarang beredar.[68]
Tahun 1989 The Satanic Verses dilarang beredar baik itu distribusi, penjualan, dan impornya.[68]
Tahun 2004, buku The Eleven Thousand Rods dan penerbitnya dilarang beredar di Turki, kemudian dijatuhi hukuman denda sebesar 684 Lira Turki karena alasan mengandung unsur "cabul" dan "melukai perasaan batin orang-orang".[70]
Tahun 2007, penerbit buku The God Delusion, Erol Karaaslan diselidiki oleh jaksa Istanbul karena dainggap "menghasut kebencian agama."[68]
Tahun 2008, Nedim Gürsel, menghadapi tuduhan atas "hasutan untuk melakukan kekerasan atau kebencian" setelah menerbitkan bukunya Daughters of Allah, yang dianggap menghina Islam.
Tahun 2013 terjadi beberapa kasus, dua bait puisi "Tabel" yang ditulis oleh penyair Turki Edip Cansever dihilangkan dari buku-buku sekolah menengah karena mengandung kata "bir",[71] Turki mencabut larangan puluhan tahun terhadap 453 buku dan 645 majalah,[68] Turki menyensor karya klasik John SteinbeckOf Mice and Men karena dianggap "melanggar kesusilaan,"[72] dan seorang guru di Istanbul dijatuhi hukuman disiplin karena memberikan pekerjaan rumah kepada siswanya dari My Sweet Orange Tree.[72]