Ekonomi Oman

Ekonomi Oman termasuk yang terendah di antara negara-negara yang tergabung dalam Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk. Pertumbuhan ekonomi Oman dimulai setelah periode tahun 1970-an. Sumber pendapatan negara Oman sebanyak 80 persen berasal dari komoditas minyak bumi. Perdagangan di Oman bersifat terbuka yang menerima perdagangan internasional. Hampir seluruh perdagangan di Oman berkaitan dengan kegiatan ekspor dan impor. Oman merupakan salah satu negara yang mengekspor minyak bumi, gas alam, produk hidrokarbon, aluminium, bijih besi, dan pupuk. Sedangkan produk impor yang utama di Oman adalah kendaraan bermotor dan onderdil, peralatan konstruksi serta alat komunikasi. Ekonomi Oman mengandalkan sektor tersier (48,9%) dibandingkan sektor lainnya. Sektor tersier ini meliputi kegiatan perdagangan grosir, jasa transportasi, jasa komunikasi, dan logistik. Sumber ekonomi selain sektor tersier adalah sektor minyak bumi dan gas (33,9%), sektor industri (21,2%), dan sektor pertanian dan perikanan (1,6%). Pertumbuhan ekonomi di sektor industri didukung oleh manufaktur (51,3%), konstruksi (38,9%), ketersediaan listrik dan air (7,3%), dan pertambangan (2,5%). Ekonomi Oman mulai mengalami hambatan pertumbuhan sejak pertengahan tahun 2014. Pemerintah Oman akhirnya mengeluarkan kebijakan ekonomi yaitu konsolidasi fiskal dengan pemotongan dan penghematan anggaran dan diversifikasi ekonomi. Kebijakan ekonomi ini tidak memberi pengaruh yang besar pada perlambatan pertumbuhan ekonomi di Oman. Ekonomi Oman tetap memperoleh surplus perdagangan, namun nilanya berkurang setiap tahunnya.[1]

Sejarah

Masa Monopoli Inggris (Abad ke-19 dan ke-20 Masehi)

Pada awal abad ke-19 Masehi, Oman merupakan sebuah wilayah kecil di Teluk Persia yang berada dalam kekuasaan Kesultanan Ustmaniyah. Pemerintah pusat dari Kesultananan Ustmaniyah kurang memperhatikan wilayah kekuasannya di kawasan ini, termasuk Oman. Dampaknya, Inggris menguasai wilayah pesisir Teluk Persia. Oman, Yaman, Kesultanan Masqat, Qatar, Bahrain dan Kuwait menjadi negara otonom dengan status protektorat Inggris. Jaminan keamanan diberikan oleh Inggris kepada negara-negara Teluk Persia yang merdeka. Pernyataan pengawasan keamanan oleh Inggris ditandatangi oleh para Syekh dalam kurun tahun 1820an. Dampak dari pernyataan tersebut menyebabkan negara-negara di Teluk Persia termasuk Oman harus memberikan kebebasan dagang kepada Inggris di wilayahnya. Inggris kemudian mendapatkan keuntungan besar melalui monopoli perdagangan di kawasan ini. Monopoli ini berlangsung hingga negara-negara di Teluk Persia menyatakan kemerdekaan sejak tahun 1961. Setelah merdeka, negara-negara Teluk Persia termasuk Oman masih mengadakan kegiatan perdagangan sebagai kegiatan ekonomi yang utama.[2]

Kerja sama

Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk

Oman telah bergabung dalam Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk. Dewan ini merupakan aliansi politik dan ekonomi dari enam negara Timur Tengah yaitu Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, dan Oman. Aliansi ini terbentuk di Riyadh pada bulan Mei 1981. Tujuan utama pembentukannya adalah untuk mencapai persatuan di antara anggotanya berdasarkan tujuan bersama mereka. Pembentukan dewan ini dilandasi oleh kesamaan identitas politik dan budaya. Semua negara anggotanya merupakan negara Islam.[3]

Dalam Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk, Oman juga telah mengadakan dan menyetujui penyatuan mata uang. Upaya pembuatan mata uang bersama ini telah diadakan pada pertemuan dua hari tanggal 14 dan 15 Desember 2009 di Kuwait. Masing-masing negara anggota akan mendirikan bank sentral untuk menangani mata uang bersama ini. Dalam prosesnya, Oman belum memberikan kepastian mengenai ratifikasi pakta dan persetujuan secara resmi.[4]

Semua anggota Dewan Kerjasama Teluk merupakan negara dengan sistem pemerintahan kerajaan. Arab Saudi mengusulkan perubahan nama dan arah kerja sama Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk pada tahun 2011. Selain kerjasama ekonomi dan politik, dewan ini akan mengadakan kerja sama militer. Namanya pun diusulkan diubah menjadi Persatuan Teluk. Tujuan baru yang diusulkan adalah menandingi kekuatan dan pengaruh Iran dalam kawasan tersebut. Oman turut memberikan dukungan dalam usulan tersebut.[5]

Referensi

  1. ^ "Kedutaan Besar Republik Indonesia di Muscat, Kesultanan Oman". Kementerian Luar Negeri Repulik Indonesia. Diakses tanggal 11 Juli 2021. 
  2. ^ Latifah, N.A. dan Mulyono J. (2019). "Timur Tengah dan Ekonomi Syariah: Studi Empiris Terhadap Perkembangan Ekonomi Syariah di Timur Tengah". Al-Falah: Journal of Islamic Economics. 4 (1): 73–74. doi:10.29240/alfalah.v4i1.591. 
  3. ^ Pusat Kebijakan Kerjasama Internasional (2015). Laporan Akhir: Analisis Potensi Perdagangan Indonesia di Kawasan Timur Tengah dan Afrika (PDF). Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-08-03. Diakses tanggal 2021-07-11. 
  4. ^ Falahi, Ziyad (2012). "Prospek Regionalisme Timur-Tengah Pasca-Arab Spring: Telaah terhadap Identitas Kolektif Liga Arab". Jurnal Kajian Wilayah. 3 (2): 194. ISSN 2087-2119. 
  5. ^ Paryadi, Deky (2018). "Dampak Kerja Sama Perdagangan Indonesia dengan Negara Gulf Cooperation Council (GCC)". Kajian Ekonomi & Keuangan. 2 (3): 211. doi:10.31685/kek.v2i3.378.