Lobi Israel di Amerika Serikat

Lobi Israel (kadang disebut lobi Zionis atau lobi Yahudi, padahal lobinya murni politik dan tidak bersifat religius) adalah koalisi individu dan kelompok yang ingin memengaruhi kebijakan luar negeri Amerika Serikat agar mendukung Zionisme, Israel, atau beberapa kebijakan pemerintahannya.[1] Lobi ini melibatkan kelompok sekuler dan religius Kristen Amerika dan Yahudi Amerika. Grup yang paling terkenal dan eksis dalam dunia lobi Israel adalah American Israel Public Affairs Committee (AIPAC). AIPAC dan sejumlah grup lobi Israel memengaruhi kebijakan publik Amerika Serikat dengan berbagai cara seperti pendidikan, menanggapi kritik terhadap Israel, dan memberikan argumen yang mendukung Israel. Lobi Israel dikenal berhasil mendorong para pembuat kebijakan A.S. untuk mendukung kebijakan-kebijakan yang didukung pelobi, seperti memveto pengakuan Palestina dan menyetujui hak Israel untuk berdiri.

Sejarah

Zionis Kristen William Eugene Blackstone.
Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat Louis Brandeis

Kepercayaan Kristen akan kembalinya umat Yahudi ke Tanah Suci berawal di Amerika Serikat dan sudah ada jauh sebelum pendirian gerakan Zionis dan negara Israel. Aksi lobi yang dilancarkan mereka untuk memengaruhi pemerintah Amerika Serikat mirip dengan ideologi Zionis dan telah dilakukan sejak abad ke-19.

Pada tahun 1844, kaum restorasionis Kristen George Bush, profesor bahasa Ibrani di New York University dan berhubungan jauh dengan keluarga politik Bush, menerbitkan sebuah buku berjudul The Valley of Vision; or, The Dry Bones of Israel Revived.[2] Ia mengutuk “penderitaan dan penindasan yang sejak lama mengurai mereka (Yahudi) menjadi debu” dan ingin "menaikkan" bangsa Yahudi "ke tingkat kehormatan di kalangan bangsa-bangsa di Bumi" dengan mengembalikan kaum Yahudi ke tanah Israel.[3] Menurut Bush, hal ini tidak hanya menguntungkan kaum Yahudi, tetapi juga seluruh umat manusia dan membentuk "hubungan komunikasi" antara manusia dan Tuhan.[4] Buku tersebut terjual sebanyak satu juta eksemplar pada masa antebellum.[5] Blackstone Memorial tahun 1891 juga merupakan petisi restorasionis Kristen penting yang diprakarsai William Eugene Blackstone dengan tujuan membujuk Presiden Benjamin Harrison untuk menekan Sultan Kesultanan Utsmaniyah agar menyerahkan Palestina ke kaum Yahudi.[6][7]

Pastor John Hagee, pendiri dan ketua Christians United for Israel saat konvensi nasional CUI tahun 2007.

Dimulai tahun 1914, keterlibatan Louis Brandeis dan istilah Zionisme Amerikanya menjadikan Zionisme Yahudi kekuatan penting di Amerika Serikat untuk pertama kalinya. Di bawah kepemimpinannya, keanggotaan kelompok berlipat sepuluh menjadi 200.000 orang.[8] Selaku ketua American Provisional Executive Committee for General Zionist Affairs, Brandeis mengumpulkan jutaan dolar untuk memulihkan penderitaan orang Yahudi di Eropa dan sejak saat itu "menjadi pusat keuangan gerakan Zionis dunia."[9] Deklarasi Balfour 1917 yang dipelopori Britania turut memajukan gerakan Zionis dan mengakuinya secara resmi. Kongres Amerika Serikat mengesahkan resolusi gabungan pertama yang menyatakan mendukung tanah air bangsa Yahudi di Palestina pada tanggal 21 September 1922.[10] Pada hari itu pula Mandat Palestina disetujui Dewan Liga Bangsa-Bangsa.

