Pada tahun 1980, dalam sidang Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), muncul gagasan untuk mendirikan perguruan tinggi Kristen yang berdiri sendiri. Setelah Kerusuhan Poso terjadi, ide tersebut kembali muncul dan menjadi kebutuhan yang mendesak. Pada sidang Sinode GKST tahun 2004, seluruh jemaat bersepakat untuk menjalankan gagasan tersebut dengan segera meningkatkan status Sekolah Tinggi Theologia GKST menjadi Universitas Kristen.[1]
Majelis Sinode GKST sebagai lembaga tertinggi di GKST kemudian menyiapkan alat kelengkapan perguruan tinggi. Universitas ini didirikan oleh GKST dibawah naungan Yayasan Perguruan Tinggi GKST Tentena (YPTK-GKST), dan melakukan persiapan bersama dengan Panitia Persiapan Pendirian Universitas dan Rektorat untuk memudahkan terlaksananya pengembangan perguruan tinggi yang berdiri sendiri.[1]
Untuk merealisasikan gagasan ini, Majelis Sinode GKST memutuskan untuk mendirikan perguruan tinggi dengan mengembangkan STT–GKST menjadi Universitas yang diberi nama Universitas Kristen Tentena. Universitas ini sudah dibuka lebih dulu dan memulai tahun ajaran pertama pada tahun ajaran 2007/2008.[1]
Pada awal pembentukannya, UNKRIT dipimpin oleh rektor Daniel Bawia. Pada tahun 2010, rektor berpindah ke H.H. Lumeno yang menjabat selama satu tahun. Pada tahun 2011, kepemimpinan kembali dipegang oleh Daniel Bawia. Irsan B. Tondowala menjadi rektor pada periode 2012 hingga 2013. Posisinya dilanjutkan oleh Riana Agustin Tindjabate dari tahun 2014 hingga 2015. Frans Sowolino Tobogu menjabat pada tahun 2015. Pada tahun 2016 hingga 2017, Lies Sigilipu Saino terpilih menjai rektor. Rektor saat ini dijabat oleh Ammosius Meringgi.[3]
Daniel I. Bawias (2007-2009)
H.H. Lumeno (2010)
Daniel I. Bawias (2011)
Irsan B. Tondowala (2012-2013)
Riana Agustin Tindjabate (2014)
Frans Sowolino Tobogu (2015)
Lie Sigilipu Saino (2016-2017)
Ammosius Meringgi (2017-sekarang)
Kontroversi
Korupsi mantan rektor
Pada 1 Agustus 2016, mantan rektor UNKRIT, Frans W Sowolino, dipidana dengan pidana penjara selama 4 tahun. Putusan itu dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum di Pengadilan Tipikor Palu. Sebelumnya, Frans telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi untuk dana program hibah pembinaan Perguruan Tinggi Swasta pada tahun 2013. Dana hibah tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2013 yang disalurkan melalui Kementerian Pendidikan Tinggi (Kemendikti) dengan total anggaran senilai 1,1 miliar rupiah.[5]