Pada tahun 1948, Pemerintah mulai melakukan pembangunan di kawasan Kebayoran Baru. Daerah ini pada awalnya dihuni oleh masyarakat Eropa, khususnya mereka yang berasal dari Belanda. Pada tahun 1950, pembangunan perumahan untuk para pegawai negeri membawa banyak pendatang ke Kebayoran Baru, termasuk ke kawasan Blok B dan Blok Q. Beberapa umat Katolik yang tinggal di daerah itu berkumpul dan menyelenggarakan Perayaan Ekaristi pertama pada Hari Raya Kristus Raja, 29 Oktober 1950.[1] Misa itu dipimpin Pastor J. Awick SJ dan berlangsung di sebuah rumah. Sejak saat itu perayaan ekaristi diselenggarakan secara lebih rutin.[2]
Pada akhir tahun 1950, mulai muncul keinginan untuk memiliki tempat ibadah yang tetap. Vikaris Apostolik Djakarta, Petrus Johannes Willekens, S.J. mendorong pembentukan panitia pembangunan gereja pada 10 Maret 1951. Sebuah rumah yang terletak di Jalan Ciasem I dikondisikan menjadi sebuah kapel sederhana. Pada tahun 1951, mulai dilakukan pembangunan sekolah Katolik di kawasan Blok B pada saat kepemimpinan Pastor Piet Middendorp, S.J. Paroki Blok B dibentuk pada tanggal 2 Maret 1952.[3] Pada 17 Agustus 1952, gedung sekolah dasar dan Aula Barito diresmikan. Aula tersebut menjadi lokasi peribadatan.[4]
Pertumbuhan jumlah umat membuat aula gereja tidak lagi mencukupi. Pada akhir 1953, Vikariat Apostolik Djakarta memutuskan untuk membangun gereja baru di Jalan Melawai Raya. Panitia pembangunan sempat mengajukan sebuah rancangan yang telah disetujui oleh Uskup Agung Adrianus Djajasepoetra, S.J., namun mendapat penolakan dari Presiden Soekarno. Setelah adanya perubahan dan perbaikan, Soekarno memberikan persetujuannya pada 29 Januari 1964. Gereja Santo Yohanes Penginjil diberkati pada 19 Desember 1965 oleh Uskup Agung Djajasepoetra.[5][6]
Pada tahun 2020, Gereja Santo Yohanes Penginjil mengalami renovasi. Peribadatan dilaksanakan di Gedung Yohanes yang terletak di seberang gedung gereja.[7] Pemugaran gereja berlangsung mulai Juni 2021. Status Gereja Santo Yohanes Penginjil sebagai 'Objek Diduga Cagar Budaya' membuat pekerjaan renovasi perlu mendapat persetujuan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.[8] Uskup Agung Suharyo memberkati altar gereja dan meresmikan renovasi gereja pada 7 Mei 2023.[9]
Gereja Santo Yohanes Penginjil merupakan salah satu cagar budaya di Jakarta.[10]
Gereja ini memiliki balkon yang dapat digunakan untuk menampung umat dalam peribadatan.
Balkon gereja
Tampak dalam gereja dari balkon.
Di sekitar panti imam, terdapat dua buah patung, yakni patung Hati Kudus Yesus dan patung Bunda Maria.
Patung Hati Kudus Yesus
Patung Bunda Maria
Fasilitas
Gereja ini memiliki sebuah Gua Maria yang terletak di samping gereja. Pada pelataran gereja terdapat Patung Santo Yohanes Penginjil, pelindung gereja. Patung Yohanes Penginjil digambarkan memangku sebuah gulungan kitab dengan seekor burung garuda yang ada di sampingnya.[11] Di pelataran gereja juga terdapat menara lonceng.
Goa Maria
Lonceng gereja
Tampak lonceng gereja dari Jalan Melawai Raya
Patung Santo Yohanes Penginjil
Peribadatan
Misa harian diselenggarakan pada pagi hari, tetapi pada hari tertentu juga diselenggarakan pada sore hari. Selain liturgi dalam bahasa Indonesia, Gereja ini juga menyelenggarakan Perayaan Ekaristi dalam bahasa Inggris pada hari Sabtu sore. Gereja ini juga menyelenggarakan misa untuk umat berkebutuhan khusus satu kali dalam setiap bulan.
Interior pada sekitar panti imam
Altar
Jadwal Perayaan Ekaristi
Galeri
Eksterior
Tampak luar gereja pada tahun 2024
Tampak luar gereja pada tahun 2025
Tampak luar gereja pada tahun 2025
Tampak depan gereja
Porta Sancta (pintu suci) dalam rangka Yubileum 2025
Porta Sancta (pintu suci) dalam rangka Yubileum 2025
^"Begini Gereja St Yohanes Penginjil di Jaksel Gelar Misa Malam Natal Tatap Muka". Tempo. 24 Desember 2020.Parameter |ur= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)