Istana Kampong Glam (Jawi: ايستان كامڤوڠ ڬلم), juga Istana Kampong Gelam, adalah sebuah bekas istanaMelayu di Singapura. Istana ini terletak dekat Masjid Sultan di Kampong Glam. Istana ini dan kompleksnya dipugar menjadi Taman Warisan Melayu pada tahun 2004. Istana ini dikukuhkan sebagai monumen nasional pada malam Yubileum Emas Singapura, pada 6 Agustus 2015.[1]
Sejarah
Masa-masa awal
Istana Kampong Glam aslinya dibangun oleh SultanHussein Shah dari Johor pada tahun 1819 di atas lahan sekitar 23 hektare (57 acre) di Kampong Glam yang telah diberikan kepadanya oleh Perusahaan Hindia Timur Britania.[2] Diyakini merupakan sebuah bangunan kayu di kawasan di sebelah timur Beach Road. Ketika selesai dibangun, istana ini menempati area dua kali ukuran kompleks saat ini, yang berkurang pada tahun 1824 untuk pembangunan North Bridge Road. Sultan tinggal di sana sampai tak lama sebelum kematiannya di Malaka pada tahun 1835.[2]
Pembangunan kembali
Bangunan beton yang ada saat ini diperintahkan pembangunannya oleh putra sulung Sultan Hussein, Sultan Ali Iskandar Shah dari Kerajaan Johor-Riau–Lingga pada tahun 1835. Istana baru dibangun di atas lokasi bangunan asli antara tahun 1836 dan 1843. Istana dua lantai yang baru ini diyakini telah dirancang oleh arsitekkolonialGeorge Drumgoole Coleman karena beberapa ciri khas arsitekturnya mirip dengan bangunan lain yang dirancang Coleman, meskipun tidak ada bukti pasti bahwa istana baru ini dirancang olehnya.[3] Desainnya merupakan kombinasi dari gaya Palladian, yang saat itu populer di Inggris, dengan motif tradisional Melayu.[4] Kompleks Istana yang luas dikelilingi oleh tembok pembatas, dan rumah-rumah kecil bergaya kampung dibangun di sekitarnya untuk para kerabat, abdi, dan perajin Sultan.
Setelah istana selesai dibangun pada tahun 1843, TengkuAlam, putra sulung Sultan Ali, tinggal di dalamnya sampai kematiannya pada tahun 1891. Sewa lahan di mana istana berdiri telah dihibahkan oleh Sultan Ali, dan Tengku Alam terus mengumpulkan uang sewa dan menyokong para anggota keluarga ayahnya sesuai dengan adat kebiasaan Melayu.[2] Setelah kematiannya, dia dimakamkan di makam kerajaan di Masjid Sultan yang berdekatan.