Pelobian Zionis di Amerika Serikat membantu pendirian negara Israel pada 1947-48. Persiapan dan pemungutan suara untuk United Nations Partition Plan for Palestine yang mendahului Deklarasi Kemerdekaan Israel didukung habis-habisan oleh penduduk Yahudi Amerika di Washington.[11] Presiden Truman kemudian mengatakan, "Faktanya gerakan tekanan tersebut tidak hanya melancarkan aksi di Perserikatan Bangsa-Bangsa, tetapi juga di Gedung Putih. Aku tidak pernah menyangka Gedung Putih akan mendapatkan tekanan dan propaganda sekeras itu. Kegigihan sejumlah ketua Zionis ekstrem—yang didorong motif politik dan membuat ancaman politik—sangat mengganggu dan membuatku kesal."[12]

Pada tahun 1950-an American Zionist Committee for Public Affairs dibentuk oleh Isaiah L. "Si" Kenen. Selama masa pemerintahan Eisenhower, persoalan Israel tidak dikedepankan. Permasalahan lain di Timur Tengah dan USSR lebih menonjol dan pendukung Israel di A.S. tidak seaktif dulu. AZCPA membuat komite lobi pro-Israel untuk menanggapi rumor bahwa pemerintahan Eisenhower akan menginvestigasi American Zionist Council.[13] AZCPA's Executive Committee decided to change their name from American Zionist Committee for Public Affairs to American Israel Public Affairs Committee.[14]

Hubungan antara Israel dan pemerintah Amerika Serikat berawal dari dukungan kuat dari rakyat untuk Israel dan sikap pemerintah mengenai keinginan mendirikan negara Yahudi; hubungan antarpemerintah secara formal tetap membeku sampai 1967.[15] Sebelum 1967, pemerintah "Amerika Serikat sangat keras terhadap Israel."[16] Sejak 1979, Israel medapatkan porsi bantuan luar negeri paling besar. Bantuan untuk Israel senilai $3 miliar bisa dikatakan sedikit dibandingkan anggaran Amerika Serikat yang mencapai $3 triliun.[17] AIPAC telah berkembang menjadi "gerakan rakyat dengan 100.000 anggota" dan mengklaim diri sebagai lembaga lobi pro-Israel Amerika Serikat.[18]

Struktur

Lobi pro-Israel terdiri dari komponen formal dan informal.

Lobi formal

Komponen formal dari lobi Israel terdiri dari kelompok pelobi, komite aksi politik (PAC), wadah pemikir, dan kelompok pengawas media. Center for Responsive Politics, yang melacak semua lobi dan PAC, mendeskripsikan latar belakang para pihak pro-Israel tersebut sebagai jaringan komite aksi politik lokal nasional yang diberi nama sesuai daerah tempat asal donornya dan menyumbang sebagian besar dana pro-Israel di perpolitikan Amerika Serikat. Dana tambahan juga dialirkan dari orang-orang yang menggabungkan kontribusinya kepada para calon yang disukai PAC. Tujuan para donor ini adalah membina hubungan yang lebih kuat antara Amerika Serikat dan Israel serta mendukung Israel dalam negosiasi dan konflik bersenjata dengan negara-negara tetangganya.[19]

Menurut Mitchell Bard, ada tiga grup lobi formal terbesar di Amerika Serikat:

Christians United for Israel memberikan setiap gereja Kristen dan Kristen pro-Israel kesempatan untuk mendukung Israel. Menurut pendiri dan pemimpin grup ini, Pastor John Hagee, para anggotanya meminta pemerintah berhenti menekan Israel untuk membelah Jerusalem dan tanah Israel.[20]

Dalam bukunya tahun 2006, The Restoration of Israel: Christian Zionism in Religion, Literature, and Politics, sejarawan Gerhard Falk menyebut jumlah grup Kristen Evangelis yang melobi atas nama Israel terlalu banyak sampai-sampai mustahil untuk membuat daftarnya, namun banyak di antaranya terhubung melalui National Association of Evangelicals.[23] Ini adalah grup lobi agama kuat yang sangat aktif mendukung Israel di Washington.[23]

Menurut penulis Kingdom Coming: The Rise of Christian Nationalism, Michelle Goldberg, penganut Kristen Evangelis memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan Timur Tengah Amerika Serikat, bahkan lebih besar daripada organisasi-organisasi terkenal seperti AIPAC.[24]

