Awale setatsiyun iki nduwe telu jalur sepur karo jalur 2 marupakan sepur lurus. Sawise dibangune jalur ganda ing segmen Larangan–Ciledug lan dilanjutake dengan segmen terakhir Cirebon–Ciledug per April 2015,[2][3] jumlah jalur tambah dadi papat. Jalur 3 didadikake sebagai sepur lurus anyar kanggo arah Cirebon, jalur 2 didadikake sepur lurus kanggo arah Prupuk mawon, lan jalur 4 marupakan sepur belok anyar. Bangunan setatsiyun sing marupakan peninggalan Staatsspoorwegen isih tetep dipertahankan.
Stasiun Ciledug memiliki sebuah menara air, yang dahulunya digunakan untuk mencurahkan air ke ketel lokomotif uap. Menara air ini berbentuk segienam dan berukuran lebih besar daripada menara air yang serupa di Stasiun Ketanggungan maupun Sindanglaut. Menara air ini sampai sekarang masih digunakan, tetapi hanya untuk keperluan air bersih di stasiun tersebut, seperti toilet dan tempat wudu.[4][5]
Sebenarnya, ada dua stasiun kereta api dengan nama Ciledug, yaitu Stasiun Ciledug SS (stasiun yang dibahas di sini) dan Ciledug SCS yang terletak di jalur kereta api Bedilan–Waruduwur. Namun sayangnya, Stasiun Ciledug SCS sudah dinonaktifkan karena jalur yang melayaninya dibongkar oleh pekerja romusha Jepang pada tahun 1942.[6][7]
↑Laksana, A.D.; Wijokangko, G.R.; Hartono, T.; Suprayitno, D. (2016). Susur Jejak Kereta Api Cirebonan(PDF) (Report). Kereta Anak Bangsa. Dibukak ing 2020-05-04.