Tank

Tank Amerika Serikat M1A1 Abrams

Tank adalah kendaraan tempur lapis baja yang bergerak menggunakan roda berbentuk rantai. Ciri utama tank adalah pelindungnya yang biasanya adalah lapisan baja yang berat, senjatanya yang merupakan meriam besar yang terletak di bagian kepala, serta mobilitas yang tinggi untuk bergerak dengan lancar di segala medan. Meskipun tank adalah kendaraan yang mahal dan membutuhkan persediaan logistik yang banyak, tank adalah senjata darat paling tangguh dan serba-bisa pada medan perang modern, dikarenakan kemampuannya untuk menghancurkan target darat apapun, dan efek mentalnya terhadap infanteri.

Garis besar

Tank Merkava buatan Israel

Tank adalah kendaraan tempur yang sangat kuat. Walau begitu, tank tidak beroperasi sendirian. Tank biasa dimasukkan dalam unit lapis baja pada pasukan terpadu, yaitu gabungan antara infanteri dan kavaleri lainnya. Tanpa dukungan unit lain, tank, walaupun memiliki pelindung tebal, tetap bisa dilumpuhkan oleh infanteri, ranjau, artileri, dan helikopter atau pesawat.[1] Tank juga tidak efektif di medan hutan dan perkotaan, di mana kemampuan jarak jauh tank jadi tidak bisa dipakai, penglihatan pengendara tank jadi terbatas, dan meriam tank mungkin tidak bisa berputar secara maksimal.

Tank pertama kali dipakai pada Perang Dunia I untuk memecahkan kebuntuan perang parit, dan peran tank lama-kelamaan berevolusi untuk menggantikan peran kavaleri. Istilah tank (tangki) muncul pada saat pembuatan tank-tank pertama di pabrik-pabrik di Inggris: para pekerja diberitahukan bahwa mereka sedang membuat sebuah kendaraan pengangkut air beroda rantai, jadi pembuatan kendaraan tempur ini bisa dirahasiakan.[2]

Tank dan taktik kendaraan lapis baja telah berevolusi selama hampir seabad. Walaupun sistem senjata dan pelindung tank masih terus dikembangkan, banyak negara yang mulai mempertanyakan kebutuhan kendaraan berat seperti ini, khususnya dalam era perang non-konvensional.[3]

Sejarah

Perang Dunia I: Tank-tank pertama

Mark I Inggris pada Pertempuran Somme

Kondisi pertempuran Perang Dunia I di Front Barat membuat Angkatan Darat Inggris berpikir untuk mengembangkan kendaraan yang bisa menyeberangi parit, menghancurkan kawat berduri, dan tidak mempan ditembak senapan mesin. Purwarupa tank pertama kali diuji oleh militer Inggris pada 6 September 1915.

Tank pertama kali dipakai dalam perang ketika Kapten H. W. Mortimore membawa tank Mark I dalam Pertempuran Somme pada 15 September 1916. Prancis mengembangkan tank Schneider CA1 yang dibuat dari traktor Holt Caterpillar, dan pertama kali digunakan pada 16 April 1917. Penggunaan tank secara besar-besaran dalam pertempuran terjadi pada Pertempuran Cambrai pada 21 November 1917.

Perubahan-perubahan pada medan perang dan buruknya kinerja tank memaksa sekutu untuk terus mengembangkan konsep tank ini. Tank terus berkembang pada Perang Dunia I, misalnya tank Mark V, yang dibuat sangat panjang sehingga bisa melewati parit-parit yang lebar sekalipun.

Perkembangan rancangan dan taktik

Tank Vickers A1E1 Independent buatan Inggris ini dibatalkan dan tidak masuk jalur produksi, tetapi memengaruhi rancangan banyak tank lain

Pada masa di antara dua perang dunia ini, dikembangkan berbagai macam kelas tank, khususnya di Inggris. Tank ringan, yang beratnya kurang dari sepuluh ton, digunakan untuk tugas pemantauan, dan hanya dipersenjatai senapan mesin ringan yang hanya ampuh digunakan melawan tank ringan lainnya. Tank sedang atau tank cruiser, lebih berat dan bertujuan untuk perjalanan cepat jarak jauh. Dan yang terakhir, tank berat atau tank infanteri, adalah tank dengan lapisan pelindung yang berat, yang berjalan lambat. Tank ini dibuat untuk digunakan menembus pertahanan bersama-sama dengan infanteri. Pelindungnya yang berat membuatnya bisa tahan ditembak senjata anti-tank. Setelah tank berat dan infanteri berhasil melubangi garis pertahanan lawan, tank sedang akan dikirim melalui lubang tersebut dan menyerang jalur logistik dan satuan komandan. Taktik seperti ini akhirnya dikembangkan oleh Jerman dalam konsep blitzkrieg.[4]