Menurut Mitchell Bard, kedua grup Yahudi ini bertujuan mengirimkan pesan yang terpadu dan representatif kepada para pembuat kebijakan melalui pengumpulan dan penyaringan opini dari grup-grup lobi pro-Israel kecil dan masyarakat Yahudi Amerika.[22] Keragaman spektrum opini warga Yahudi di Amerika Serikat dapat ditemui di sejumlah grup pro-Israel resmi. Karena itu, sejumlah pengamat membagi grup pelobi Israel menjadi grup sayap kanan dan sayap kiri. Keragaman ini semakin kentara setelah Israel mengakui Piagam Oslo yang kelak membelah kaum "universalis liberal" dan "Zionis radikal" (komunitas ortodoks dan Yahudi sayap kanan).[25] This division mirrored a similar split for and against the Oslo process in Israel, and led to a parallel rift within the pro-Israel lobby.[26][27] Pada kampanye pemilu 2008, Barack Obama secara implisit menyebut adanya perbedaan di dalam organisasi pelobi: "Ada segelintir orang di dalam komunitas pro-Israel yang mengatakan bahwa 'jika Anda tidak mengadopsi pendekatan pro-Likud terhadap Israel, tandanya Anda anti-Israel'. Pernyataan semacam itu tidak bisa dijadikan tolak ukur persahabatan kita dengan Israel." Commentary Magazine menulis bahwa, "Kata-kata Obama agak janggal—Likud bukan partai berkuasa di Israel selama lebih dari tiga tahun terakhir—tetapi apa yang hendak disampaikan Obama adalah seorang politikus Amerika Serikat tidak perlu menyatakan kesetiaannya terhadap ide-ide radikal terkait keamanan Israel agar bisa dianggap sebagai pendukung Israel.”[28]

Pakar kebijakan luar negeri Amerika Serikat John Mearsheimer dan Stephen Walt, yang meneliti grup-grup Yahudi, mengelompokkan American Israel Public Affairs Committee, Washington Institute for Near East Policy, Anti-Defamation League, dan Christians United for Israel ke dalam lingkaran inti lobi Israel.[29] Sejumlah organisasi penting lainnya yang disebut-sebut berupaya menguntungkan Israel, termasuk memengaruhi kebijakan luar negeri AS, adalah American Jewish Congress, Zionist Organization of America, Israel Policy Forum, American Jewish Committee, Religious Action Center of Reform Judaism, Americans for a Safe Israel, American Friends of Likud, Mercaz-USA, dan Hadassah.[30]

Stephen Zunes, menanggapi Mearsheimer dan Walt, menggolongkan Americans for Peace Now, Tikkun Community, Brit Tzedek v'Shalom, dan Israel Policy Forum sebagai organisasi pro-Israel yang justru menentang pendudukan, permukiman, dinding pemisah, dan dukungan tanpa syarat Washington untuk kebijakan Israel, tidak seperti organisasi sayap kanan yang disebutkan Mearsheimer dan Walt[31] Organisasi-organisasi ini bukan komite aksi politik sehingga tidak dibolehkan mendanai kampanye politik para calon pejabat negara mengacu pada peraturan pendanaan kampanye.

John Mearsheimer dan Stephen Walt dalam buku larisnya yang kontroversial, The Israel Lobby and U.S. Foreign Policy, menyatakan bahwa suara komponen lobi Israel sayap kanan dipengaruhi oleh para petinggi dua grup lobi terbesar di Amerika Serikat, American Israel Public Affairs Committee dan Conference of Presidents of Major American Jewish Organizations. Mereka juga menggolongkan Washington Institute for Near East Policy, American Enterprise Institute, dan Hudson Institute sebagai wadah pemikir sayap kanan yang terkait dengan lobi Israel.[1] Mereka juga menulis bahwa kelompok pengawas media Committee for Accuracy in Middle East Reporting in America adalah bagian dari komponen lobi sayap kanan.[1]

