Sekitar abad 17 kerajaan Pajang runtuh. Berdirilah kerajaan Mataram di daerah hutan Mentaok yang rajanya pada waktu itu Danang Sutowijoyo dengan gelar Panembahan Senopati. Penduduk asli daerah hutan Mentaok yang pada waktu itu masih beraliran Animisme dan Dinamisme merasa terdesak oleh kebudayaan Islam yang pada waktu itu dibawa masuk oleh Panembahan Senopati beserta pengikutnya-pengikutnya.
Alkisah dengan terdesaknya penduduk asli daerah Mentaok itu, pergilah sekelompok penduduk yang dipimpin oleh Raja Jenggi (Paok) nama aslinya, bersama dengan Godheg putranya, Kontheng keponakannya, beserta Samparangin, dan Mranggi sebagai pengikutnya. Mereka pertama kali datang di daerah hutan tepi sungai, tempatnya sangat subur dan di daerah tersebut banyak tumbuh tanaman jahe. Dengan tanaman jahe itulah mereka bisa hidup untuk ditukar dengan bahan makanan ke daerah lain, maka daerah yang pertama kali mereka datangi tersebut diberi nama Bejahen.
Setelah bertahun-bertahun tinggal di daerah Bejahen, mereka pindah ke sebelah baratnya. Di daerah tersebut sudah ada penduduk aslinya, diantaranya beberapa wanitanya berparas cantik seperti putri-putri kerajaan. Dengan alasan tersebut tempat itu diberi nama Tamansari. Dari Tamansari mereka naik ke sebelah utara, yaitu daerah perbukitan yang tinggi dan banyak ditumbuhi pohon gedoya yang besar-besar, maka daerah tersebut diberi nama Gedoya, ke sebelah utara sedikit diberi nama daerah Ngaglik, karena keadaan tempatnya yang agak tinggi.
Dari perbukitan Ngaglik itulah mereka melihat di sebelah utaranya berupa hutan agak datar dan subur. Tetapi hutan tersebut banyak ditumbuhi tumbuhan menjalar berduri tajam, tumbuhan tersebut namanya duriwana (rihwana). Dengan kerja keras membuka hutan tersebut, maka lama-kelamaan didirikanlah suatu desa di daerah tersebut, dengan sulitnya membuka hutan duriwana dan banyak rintangan yang mereka hadapi, maka daerah tersebut diberi nama Wonosido. Wonosido yang artinya berawal dari hutan duriwana setelah dibuka dengan kerja keras dan banyaknya rintangan yang mereka hadapi alhasil bisa terwujud menjadi desa.
Di bumi Wonosido lah Raja Jenggi (Paok) bersama putra dan pengikutnya mulai hidup makmur dan sejahtera. Dengan alasan kemakmuran dan kesejahteraan tersebut maka daerah hutan duriwana juga disebut Bumireja. Dengan selesainya membuka hutan tersebut, juga dibarengi dengan lahirnya putra bungsu Raja Jenggi (Paok) yang diberi nama Wareng(tubuhnya kecil). Setelah Wareng dewasa mulailah mendirikan pemerintahan desa, dan beliau diberi kuasa untuk mengaturnya. Dengan kelebihan dan kebijaksanaannya dalam mengatur desa, maka Wareng dijuluki Kyai Wonosido karena beliau bisa mendidik dan mengatur warganya menjadi damai, aman, dan sejahtera. Dan beliau juga dinobatkan sebagai Lurah Desa Wonosido yang pertama. Dalam mengatur pemerintahan Kyai Wonosido membawahi empat (4) wilayah, yaitu:
Wilayah Bumireja (sekarang Krajan)
Wilayah Tamansari
Wilayah Jurangcelong
Wilayah Kedungwungu
Wilayah Bumireja dikendalikan sendiri oleh Kyai Wonosido, wilayah Tamansari dibantu oleh Bluwok dan Citranala, wilayah Jurangcelong dibantu oleh Bluwok dan Rasawana, dan untuk wilayah Kedungwungu dibantu oleh Bagor dan Bakir. Kontheng dan Samparangin bertugas menjaga desa Wonosido secara keseluruhan, Mranggi bertugas merawat pusaka dan senjata yang pada waktu itu dianggap keramat. Sedangkan Godheg putra tertua Raja Jenggi (Paok), pergi ke sebalah barat mendirikan desa Pamriyan. Demikian sejarah singkat terjadinya/berdirinya Desa Wonosido, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo yang digali dan diceritakan secara lisan dan turun-temurun oleh tokoh masyarakat/sesepuh Desa Wonosido yang bernama Padmowiryo.