Tank pada Perang Dunia II

Tank berat Jerman, Tiger I

Perang Dunia II mendapati perkembangan pesat pada tank. Jerman misalnya, menggunakan tank-tank ringan seperti Panzer I yang sebelumnya digunakan hanya untuk latihan. Tank-tank ringan dan kendaraan lapis baja lainnya menjadi unsur paling penting dalam blitzkrieg. Namun, tank ringan ini kalah menghadapi tank Inggris dan terlebih lagi ketika melawan tank legendaris T-34 milik Uni Soviet. Dan pada akhir perang semua pihak telah secara drastis menambah ukuran meriam dan pelindung tank. Misalnya, Panzer I hanya memakai dua senapan mesin, dan Panzer IV, tank paling berat Jerman pada awal Perang Dunia II menggunakan meriam 75 mm kecepatan rendah atau bisa disebut juga (Low Velocity), dan beratnya di bawah 20 ton. Pada akhir perang, tank menengah standar Jerman, Panther , menggunakan meriam 75 mm kecepatan tinggi (High Velocity), dan beratnya 45 ton. Tank menengah standar Soviet, T-34, menggunakan meriam 85 mm kecepatan sedang, dan beratnya 32 ton. Tank terberatnya, IS-2, bahkan menggunakan meriam 122 mm, dan beratnya 43,5 ton.

Perkembangan semasa perang lain adalah diperkenalkannya sistem suspensi yang jauh lebih baik. Mungkin hal ini terdengar tidak penting, tetapi kualitas suspensi adalah penentu kinerja cross-country tank. Tank dengan suspensi yang buruk akan mengakibatkan getaran yang besar yang dirasakan pengendara, ini akan mengakibatkan sulitnya pengoperasian, mengurangi kecepatan, dan membuat penembakan sambil berjalan menjadi sulit atau bahkan mustahil. Sistem suspensi baru seperti sistem suspensi Christie atau suspensi ''torsion bar'' meningkatkan kinerja dan kecepatan secara drastis.[5]

Meriam berputar, yang sebelumnya tidak tersedia pada semua tank, dianggap sebagai hal yang sangat penting.[4] Meriam ini harus bisa digunakan melawan tank lain, jadi diusahakan sebesar dan sekuat mungkin, sehingga berarti tank cukup memiliki satu meriam yang harus sangat kuat. Akibatnya, rancangan tank dengan banyak meriam, seperti T-28 dan T-35 buatan Uni Soviet, ditinggalkan.

Perang Dingin dan seterusnya

Kompi tank Polandia yang memakai T-54

Setelah Perang Dunia II dan memasuki Perang Dingin, negara-negara maju dan adikuasa mengambil pelajaran dari Jerman dalam penggunaan kekuatan tank. Tambahan ancaman perang nuklir dan kimia membuat tank juga dilengkapi perlengkapan perang nuklir dan kimia. Kemajuan dalam teknologi meriam dan amunisinya membuat tank semakin ditakuti, dan masing-masing negara berlomba-lomba untuk menyempurnakan teknologinya.

Namun, justru ancaman terbesar tank saat ini adalah pasukan infanteri yang dilengkapi dengan persenjataan ringan yang memiliki daya hancur yang dahsyat, dengan mengembangkan peluru kendali anti-tank jinjing yang merupakan hasil pengembangan dari bazoka pada Perang Dunia II. Ditambah dengan berkembangnya kemampuan angkatan udara dengan helikopter tempur yang memiliki kemampuan anti-tank.

Perlindungan

Tank T-72 dengan balok perlindungan reaktif.

Tank tempur utama (Main battle tank, MBT) adalah kendaraan tempur yang memiliki perlindungan paling kuat di medan perang. Perlindungannya dirancang untuk melindungi tank dan pengendaranya dari semua bahaya, termasuk penetrator energi kinetik yang ditembakkan tank lain, peluru kendali anti-tank (ATGM) yang ditembakkan infanteri atau pesawat udara, dan ranjau. Tetapi jumlah perlindungan yang dibutuhkan untuk melindungi tank dari segala arah akan sangat berat dan tidak memungkinkan; oleh karena itu dalam perancangan sebuat tank harus ditemukan keseimbangan yang tepat antara perlindungan dengan berat.