Di The Case for Peace, Alan Dershowitz dari Harvard, berpendapat bahwa grup pro-Israel yang paling beraliran kanan di Amerika Serikat sama sekali bukan grup Yahudi, melainkan Kristen Evangelis. Dershowitz menulis bahwa Stand for Israel Diarsipkan 2008-04-29 di Wayback Machine., organisasi yang bertujuan memobilisasi dukungan Kristen Evangelis untuk Israel didirikan oleh mantan direktur eksekutif Christian Coalition Ralph Reed.[32] Meski alasan kebanyakan grup seperti Stand for Israel mirip dengan alasan grup asli Yahudi, sebagian dukungan individu lebih didasarkan pada ayat suci tertentu sehingga lebih rentan dihujani kritik dari warga Israel dan kaum Yahudi Amerika karena mengandung motif mengejar Kedatangan Kedua atau berusaha berdakwah di tengah umat Yahudi.[32][33]

Pada bulan April 2008, J Street didirikan dan mengklaim diri sebagai satu-satunya komite aksi politik (PAC) federal yang pro-damai dan pro-Israel. Tujuannya adalah memberikan bantuan politik dan finansial kepada para calon pejabat negara dari warga Amerika Serikat yang percaya bahwa angin baru dalam kebijakan A.S. akan mengutamakan kepentingan A.S. di Timur Tengah dan mempromosikan perdamaian dan keamanan sejati di Israel. Didirikan oleh penasihat Presiden Bill Clinton, Jeremy Ben Ami, dan pengamat kebijakan Daniel Levy, dibantu oleh sejumlah politikus dan pejabat tinggi Israel, J Street mendukung solusi diplomatik ketimbang solusi militer, termasuk dengan Iran; pendekatan multilateral terhadap resolusi konflik; dan dialog dengan berbagai pihak.[butuh rujukan]

Lobi informal

Dukungan untuk Israel sangat kuat di kalangan penganut Kristen Amerika Serikat dari semua denominasi/sekte.[34] Dukungan umat Kristen secara informal untuk Israel diwujudkan dalam bentuk pemrograman dan berita di Christian Broadcasting Network dan Christian Television Network sampai bantuan tidak resmi untuk perayaan Day of Prayer for the Peace of Jerusalem setiap tahunnya.[23]

Lobi informal juga melibatkan aktivitas grup-grup Yahudi. Beberapa pengamat memandang lobi Yahudi atas nama Israel sebagai salah satu contoh lobi berkepentingan etnis atas nama tanah air di Amerika Serikat.[35] Lobi semacam ini lumayan sukses, terutama karena Israel sangat didukung oleh gerakan Kristen yang jauh lebih besar dan berpengaruh yang memiliki tujuan yang sama.[36] Dalam artikel tahun 2006 di London Review of Books, Profesor John Mearsheimer dan Stephen Walt menulis:

Pada dasarnya, lobi Israel tidak berbeda dengan lobi pertanian, serikat pekerja baja atau tekstil, atau lobi etnis lainnya. Tidak ada yang salah dengan upaya Yahudi Amerika dan sekutu Kristennya untuk mengubah kebijakan AS. Aktivitas para pelobi tersebut bukanlah konspirasi layaknya Protokol Para Tetua Sion. Kebanyakan individu dan kelompok di dalamnya hanya melakukan apa yang dilakukan grup-grup kepentingan khusus lainnya. Bedanya, mereka melakukannya dengan rapi. Sebaliknya, grup kepentingan pro-Arab sampai saat ini masih lemah dan karena itu pula aktivitas lobi Israel terasa lebih mudah.[37]

Bard mendefinisikan "lobi informal" Yahudi sebagai aksi tidak langsung ketika suara Yahudi dan opini publik Amerika Serikat memengaruhi kebijakan Timur Tengah A.S.[22] Bard menjelaskan motivasi lobi informal sebagai berikut:

