Ular sendok jawa atau kobra jawa (Naja sputatrix) adalah spesies ular sendok yang endemik di pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Sebutan ular ini dalam bahasa Inggris adalah Javan spitting cobra. Ular ini adalah salah satu jenis kobra yang mampu menyemprotkan racun bisa ke arah pengganggunya.
Etimologi
Naja sputatrix dideskripsikan pada tahun 1827 oleh ilmuwan Friedrich Boie dari Jerman. Nama genusnya, Naja, berasal dari kata Sanskerta: nāgá (नाग), yang berarti "naga" atau "ular". Sedangkan nama spesifiknya, sputatrix, dari bahasa Latin: sputator, yang artinya "peludah" atau "penyembur".
Deskripsi fisik
Panjang tubuh ular-sendok jawa mencapai 1.85 meter, tetapi panjang rata-rata yang sering ditemukan hanya sekitar 1.3 meter. Kepalanya berbentuk agak jorong dan sedikit lebih besar dari lehernya, dengan mata berukuran sedang dan pupil bundar. Sisik-sisik pada dorsal (tubuh atas) tersusun sebanyak 25-19-15 deret.[2]
Pewarnaan pada tubuh ular-sendok jawa bervariasi berdasarkan wilayah sebarannya. Spesimen-spesimen di Jawa berwarna cenderung kehitaman, kecokelatan, atau kekuningan. Tidak seperti ular sendok lain pada umumnya, ular ini tidak memiliki corak atau tanda di lehernya.[3][4] Spesimen-spesimen di pulau Jawa bagian barat berwarna kehitaman atau kelabu, sedangkan spesimen-spesimen di bagian timur dan di Nusa Tenggara cenderung berwarna kecokelatan. Bagian bawah tubuh ular ini berwarna krim atau kekuningan.[5]
Penyebaran
Ular-sendok jawa endemik dan hanya terdapat di pulau Jawa dan Nusa Tenggara (Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Flores, Lomblen, dan Alor). Kopstein (1936) menyatakan bahwa ular-sendok jawa juga terdapat di Sulawesi. Akan tetapi, anggapan ini kemudian disangsikan oleh De Lang & Vogel (2005).[1][6][7]
Ekologi dan perilaku
Ular-sendok jawa terdapat di daerah dataran rendah hingga ketinggian 600 meter dpl.[5] Habitat utamanya adalah hutan hujan, tetapi juga dapat ditemukan di daerah-daerah kering.[2] Makanan utamanya adalah tikus, ular lain, kadal, dan beberapa jenis kodok.[5]
Seperti jenis kobra lainnya, ular-sendok jawa memiliki cara pertahanan diri dengan mengangkat kepala dan mengembangkan lehernya membentuk tudung atau sendok apabila merasa terganggu. Ular ini juga mampu menyemburkan racun bisanya tepat ke arah mata pengganggunya. Jika bisanya mengenai mata dapat menyebabkan kebutaan.[5]
Ular-sendok jawa berkembangbiak dengan bertelur (ovipar). Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 13 sampai 19 butir.[6] Telur-telur tersebut akan menetas setelah diinkubasi selama 88 hari.[7] Anak ular yang baru menetas berukuran panjang antara 24 sampai 28 cm.[5]
Galeri
Referensi
Publikasi dan pranala lain
- Boie, 1827 : Bemerkungen über Merrem's Versuch eines Systems der Amphibien, 1. Lieferung: Ophidier. Isis von Oken, Jena, vol. 20, p. 508-566 (lihat teks)