Ada banyak jenis perlindungan. Perlindungan yang paling sering ditemukan adalah perlindungan pasif, yaitu lapisan logam, baja, atau keramik. Tipe perlindungan yang lain adalah Explosive Reactive Armour (ERA) atau bisa disebut juga perlindungan reaktif. Perlindungan reaktif ini meledak ke arah luar, dan mengubah arah proyektil yang datang. Perlindungan reaktif akan berupa balok yang ditempelkan, bukan lapisan yang permanen. Perlindungan reaktif cocok dipakai melawan proyektil berhulu ledak dan perlindungan pasif cocok melawan proyektil penetrator energi kinetik.

Pembagian ketebalan lapis baja tidak merata. Pada umumnya, lapisan paling tebal ada pada bagian depan tank dan bagian depan meriam. Lapisan pada samping dan atas tank biasanya lebih tipis, sedangkan bagian belakang tank–khususnya bagian di atas mesin–memiliki lapisan yang paling tipis.

Persenjataan

Peluru penetrator energi kinetik.

Senjata utama tank adalah meriamnya, yang ukurannya hanya dilampaui oleh howitzer artileri yang besar. Biasanya ukuran kaliber tank Barat adalah 120 mm dan tank Timur 125 mm. Meriam tank bisa menembakkan peluru penetrator energi kinetik (KE) dan peluru high explosive (HE). Beberapa tank juga bisa menembakkan rudal atau roket melalui meriamnya, yang dapat memperjauh jarak jangkauan dan memungkinkan untuk menghancurkan target udara. Pada umumnya tank memiliki senapan mesin yang sejajar (coaxial) dengan meriam utama. Senapan mesin ini umumnya berkaliber kecil antara 7,62 mm sampai 12,7 mm untuk digunakan menghadapi target infanteri, tetapi ada beberapa tank Prancis yang menggunakan senjata coaxial kaliber besar 20 mm seperti tank AMX-30, yang bisa digunakan untuk menghancurkan kendaraan lapis baja ringan. Selain meriam utama dan senjata sekunder, tank juga biasa dilengkapi dengan senapan mesin anti pesawat udara yang berada di atap tank.

Dahulu, meriam tank dibidik menggunakan mata saja sehingga kurang akurat, apalagi bila tank sedang berjalan ketika meriam akan ditembakkan. Sekarang tank modern memiliki banyak peralatan canggih untuk membantu meningkatkan akurasi. Giroskop digunakan untuk menstabilkan meriam utama; pengukur laser digunakan untuk menghitung jarak ke target; komputer digunakan untuk mengkalkulasikan ketinggian dan sudut tembak, dengan memperhitungkan kecepatan angin, suhu udara, dan faktor-faktor lainnya.

Tank M1 Abrams menembakkan meriam 120 mm.

Hampir semua tank tempur utama memiliki pelontar granat asap, yang dengan cepat bisa menyebarkan sebuah selimut asap yang akan melindungi tank bila sedang mundur atau disergap. Selimut asap ini tidak dipakai secara ofensif, karena asap juga akan menutupi penglihatan para penyerang, dan asap ini dapat memberitahukan kepada musuh bahwa serangan akan segera dilakukan. Tetapi pada beberapa tank seperti tank Prancis Leclerc, pelontar granat asap ini juga bisa digunakan untuk menembakkan gas air mata dan granat anti personel.

Mesin

Mesin tank Leopard 2.
Penggantian mesin M1A1 Abrams.