"Umat Yahudi Amerika mengakui pentingnya dukungan bagi Israel karena konsekuensi yang mungkin muncul jika terjadi sebaliknya. Meski Israel saat ini sering dianggap sebagai negara terkuat keempat di dunia, asumsi ancaman terhadap Israel bukanlah kekalahan militer, melainkan pemusnahan. Pada saat yang sama, umat Yahudi Amerika khawatir membayangkan nasib mereka di Amerika Serikat jika mereka tidak punya kekuatan politik."[22]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c Mearsheimer, John J. dan Walt, Stephen. The Israel Lobby and U.S. Foreign Policy, London Review of Books, Volume 28 Number 6, March 22, 2006. Retrieved March 24, 2006.
  2. ^ Medved, Michael. "What the Evangelicals Give the Jews." Commentary. May 2012. 2 October 2012.
  3. ^ Valley of vision: or, The dry bones of Israel revived: an attempted proof, from Ezekiel, chap. xxxvii, 1-14, of the restoration and conversion of the Jews, George Bush, 1844 "When the Most High accordingly declares that he will bring the house of Israel into their own land, it does not follow that this will be effected by any miraculous interposition which will be recognized as such....The great work of Christians, in the mean time, is to labor for their conversion. In this they are undoubtedly authorized to look for a considerable measure of success, though it be admitted that the bulk of the nation is not to be converted till after their restoration ; for it is only upon the coming together of bone to his bone that the Spirit of life comes into them, and they stand up an exceeding great army."
  4. ^ Power, Faith, and Fantasy by Michael B. Oren REVIEWED BY HILLEL HALKIN, Commentary, Januare 2007 http://www.commentarymagazine.com/viewarticle.cfm/power--faith--and-fantasy-by-michael-b--oren-10818 Diarsipkan 2009-02-22 di Wayback Machine.
  5. ^ Dr. Michael Oren, address before the American Israel Public Affairs Committee Policy Conference 2007, delivered March 11, 2007; quoted in Foxman, The Deadliest Lies, pp. 17-18.
  6. ^ Blackstone Memorial
  7. ^ Paul Charles Merkley, The Politics of Christian Zionism, 1891–1948, 1998, p. 68 ff.
  8. ^ Donald Neff, Fallen Pillars U.S. Policy towards Palestine and Israel since 1945Chapter One: Zionism: Jewish Americans and the State Department, 1897-1945
  9. ^ "Louis D. Brandeis and American Zionism". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-02-26. Diakses tanggal 2013-05-29. 
  10. ^ Rubenberg, Cheryl (1986). Israel and the American National Interest: A Critical Examination. University of Illinois Press. hlm. 27. ISBN 978-0-252-06074-8. 
  11. ^ Collins, Larry and Dominique Lapierre. O Jerusalem! New York: Simon and Schuster, 1988. p. 27.
  12. ^ George Lenczowski, American Presidents and the Middle East, (1990) p. 28, cite, Harry S. Truman, Memoirs 2, p. 158.
  13. ^ Spiegel, Steven (October 15, 1986). The Other Arab-Israeli Conflict: Making America's Middle East Policy, from Truman to Reagan. University Of Chicago Press. hlm. 52. ISBN 978-0-226-76962-2. 
  14. ^ Kenen, Isaiah (1981). Israel's Defense Line: Her Friends and Foes in Washington. Prometheus Books. hlm. 110. ISBN 978-0-87975-159-3. 
  15. ^ Abraham Ben-Zvi, Decade of Transition: Eisenhower, Kennedy, and the Origins of the American-Israel Alliance, Columbia University Press, 1998.
  16. ^ George Friedman, The Israel Lobby in U.S. Strategy, September 4, 2007 The Israel Lobby in U.S. Strategy | STRATFOR.
  17. ^ Benhorin, Yitzhak. "Israel still top recipient of US foreign aid." Ynetnews. 2 August 2007. 13 December 2012.
  18. ^ AIPAC Web Site AIPAC - Learn About AIPAC. Retrieved April 18, 2007.
  19. ^ "Pro-Israel: Background | OpenSecrets". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-10. Diakses tanggal 2013-08-28. 
  20. ^ a b "Onward, Christian Zionists", by Jennifer Rubin, August 2, 2010, Vol. 15, No. 43, Weekly Standard.
  21. ^ Evangelicals and Israel: the story of American Christian Zionism, Stephen Spector, Oxford University Press US, 2008, p. 168
  22. ^ a b c d Mitchell Bard The Israeli and Arab Lobbies", Jewish Virtual Library, published 2009. Retrieved October 5, 2009.
  23. ^ a b c The Restoration of Israel: Christian Zionism in Religion, Literature, and Politics, Gerhard Falk, 2006, p. 50. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Falk" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  24. ^ Kingdom Coming: The Rise of Christian Nationalism, Michelle Goldberg, Taylor & Francis, 2008, p. 60,
  25. ^ Danny Ben-Moshe, Zohar Segev, Israel, the Diaspora, and Jewish Identity, Sussex Academic Press, 2007, ISBN 978-1-84519-189-4, Chapter 7, The Changing Identity of American Jews, Israel and the Peace Process, by Ofira Seliktar, p126 [1].

