Ikatan Wartawan Online dikenal pula dengan nama IWO adalah organisasi profesipers yang menaungi wartawan dan pemilik media siber (online).[1][2] IWO dideklarasikan di Kebon Sirih, Jakarta Pusat pada 8 Agustus2012 oleh Para pendiri dan diketuai oleh Ketua Umum Kreshna Budhi Chandra dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Witanto. Selanjutnya setelah digelar Musyawarah Bersama (Mubes: September 2017) sepakat mengamanahkan IWO di bawah Ketua Umum Jodhi Yudono: jurnalis senior kompas.com.[1][2]
Latar belakang
IWO didirikan mengingat peran media siber sudah sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat.[1][2] Banyak dari wartawan media siber yang tidak diberi izin masuk sebuah perkumpulan wartawan besar.[1][2] Hal ini menjadi dasar pendirian IWO agar dapat menjadi wadah dan menajadi organisasi induk para wartawan dan media siber di Indonesia agar terjamin kesejahteraannya.[1][2] Jumlah media online di Indonesia saat ini sekitar 1,2 juta.[1][2]
IWO melaporkan Jero Wacik ke Bareskrim Mabes POLRI atas tindakan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik.[3][4][5][6] Konflik dengan Jero Wacik berawal dari pernyataan tendensius Jero Wacik yang menyebutkan bahwa pemberitaan dari media siber tidak valid dan tidak jelas.[3][4][5][6] Selain itu, Jero Wacik juga membandingkan pemberitaan media cetak dan media online yang disebutnya seperti "surat kaleng".[3][4][5][6] Atas pernyataannya tersebut, pada tanggal 15 Juli 2013, ketua umum IWO Kresna Budhi Chandra IWO memolisikan Jero Wacik dengan dugaan pelanggaran terhadap pasal-pasal seperti yang diatur dalam KUHP yang terkait dengan penghinaan, pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan juga Undang-undang Informasi dan Teknlogi.[4][5] Berdasarkan laporan tersebut, IWO menuntut Jero Wacik dengan empat tuntutan, yaitu:[6]
Meminta maaf kepada seluruh media siber di Indonesia.[6]
Meralat pernyataannya terkait penghinaan terhadap media siber di Indonesia.[6]
Mengklarifikasi ucapannya dengan cara secara langsung mengundang seluruh media online di Indonesia terkait ralatnya tersebut.[6]
Secara langsung mengundang dan meminta maaf kepada wartawan media siber yang langsung mendengar dan menulis pernyataanya tersebut.[6]
Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti kelanjutan dari konflik antara IWO dan Jero Wacik.
Kapolda Jambi dan Maluku Utara
IWO menuntut Kapolda Jambi dan Maluku Utara untuk dicopot dari jabatannya atas tuduhan telah gagal menjaga keamanan ketika wartawan sedang meliput aksi demonstrasi di Jambi dan Maluku Utara.[7] Aksi demonstrasi tersebut terjadi di Jambi dan Ternate terkait penolakan terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Juni 2013.[7] Dalam liputan tersebut, 2 orang wartawan pengalami insiden penembakan.[7] Penembakan pertama dialami oleh wartawan Roby Kelerey yang tertembak di paha sebelah kiri saat meliput demonstrasi yang dilakukan mahasiswa di Ternate.[7] Sementara di Jambi, Wartawan Trans 7 Anton Nugraha terkena peluru di pelipis bagian kanan.[7] Atas kejadian tersebut, pada 17 Juni 2013, IWO mengajukan beberapa tuntutan yakni:
Kapolri Jenderal Timur Pradopo mencopot Kapolda Jambi dan Kapolda Maluku Utara sebagai wujud dari tanggung jawabnya.[7]
Kapolda Maluku Utara dan Kapolda Jambi harus bertanggung jawab atas insiden yang mengakibatkan wartawan menjadi korban luka fisik maupun psikis tersebut.[7]
Oknum polisi yang melakukan tembakan kepada wartawan tersebut harus diberikan hukuman pidana dan kedisiplinan yang setimpal.[7]