Tank pada umumnya memakai mesin diesel, karena diesel tidak mudah terbakar walaupun terkena panas yang sangat tinggi. Pada beberapa rancangan, seperti pada Merkava Israel, tangki bahan bakar diesel diletakkan mengitari kru, dan secara efektif menjadi lapisan pelindung kedua. Selain itu, mesin diesel juga lebih ekonomis dan bisa memberikan jangkauan yang lebih banyak dari mesin lain. Kelemahannya adalah mesin diesel sulit untuk dinyalakan dan terasa kurang bertenaga. Selain itu, asap tebal yang dihasilkan juga menyulitkan untuk menyerang secara diam-diam. Penggunaan mesin bensin memiliki kelemahan yang bertolak belakang dengan mesin diesel. Bensin sangat mudah terbakar, mengharuskan tangkinya diletakkan jauh dari kru. Selain itu, jarak jangkaunya lebih kecil. Keunggulannya adalah mesinnya dapat lebih mudah dinyalakan dan bertenaga tinggi, serta suaranya lebih kecil dari mesin diesel dan mesin turbin. Tank-tank yang lebih baru seperti tank Leopard Jerman memiliki mesin pembakaran dalam multi-bahan bakar, yang dapat menerima diesel, bensin, dan bahan bakar lainnya.

Mesin turbin juga populer pada tank-tank terbaru. Mesin ini bisa mengeluarkan tenaga yang besar dan lebih efisien dari mesin lainnya. Kelemahannya adalah, pada kecepatan paling rendah pun mesin ini tetap mengonsumsi bahan bakar seperti biasa, yang jauh lebih banyak daripada mesin lain pada kecepatan rendah. Pada Perang Teluk, M1 Abrams Amerika Serikat membakar banyak bahan bakar hanya untuk tetap menyalakan peralatan infra-merah dan elektronik lainnya, sementara tank lain dapat menghemat bahan bakar dengan menurunkan kecepatan mesin.

Pergerakan

Roda rantai pada Leclerc.
Kendaraan pengangkut tank.

Sebuah tank tempur utama dirancang untuk memiliki mobilitas tinggi dan dapat melewati segala macam medan. Tank menggunakan dua atau empat tapak rantai untuk bergerak. Rantai ini digerakkan oleh sebuah roda besar di tiap tapaknya yang menyalurkan tenaga dari mesin. Roda rantainya yang lebar menyebarkan tekanan yang dihasilkan oleh beratnya tank, membuat tekanan yang dihasilkan dapat setara dengan kaki manusia.[6] Jenis medan yang sangat menyulitkan tank adalah tanah yang sangat lembut seperti rawa, dan medan berbatu yang memiliki batu-batu besar. Pada medan "biasa", tank diharapkan bisa berjalan dengan kecepatan 30–50 km/jam, dan kecepatan di jalanan bisa mencapai 70 km/jam.

Meskipun begitu, logistik pergerakan tank tidak mudah. Di atas kertas, atau ketika uji coba selama beberapa jam, sebuah tank memang memiliki kemampuan off-road yang mengungguli kendaraan roda biasa apapun. Di atas jalananpun, kecepatannya juga tidak jauh berbeda dengan kendaraan lapis baja beroda biasa. Namun dalam praktiknya, kecepatan tinggi tank hanya bisa digunakan untuk beberapa saat, sebelum terjadi kerusakan mekanis. Tank tidak bisa senantiasa berjalan pada kecepatan tertinggi, dan harus berhenti secara rutin untuk melakukan perbaikan pencegahan agar selalu siap untuk bertempur.

Karena tank yang tidak bisa bergerak merupakan target yang mudah bagi mortir dan artileri, kecepatan biasanya tidak dipakai secara maksimum, dan selalu diusahakan untuk selalu menggerakan tank dengan kendaraan pengangkut tank atau kereta api, untuk menghemat tenaga tank. Tank pada akhirnya akan bergantung pada kereta api dan infrastruktur rel kereta api, karena tak ada angkatan bersenjata yang memiliki cukup banyak kendaraan pengangkut tank untuk mengangkut semua tank mereka. Karena itulah, jembatan rel kereta api dan stasiun rel kereta api merupakan target utama bagi mereka-mereka yang ingin memperlambat laju serangan tank.

Catatan kaki

  1. ^ Eschel (2007), Assessing the performance of Merkava Tanks.
  2. ^ Willmott (2003), First World War.
  3. ^ Tomes (2004) in Relearning Counterinsurgency Warfare.
  4. ^ a b Deighton (1979), Blitzkrieg, From the rise of Hitler to the fall of Dunkirk.
  5. ^ Deighton (1979), Blitzkrieg, From the rise of Hitler to the fall of Dunkirk, pp. 154.
  6. ^ Thompson and Sorvig (2000), Sustainable Landscape Construction: A Guide to Green Building Outdoors, p.51

Daftar pustaka

Lihat pula

Pranala luar