    "Prime Minister Yitzak Rabin’s handshake with Yasir Arafat during the 13 September [1993] White House ceremony elicited dramatically opposed reactions among American Jews. To the liberal universalists the accord was highly welcome news. […] However, to the hard-core Zionists --- the Orthodox community and right wing Jews --- the peace treaty amounted to what some dubbed the 'handshake earthquake.' From the perspective of the Orthodox, Oslo was not just an affront to the sanctity of Eretz Yisrael, but also a personal threat to the Orthodox settlers ... in the West Bank and Gaza. For Jewish nationalists … the peace treaty amounted to an appeasement of Palestinian terrorism."

  26. ^ Danny Ben-Moshe, Zohar Segev, Israel, the Diaspora, and Jewish Identity, Sussex Academic Press, 2007, ISBN 978-1-84519-189-4, Chapter 7, The Changing Identity of American Jews, Israel and the Peace Process, by Ofira Seliktar, p126

    "Abandoning any pretense of unity, both segments began to develop separate advocacy and lobbying organizations. The liberal supporters of the Oslo Accord worked … to assure Congress that American Jewry was behind the Accord and defended the efforts of the [Clinton] administration to help the fledgling Palestinian authority (PA) including promises of financial aid. … Working on the other side of the fence, a host of Orthodox groups, … launched a major public opinion campaign against Oslo. … Hard-core Zionists also criticized, often in harsh language, [the Labor government] architect[s] of the peace accord.

  27. ^ Middle East Review of International Affairs, Journal, Volume 6, No. 1 - March 2002, Scott Lasensky, Underwriting Peace in the Middle East: U.S. Foreign Policy and the Limits of Economic Inducements Diarsipkan 2002-04-22 di Wayback Machine.

    "Not only was the Israeli electorate divided on the Oslo accords, but so, too, was the American Jewish community, particularly ... among the major New York and Washington-based public interest groups. U.S. Jews opposed to Oslo teamed up with Israelis "who brought their domestic issues to Washington" and together they pursued a campaign that focused most of its attention on Congress and the aid program. ... The Administration, the Rabin-Peres government, and some American Jewish groups teamed on one side while Israeli opposition groups and anti-Oslo American Jewish organizations pulled Congress in the other direction.

  28. ^ "Jews and the 2008 Election". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-10-07. Diakses tanggal 2013-08-28. 
  29. ^ Mearsheimer and Walt (2007), p113
  30. ^ Mearsheimer and Walt (2007), p116
  31. ^ Stephen Zunes, The Israel Lobby: How Powerful is it Really? Diarsipkan 2006-05-16 di Wayback Machine., Foreign Policy in Focus, May 16, 2006. Retrieved August 27, 2006.
  32. ^ a b Dershowitz, Alan. The Case For Peace: How the Arab-Israeli Conflict Can Be Resolved. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc., 2005.
  33. ^ Berger, Matthew E. "Motives Questioned as Christians Rally for Israel." Diarsipkan 2006-12-01 di Wayback Machine. United Jewish Communities. 3 December 2006
  34. ^ Faith and Foreign Polich: A View from the Pews, James L. Guth; John C. Green; Lyman A. Kellstedt; Corwin E. Smidt, The Brandywine Review of Faith & International Affairs, 1543-5725, Volume 3, Issue 2, 2005, Pages 3 – 10.
  35. ^ Ambrosio, Thomas, Ethnic identity groups and U.S. foreign policy, Praeger Publishers, 2002.
  36. ^ Gertrude Himmelfarb, American Jewry, Pre=- and Post-9/11, p. 118, in Religion as a public good: Jews and other Americans on religion in the public square, ed. Alan Mittleman, Rowman & Littlefield, 2003
  37. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-15. Diakses tanggal 2013-08-28. 

Bacaan lanjutan

Pranala luar