Pembuka Sembunggani
MBAH RAJA JENGGI (PAOK)
MBAH KONTHENG
MBAH SAMPARANGIN
MBAH WARENG (KYAI WONOSIDO)
MBAH CITRANALA
MBAH BLUWOK
MBAH MRANGGI
MBAH RASAWANA
MBAH BLUWOK
MBAH BAGOR
MBAH BAKIR
Penjaga Perbatasan
TUAN BUYUTAN di WATU KUWUK/GROWONG yaitu antara Desa Wonosido (Bumireja) dengan Desa Kemranggen
BUYUTAN TUAN di PAGER SENGARA yaitu antara Desa Wonosido (Bumireja) dengan Desa Pamriyan
ANTARA LAUTAN di WATU MALANG yaitu antara Desa Wonosido (Jurangcelong) dengan Desa Pamriyan
ANTARA DESA di MLIWIS yaitu antara Desa Wonosido (Jurangcelong) dengan Desa Sawangan
SITEKEK di WRINGIN yaitu antara Desa Wonosido (Kedungwungu) dengan Desa Kaliglagah
Kepemimpinan
No.
Nama
Tahun
Masa Jabatan
1.
Kyai Wonosido
1757-1782
25 Tahun
2.
Naya Wecana I
1782-1812
30 Tahun
3.
Naya Wecana II
1812-1837
25 Tahun
4.
Ranayuda
1837-1857
20 Tahun
5.
Tirtayuda
1857-1877
20 Tahun
6.
Tirta Wikrama
1877-1895
20 Tahun
7.
Sadi Wirya
1895-1920
25 Tahun
8.
Wanayuda
1920-1927
7 Tahun
9.
Wanadijaya
1927-1957
30 Tahun
10.
Tirta Yuwana
1957-1989
32 Tahun
11.
Kasidi
1990-2006
16 Tahun
12.
Tugiman
2007-2013
6 Tahun
13.
Sutopo
2014-Sekarang
9 Tahun berjalan
Geografi
Desa Wonosido merupakan salah satu desa di sebelah utara dari kecamatanPituruh yang wilayahnya berupa perbukitan. Desa Wonosido berada di atas ketinggian antara 350-700 mdpl dengan Gunung Salialah (695 Mdpl) sebagai titik tertingginya. Disekitarnya terdapat puncak lain seperti Puncak Watukuwuk (619 Mdpl) dan Puncak Tanggullangsi (651 Mdpl). Disebelah timur desa mengalir Sungai Kedunggupit sedangakn diwilayah barat terdapat Sungai Sawangan. Serta ditengah desa mengalir sungai kecil dari Gunung Salialah yaitu Sungai Petung. Desa Wonosido beriklim tropis dengan dua musim dalam satu tahunnya yaitu musim kemarau dan penghujan, dengan suhu udara pada siang hari berkisar antara 24-33 derajat Celcius. Pada bulan Juli sampai Agustus bisa turun menjadi 21-22 derajat celcius.
Penduduk
Sebagian besar penduduk Desa Wonosido berprofesi sebagai petani, buruh tani, wiraswasta dan PNS. Umumnya penduduk usia produktif pergi merantau atau bersekolah. Mayoritas penduduk Desa Wonosido adalah beragama Islam. Masyarakat Desa Wonosido sangat ramah dan hidup dengan damai, serta menjaga solidaritas kelompok dan kegotong-royongan. Selain itu, masyarakat Desa Wonosido juga masih mempertahankan budaya serta tradhisi dari nenek moyang.
Pendidikan
SD Negeri 1 Wonosido
Kelompok Bermain "Kartini"
Sarana dan Prasarana
Jalan desa (aspal/beton)
Balai Desa
Masjid (1)
Mushalla/Langgar (4)
Posyandu
Gedung Pertemuan/Olahraga
Hotspot (Akses internet umum)
Potensi Desa
Keindahan Alam
Gunung Saliala
Gunung Kukusan
Bukit Tranggulasli
Curug Saliala
Pertanian
Padi
Kelapa
Jagung
Ketela
Cengkeh
Kopi
Jenitri
Kapulaga
Lada
Kemukus
Kemiri
Porang
Durian
Kesenian
KRIDO UTOMO (Kuda Kepang)
SABAR NARIMO (karawitan jawa
LANGEN BUDOYO (Tayub)
TEKAD MANUNGGAL (Kuda Lumping) kreasi baru
REBANA AL HIKMAH (Rebana)
Tradisi
Wetonan
Suran
Saparan
Muludan
Punggahan
Selikuran
Nyadran
Sedekah Bumi
Merti Desa
Referensi
Arsip Desa Wonosido, Sesepuh Desa Wonosido (Alm. Mbah Padmowiryo) dan Arsip Bp. Ngadimin, S.Pd.SD. yang ditulis ulang oleh Tofik Supriyadi dan Sidik Priyanto